Setelah dikhianati dan mati di tangan suaminya sendiri, Ruan Shu Yue dibangkitkan kembali sebagai putri keempat Keluarga Shu yang diasingkan di pedesaan karena dianggap pembawa sial.
Mengetahui bahwa dirinya terlahir kembali, Ruan Shu Yue bertekad menulis ulang takdir dan membalas pengkhianatan yang dia terima dari Ling Baichen. Selangkah demi selangkah, Ruan Shu Yue mengambil kembali semua miliknya yang telah dirampas menggunakan identitas barunya.
Anehnya, Pangeran Xuan - Pangeran Pemangku yang menjadi wali Kaisar justru muncul seperti variabel baru dalam hidupnya.
Dalam perjalanan itu, dia menyadari bahwa ada seseorang yang selalu merindukannya dan diam-diam membalaskan dendam untuknya.
***
"A Yue, aku sudah menunggumu bertahun-tahun. Kali ini, aku tidak akan mengalah dan melewatkanmu lagi."
Ruan Shu Yue menatap pemuda sehalus giok yang berdiri penuh ketulusan padanya.
"Aku bukan Shu Yue."
Pemuda itu tersenyum.
"Ya. Kau bukan Shu Yue. Kau adalah Ruan Shu Yue."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhuzhu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 34: Bunga Osmanthus
“Apakah kalian sudah cukup menguping?”
Shu Yue yang sedang tertegun karena kebingungan tidak bisa menanggapi permintaan Pei Ziyan dikejutkan oleh pertanyaan lain yang datang dari balik kisi kertas itu. Pei Ziyan mengintip dari balik tirai, memunculkan kepala kecilnya kepada sang paman yang menatapnya dengan kening berkerut.
“Paman, tidak bisakah kau pura-pura tidak tahu? Aku tidak akan mengganggu kesenanganmu. Aku hanya berpikir ada pertunjukkan seru yang bisa ditonton bersama seseorang.”
Dasar anak nakal, seru Pei Yuanjing dalam hatinya. Kemarahannya berangsur-angsur mereda meski hatinya masih tidak senang.
Ling Baichen sialan, keluarganya sudah berkali-kali merusak suasana hatinya dan membuatnya marah. Ling Baichen dan Shen Jia benar-benar pasangan pembawa sial.
“Kali ini kau mengundang siapa?”
Lalu, kepala Shu Yue muncul di atas kepala Pei Ziyan. Melihat dia, Pei Yuanjing memejamkan mata dan menghela napas panjang. D
ia memijat keningnya sendiri dengan jari. Dari semua orang, mengapa keponakannya malah memanggil Shu Yue untuk menemaninya menonton keseruan?
“A Yue, seharusnya kau tidak datang,” ucap Pei Yuanjing.
Shu Yue terkejut. Nada bicara Pei Yuanjing terdengar tidak senang. Shu Yue jadi merasa kalau kedatangannya tidak tepat.
Mungkin saja Pei Yuanjing merasa terganggu karena pekerjaannya diintip orang. Bagaimanapun, Shu Yue ini orang luar yang seharusnya tidak melihat apapun di istana.
“Paman, jangan menyalahkan Kakak Cantik. Aku mengundangnya karena ingin dia mengajariku melukis. Aku melihat beberapa waktu lalu Shu Yantang memakai sebuah kantong wewangian bermotif bunga dan dia bilang kantong wewangian itu dijahit oleh putrinya. Jadi, aku mengundang putrinya untuk mengajariku menggambar bunga itu.”
Pei Yuanjing menghampiri mereka. Matanya melihat ke tempat Pei Ziyan menulis dan hanya menemukan kertas berisi coretan yang buruk dan tidak berbentuk. “Apakah seperti itu lukisan yang bisa kau pelajari?”
“Tidak. Kakak Cantik belum memulai pengajaran.”
Shu Yue sendiri terkejut. Dia tidak menyangka Kaisar Muda memanggilnya kemari hanya untuk diajari menggambar bunga.
Di istana, ada banyak sekali guru hebat yang lebih kompeten mengajarinya. Sepertinya Pei Ziyan tidak memerlukan bimbingan dari wanita biasa seperti dirinya.
