"Tolong mas, jelaskan padaku tentang apa yang kamu lakukan tadi pada Sophi!" Renata berdiri menatap Fauzan dengan sorot dingin dan menuntut. Dadanya bergemuruh ngilu, saat sekelebat bayangan suaminya yang tengah memeluk Sophi dari belakang dengan mesra kembali menari-nari di kepalanya.
"Baiklah kalau tidak mau bicara, biar aku saja yang mencari tahu dengan caraku sendiri!" Seru Renata dengan sorot mata dingin. Keterdiaman Fauzan adalah sebuah jawaban, kalau antara suaminya dengan Sophia ada sesuatu yang telah terjadi tanpa sepengetahuannya.
Apa yang telah terjadi antara Fauzan dan Sophia?
Ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝐈𝐩𝐞𝐫'𝐒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 20
Suara napas masih menderu dari sepasang insan yang kini tengah mendinginkan tubuh di dalam bathtub dengan Renata yang terkulai diatas tubuh Fauzan tanpa kain penghalang. Perempuan itu menyusupkan wajah di dada suaminya dengan kedua tangan dan tubuh yang masih saling dekap.
Lelah berselimut nikmat yang tak bisa digambarkan dengan kata-kata meleburkan semua gejolak dan prahara yang pernah terjadi, cinta memang sedahsyat itu bahkan bisa mengalahkan rasa sakit hati dan logika yang memang sering tak berjalan saat cinta meraja dihati.
"Mas"
"Sayang"
Keduanya tertawa bersamaan, "Mas aku mandi duluan ya."
"Sebentar dulu."
"Ibu pasti nungguin, nanti kalau kesini manggil ngajak makan gimana?" Rengek manja Renata yang dibalas sebuah ke-cupan oleh Fauzan, tak lama kemudian pria itu terkekeh.
"Kenapa ketawa?" selidik Renata memasang wajah cemberut. "Apa menertawakan aku?"
"Sayang, kamu itu lucu ya! Minta mandi duluan tapi tangan masih meluk erat mas. Apa mau nambah lagi?"
"Aww!"
Fauzan pura-pura mengaduh saat satu cubitan diberikan Renata di tangannya. Tak lama kemudian Renata bangkit diikuti Fauzan. "Mas mau kemana?" ia menatap Fauzan waspada yang kini mengekorinya.
"Mau mandi sayang."
"Kan aku dulu!"
"Kita bareng saja biar cepat." Fauzan menarik lembut pinggang Renata kemudian menyalakan shower, ia menyabuni tubuh ramping itu dengan telaten meski harus berperang dengan keinginan yang kembali bangkit dengan senjatanya yang sudah siap tempur kembali. Namun sekuat tenaga ia tahan mengingat waktu sudah tidak kondusif jika harus kembali mengulang kegiatan yang belum lama membuat istrinya menggelepar kenikmatan.
.
.
"Maaf bu, lama nunggunya. Tadi ketiduran bentar." Fauzan menggeser kursi untuk di duduki Renata yang hanya mendelikkan mata saat mendengar alasan yang di lontarkan suaminya itu.
"Enggak apa-apa, ibu juga baru selesai habis teleponan sama bapak." Rohmah menggeser nasi pada Renata supaya memudahkan putrinya untuk melayani Fauzan.
"Gimana kabarnya bapak, sendirian di rumah?" Fauzan menatap Rohmah penasaran, sebab setahu dirinya sang mertua tidak pernah berjauhan.
"Alhamdulillah bapak baik, malah senang tadi ada Zidan datang, mas mu mau nginap mungkin kasihan sama bapak takut kesepian." Tutur Rohmah menceritakan keadaan suaminya di Solo.
"Syukurlah kalau begitu. Oiya sayang, bu." Fauzan menatap istri dan mertuanya bergantian. "Tadi aku di panggil pak Lukman beliau meminta aku menggantikannya ke Surabaya lusa, karena beliau besok mau membawa istrinya berobat ke Singapura."
Renata menatap Fauzan, "Oh jadi yang tadi siang itu, berapa hari mas di Surabaya nya?"
"Cuma dua hari, tapi dari Surabaya langsung ke Bandung dan baru pulang lagi nanti Jum'at. Enggak apa-apa kan? Pak Lukman bilang ini kesempatan, kalau berhasil seperti yang di Bandung mungkin bukan hanya bonus yang akan mas dapat tapi juga kenaikan jabatan." Tutur Fauzan panjang lebar kemudian pria itu beralih menatap Rohmah.
"Bu, do'akan Zan ya, dan kalau boleh minta ibu jangan pulang dulu biar Rena disini ada yang menemani." Ungkapnya penuh harap.
"Zan, tak diminta pun ibu selalu mendoakan kalian anak-anak ibu. Dan sebaliknya kamu nanti kalau berhasil jangan pernah berubah harus tetap amanah, jangan sombong apalagi silau dengan jabatan karena semua itu bersifat sementara." Rohmah menggeser piringnya ke samping kemudian mengusap punggung tangan Fauzan bangga, ada harapan tersirat dalam sorot dan kalimat yang diucapkannya.