“A Yue, bunga apa yang kau gambar di kantong wewangian ayahmu?”
Shu Yue kemudian mengambil kuas dan menggambar sekuntum bunga osmanthus di kertas. Saat dia menunjukannya kepada Pei Yuanjing, reaksi pria itu lumayan aneh di matanya. Keningnya mengernyit dalam, seolah dia sedang mengingat sesuatu yang sudah lama tidak dibicarakan.
“Osmanthus?”
“Ya. Aku menyukai osmanthus. Aku melihat ayah sering batuk saat pulang dari istana. Jadi, aku berpikir membuatkannya kantong wewangian yang dapat diisi dengan tanaman herbal untuk mengurangi batuknya. Karena terlalu polos, aku menggambar pola bunga osmanthus di kantung wewangian itu. Maaf jika sudah membuat Yang Mulia Pangeran tidak senang.”
Osmanthus… Wanita itu juga menyukai bunga ini. Pei Yuanjing benar-benar dibuat bingung lagi.
“Yang Mulia?”
“Paman? Apakah kau terpesona? Apakah kau juga merasa gambar bunganya bagus?”
Pei Yuanjing terkesiap. “Ah? Bunganya biasa saja. Gunakan kuas yang lebih tipis untuk menggambar ranting pohon dan daunnya.”
Alih-alih tersinggung, Shu Yue justru tersenyum kecil. Hati dan mulut Pei Yuanjing sangat bertolak belakang. Kalimat awal berisi ejekan, tapi di kalimat berikutnya justru mengandung saran. Ejekan dan kepedulian dalam satu ucapan ini sungguh hanya bisa diucapkan oleh Pei Yuanjing saja.
“Xiao Lizi! Ambilkan batu tinta dan kuas tipisnya!” seru Pei Ziyan.
Xiao Lizi menurut. Dia kembali dengan membawa sebuah batu tinta dan kuas yang ujung bulunya tipis. Kedua benda itu kemudian diserahkan kepada Shu Yue.
“Yang Mulia, ini terlalu berharga,” ucap Shu Yue.
“Bukankah pamanku sudah bilang gunakan kuas yang lebih tipis untuk menggambar ranting dan daun? Turuti saja dia agar lukisanmu tidak disebut biasa saja. Batu tinta ini bagus, tempatnya lebar dan dapat menampung banyak cairan tinta. Gunakan untuk melukis dengan kuas lain. Mungkin saja seleranya mendadak berubah,” tukas Pei Ziyan. Dia kemudian berbisik, “Pamanku punya standar ganda dalam menilai sesuatu.”
“Yang Mulia,” tegur Pei Yuanjing. “Apakah studimu mengenai hukum Dongyu sudah selesai?”
Pei Ziyan menunduk. Oh, pelajaran itu lagi. Pei Ziyan sudah mengulangnya lima kali dalam sebulan ini. Dia sudah hapal di luar kepala, tapi anehnya setiap kali ditanya oleh pamannya, otaknya seperti kehilangan sebagian ingatannya. Pengetahuannya sering kali menghilang seperti melarikan diri bersama embusan angin.
“Kau adalah Kaisar. Jika kau bahkan tidak tahu hukum negaramu sendiri, bagaimana kelak kau akan memerintah? Apakah kau akan membiarkan pejabat menindas rakyat dengan mempermainkan hukum?”
Ketegasan Pei Yuanjing kepada Pei Ziyan membuat Shu Yue akhirnya mengerti, bahwa tanggung jawab yang ditanggung oleh pria itu lebih dari kata besar. Bukan hanya sekadar sebagai seorang paman, tapi juga sebagai guru yang mengayomi dan mengarahkan.
Ini bukan lagi soal sebuah pengajaran. Ini adalah cara untuk mendidik seseorang menjadi pemimpin negeri. Usia Pei Ziyan mungkin memang masih kecil, tapi Pei Yuanjing benar. Jika Pei Ziyan tidak belajar dengan baik, kelak bagaimana dia akan memerintah negeri sendiri?
“Aku sudah selesai dengan studiku. Nanti saja Paman uji lagi. Aku pasti bisa menjawab dengan benar. Hanya saja sekarang aku sedang ingin menggambar. Bolehkah, Paman?”
“Hanya kali ini saja.”
Pei Yuanjing mengambil kuas dan menggambar sesuatu di kertas berisi gambar bunga osmanthus tadi. Yang dia gambar adalah detail tambahan yang berupa pegunungan, sungai, dan taman. Dalam satu kertas dan satu kuas, Pei Yuanjing mengubah sekuntum bunga osmanthus menjadi pemandangan indah yang sangat bagus.
“Bukankah Yang Mulia ingin menggambar? Gambar ini hari ini. Selesaikan dalam satu batang dupa.”
Senyum di wajah kecil Pei Ziyan musnah. Mata mungilnya menatap lukisan dan pamannya bergantian, seolah memohon pengampunan.
Lukisan serumit itu mana mungkin bisa selesai digambar dengan satu batang dupa. Tangan kecilnya itu baru saja bisa menggenggam kuas. Jika ingin menggambar sama persis, takutnya akan sangat sulit.
“Aku sudah memberimu kelonggaran. Mau melukis atau belajar hukum tata kelola negara?” Pei Yuanjing memberinya dua pilihan. Jika tidak dipaksa, Pei Ziyan ini pasti akan terus bermain-main.
“Apakah gambarnya tidak bisa lebih sederhana?” mohon Pei Ziyan.
“Tidak bisa. Tanganmu harus terlatih menggambar agar orang tidak menertawakan lukisan Kaisar.”
“Baiklah. Aku menggambar saja,” putus Pei Ziyan. “Dasar Paman tua jahat.”
Pei Ziyan terpaksa belajar menulis. Rencananya setengah gagal. Meski tidak bisa menggambar ranting osmanthus, tapi setidaknya Shu Yue berhasil ditahan di sini dan bertemu dengan pamannya. Hari-hari di istana ini jadi tidak terlalu membosankan seperti hari yang lain.
Selagi Pei Ziyan asyik belajar menggambar, Pei Yuanjing membawa keluar Shu Yue dari sana diam-diam. Mereka sekarang berada di taman belakang Istana Qianqing.
Ada sebuah danau di belakang Istana Qianqing, yang dipagari oleh dinding setinggi lutut orang dewasa. Penataan taman begitu bagus dan indah. Ada pula sebuah paviliun yang dibangun di tengah taman, yang mengarah langsung ke danau tersebut.
Dia pernah dengar taman ini dibangun pada masa Kaisar Tua. Mendiang Kaisar Tua sengaja membangun taman seperti ini untuk Pei Ziyan. Dinding pembatas itu juga diciptakan agar menghilangkan bahaya, tanpa menghilangkan pemandangan langsung ke danau.
Dia tidak menyangka, Pei Yuanjing akan membawanya ke tempat yang begitu penting seperti ini. Apa yang sedang Pei Yuanjing pikirkan saat ini?
“Yang Mulia, mengapa Yang Mulia membawaku kemari?” tanya Shu Yue sembari menatap wajah Pei Yuanjing yang tanpa topeng. Jujur dalam hatinya, Pei Yuanjing benar-benar sangat tampan saat tidak memakai topeng.
“Biarkan Xiao Yan berlajar menggambar. Bukankah dia sangat suka gambarmu?”
Pei Ziyan itu menyebalkan dan nakal. Kalau tidak diberi pelajaran, anak nakal itu entah akan menjebak seperti apa lagi.
Dia bahkan tidak memberi tahu kalau dia memanggil Shu Yue ke istana. Percakapan tadi, pasti gadis ini juga sudah mendengarnya.
“Yang Mulia bercanda. Kaisar memang suka belajar. Gambarku itu masih kalah jauh dengan lukisan Yang Mulia.”
Shu Yue merasa malu. Objek sederhana yang ia gambar malah disulap menjadi lukisan luar biasa oleh Pei Yuanjing.
Bakat seperti itu benar-benar langka dan tidak tertandingi. Di Kerajaan Dongyu ini, takutnya tidak ada yang berani menyebut dirinya seorang master jika berhadapan dengan Pei Yuanjing.