"Insya Allah ibu akan menemani Rena di sini sampai hari sabtu. Kamu fokus kerja nanti disana supaya bisa dengan cepat menyelesaikan pekerjaannya"
.
.
.
Jarum jam terus berputar waktu pun terus berjalan, tidak ada yang sia-sia selama terus mau berusaha. Kehidupan itu bak roda yang terus berputar menggulir semua yang mengikutinya, membuat kita kadang berada di atas kadang berada di bawah. Mau tidak mau harus di jalani dengan kuncinya ikhlas dan kerja keras supaya membuahkan hasil yang maksimal meski kadang kenyataan yang datang belum sesuai harapan tapi setidaknya pernah berusaha dan menjalaninya sesuai porsi kemampuan diri.
Mentari pagi mulai menyingsing saat sepasang tangan saling melambai sebagai salam perpisahan sementara antara Fauzan dan Renata yang sebenarnya sudah sering terjadi karena tuntutan pekerjaan. Renata antarkan keberangkatan Fauzan yang memilih naik taksi ke Bandara dengan netranya hingga lenyap dari pandangan.
Meski ini bukan tugas dan LDR pertama untuknya dan sang suami, namun entah kenapa dirinya merasakan ini lebih berat dari yang sebelumnya. Apa mungkin karena aku dan mas Zan baru kembali merasakan kehangatan dan manisnya cinta dalam rumah tangga. Ya Allah lindungilah suamiku dimanapun berada, begitupun dengan hambaMu ini.
"Re, Bu Tikha nelepon!"
Suara Rohmah dengan ponsel di tangannya mengakhiri racauan Renata, dengan cepat perempuan itu menggeser layar ponselnya.
"Assalamualaikum Bu"
"Waalaikumsalam, Re lagi sibuk ya?"
"Enggak bu masih pagi juga, kebetulan Rena masuk siang hari ini. Ada apa?"
"Enggak ada apa-apa, enggak boleh ya ibu nelepon pengen ngobrol. Oiya Zan kemana? Kok nomornya enggak aktif, apa masih tidur?"
"Mas Zan baru saja berangkat ke bandara mau ke Surabaya, mungkin lupa mengaktifkan nya. Nanti saja setengah jam lagi ibu coba telepon lagi kalau masih enggak aktif coba telepon ke hape satunya yang khusus buat kerja." Sahut Renata sembari menoleh kearah sang ibu yang masih berdiri, namun tak lama kemudian Rohmah beranjak masuk kedalam rumah.
"Ke Surabaya, ada apa? Kok dia enggak bilang sama ibu. Oiya Re, apa Zan sudah bilang sama kamu?"
"Bilang apa Bu? Sepertinya belum."
"Gini, ibu mau ambil mobil dan minta tolong sama Zan buat urusin semuanya. Apa kamu keberatan? Kalau tidak tolong bujukin dia supaya bantu ibu, toh ibu selama ini juga kan enggak nuntut apa-apa meski Fauzan sekarang sudah sukses kerjanya dan itu semua tak luput dari perjuangan dan doa ibu. Ibu yakin kalau kamu yang bilang pasti bakal langsung nurut."
Deg.
Fauzan sekarang sudah sukses kerjanya dan itu semua tak luput dari perjuangan dan doa ibu.
Huufh
Renata menghela napas, netranya beralih mencari keberadaan sang ibu yang tiba-tiba ingin dipeluknya, wanita terhebat dan terkeren yang melahirkannya itu. Sebab dia tak pernah sedikitpun mengungkit pengorbanan seorang ibu untuk anak-anaknya bahkan saat harus bertaruh nyawa melahirkan putra putrinya ke dunia. Tapi mertuanya..
"Re, kamu masih dengar ibu kan?"
"Iya bu masih, maaf. Dan mas Zan belum bilang apapun masalah yang ibu ceritakan barusan, nanti kalau sudah pulang akan coba Rena tanyakan Bu."
"Iya Re, ibu percaya. Kamu memang terbaik, makasih ya. Ibu mau bantuin Sophi dulu jagain si kembar kalau pagi suka kerepotan meskipun ada Ninis juga. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam"
Kamu aja yg di telpon gak mau ngangkat 😏😏😏
baru juga segitu langsung protes 😏😏
Rena selalu bilang gak apa apa padahal dia lagi mendem rasa sakit juga kecewa tinggal menunggu bom waktunya meledak aja untuk mengeluarkan segala unek unek di hati rena😭
scene nya embun dan mentari juga sama
bikin mewek 😭
jangan bikin kecewa Napa ahhhhh😭😭
aku sakit tau bacanya
padahal bukan aku yang menjalani kehidupan rumah tangga itu😭😭😭
suka watir aku kalauu kamu udah pulang ke bandung 😌😌