“Kau pastinya sudah mendengar rumor buruk pagi ini. Kau juga sudah melihat adegannya. Bagaimana pendapatmu?” tanya Pei Yuanjing.
“Ruan Shu Yue adalah temanmu. Nama baiknya dicemari oleh seseorang. Seharusnya kau tidak senang.”
“Aku memang tidak senang. Aku berencana menyelidiki masalah ini hari ini. Tapi saat melihat Yang Mulia memarahi Adipati Muda Ling, aku berpikir Yang Mulia pasti sudah tahu kebenarannya. Siapa yang menyebarkannya, Yang Mulia pastinya sudah menebaknya.”
“Selain orang itu, siapa lagi yang bisa?”
Benar, selain Shen Jia, siapa lagi yang bisa melakukannya? Wanita itu dalam sekali langkah langsung merusak reputasi dirinya. Kalau bukan karena Ling Baichen terlalu bermurah hati padanya, bagaimana mungkin masalah ini bisa muncul?
“Benar-benar tidak tahu malu. Yang Mulia, mengapa Yang Mulia terlihat begitu peduli dengan masalah rumor itu? Sepertinya itu tidak ada hubungannya dengan Yang Mulia.”
Bagaimana mungkin tidak ada hubungannya? Orang yang disebut berselingkuh dengan Ruan Shu Yue dalam rumor itu jelas adalah dirinya.
Dia tidak masalah jika dituduh, tapi bagaimana mungkin wanita suci seperti Ruan Shu Yue harus menanggung reputasi buruk itu?
“Yang Mulia, apakah pandangan Yang Mulia terhadap Ruan Shu Yue sungguh hanya sekadar pandangan seorang Pangeran Pemangku kepada istri pejabatnya?” tanya Shu Yue.
Pikirannya mengatakan kalau dia harus lebih berani jika ingin mengetahui suatu kebenaran. Tindakan Pei Yuanjing sungguh membingungkan. Ia benar-benar ingin tahu alasan apa yang membuat Pei Yuanjing sampai berbuat begitu banyak untuk orang yang telah mati, yang jelas-jelas tidak mengenalnya sama sekali.
“Aku mengaguminya. Bukan sebagai Pangeran Pemangku kepada istri pejabatnya, tapi sebagai pria biasa terhadap wanita,” jawab Pei Yuanjing.
Dia menghela napasnya. Shu Yue adalah teman Ruan Shu Yue, karakternya juga baik. Dia melakukan banyak hal untuk Ruan Shu Yue setelah mati, jadi tidak masalah memberi tahukan hal itu.
“Sebagai putri bangsawan, dia tidak ragu mengikuti ibunya turun di tengah rakyat untuk membantu korban bencana. Dia juga tidak merasa malu saat mengikuti ibunya mengelola bisnis keluarga. Gadis lain mementingkan reputasi saat masih lajang, tapi dia membuang semuanya. Dia tidak peduli pada reputasinya sendiri, hanya melakukan hal yang dia suka. Wanita sepertinya benar-benar layak dikagumi.”
Pei Yuanjing mengenang kembali momen tak sengaja saat dia bertemu dengan Ruan Shu Yue. Dia hanya bisa melihatnya dari jauh, memperhatikannya sembari menyimpan kekagumannya.
Dia takut membuat Ruan Shu Yue terkejut, jadi dia menyimpan semuanya sendiri, merelakannya menikah dengan orang lain. Andai saja saat itu dia tidak memberi izin….
“Sayang, seseorang malah menyiksanya sampai mati setelah memanfaatkannya.”
Shu Yue menunduk. Mungkin inilah yang dikatakan sumber kehangatan menjadi milik orang lain dan sudah padam yang tadi dikatakan Pei Ziyan.
Shu Yue tidak berani menerima kekaguman seperti itu. Faktanya, dia hanyalah wanita malang yang salah memutuskan pilihan.
“Yang Mulia, apakah Yang Mulia menyukai Ruan Shu Yue?”
dadi bumerang to, ora kapok"
Kalo Ziyan lagi eror
😅😅😅😅