Maura seorang asisten pribadi, mendapati dirinya terperangkap dalam hubungan rumit dengan atasannya, Marvel-seorang CEO muda yang ambisius dan obsesif. Ketika Marvel menunjukkan obsesi terhadap dirinya, Maura terperangkap dalam hubungan terlarang yang membuatnya dihadapkan pada dilema besar.
Masalah semakin pelik ketika Marvel, yang berencana bertunangan dengan kekasihnya, tetap enggan melepaskan Maura dari hidupnya. Di tengah tekanan ini, Maura harus berjuang mempertahankan batas antara pekerjaan dan perasaan, sekaligus meyakinkan keluarganya bahwa hubungannya dengan Marvel hanyalah sebatas atasan dan bawahan.
Namun, seberapa lama Maura mampu bertahan di tengah hasrat, penyesalan, dan rahasia yang membayangi hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Oveleaa_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Deru mobil masuk ke pekarangan saat matahari akan tenggelam, membuat Neni meninggalkan halaman untuk menghampiri mobil itu. Tangan kirinya bertengger di pinggang sedangkan tangan kanannya memegang tongkat berjalan.
Begitu pemilik mobil keluar ia segera memukulnya bertubi-tubi. "Dasar anak nakal, brengsek! Di mana wanita itu, di mana Maura?" todongnya, marah sekaligus khawatir. Sejak pertama kali mereka datang, ia merasa ada yang tidak beres dengan hubungan Marvel dan Maura.
Marvel mengaduh keras, berusaha menghentikan pukulan yang dilayangkan ke sekujur tubuhnya. "Dia baik-baik saja!" sentaknya, dengan mudah merebut tongkat itu, mengangkatnya menjauh dari jangkauan Neni.
"Bagaimana bisa baik-baik saja kalau aku mendengar sendiri dia berteriak minta tolong saat kamu membawanya. Sekarang katakan, di mana dia atau aku akan membunuhmu!" ancam Neni, membawa tubuh rentanya mendekati Marvel dan mencengkeram kerah bajunya seolah ia bisa memukul wajah tampan itu.
Tindakannya itu membuat Marvel terkekeh. Alih-alih takut, ia justru merasa lucu. "Jangan mengatakan sesuatu yang tidak bisa kamu lakukan. Kulit keriputmu tidak cocok mengatakan hal sekejam itu."
"Marvel, di mana cucuku!" teriak Neni, menghiraukan lelucon omong kosong itu. Kulit keriput putihnya memerah, wajah kakunya bergetar karena amarah. Seketika, suasana mendadak hening. "Ke mana kamu membawa cucuku, dan apa yang kamu lakukan padanya?" Neni kembali bertanya dengan menekan setiap kosa katanya.
Setelah memperhatikan baik-baik wajah itu, raut Marvel berubah datar. Ia tahu wanita tua di hadapannya itu benar-benar marah. "Dia bukan cucumu."
"Dia cucuku!" tukas Neni. "Dia mirip sekali dengan Grant. Dia pasti saudara Grant!" Ia mulai histeris, air mata mengalir di pipi keriputnya.
Marvel yang tidak tega pun memeluknya, dan dengan perlahan membawa tubuh renta itu masuk ke dalam rumah, mendudukkannya di sofa. "Sejak pertama kali aku melihatnya, aku tahu dia saudara Grant, Marvel. Dia adikmu, dia adikmu!"
Ia meronta, memukul dada Marvel dengan lemah. Sedangkan pria itu tidak melakukan apa-apa, mata gelapnya menerawang jauh ke depan.
Grant Hadwin Maverick, adiknya, sejak bayi dia diasuh oleh ayahnya. Dimanjakan dengan segala kemewahan dan fasilitas tanpa batas. Grant selalu dipuji karena bisa melakukan segala hal yang tidak bisa Marvel lakukan.
Marvel tertawa getir mengingat hal itu. Ia sadar betul posisinya. Karena itu, ia tidak mau disangkut pautkan dengan Reginald. Ia sangat membenci ayahnya itu.
"Dia sudah mati, Neni, anak itu sudah tidak ada," gumamnya kemudian, berusaha menenangkan. Namun, tanpa sadar pelukannya semakin erat.
"Tidak Marvel. Aku tahu kamu membenci mereka, tapi bagaimanapun juga dia keluargamu. Bukankah kamu sudah menganggap anakku seperti ibumu sendiri?"
Anita Rosell tidak pernah melahirkannya, tetapi dia seperti malaikat untuk Marvel. Bagaimana bisa ia membencinya.
"Omong kosong apa itu." Ia terkekeh singkat, lalu sedikit melonggarkan pelukannya, menunduk untuk melihat wajah Neni. "Dia juga ibuku."
"Kalau begitu, Grant dan wanita itu juga saudaramu! Dia adik-adikmu yang lahir dari rahim putriku. Bagaimana bisa kamu sangat membenci mereka, Marvel. Mereka cucuku, sama denganmu." Mata Neni yang basah menatap lekat-lekat mata gelap itu, mencari setitik harapan di sana.
Namun, Marvel tampak tenang, wajahnya terlihat santai tanpa emosi. Sebelah sudut bibirnya tertarik tipis. "Kenapa kamu begitu peduli pada mereka, sedangkan mereka saja tidak tahu kamu ada? Hem?" Sebelah alisnya terangkat. "Bukankah seharusnya kamu marah dan membenci mereka, mengabaikan mereka sama seperti mereka yang mengabaikan ibuku, putrimu? Mereka membiarkan ibuku menderita sampai mati."
"Mereka tidak bersalah, Marvel," balas Neni dengan nada lemah, nyaris putus asa. Ia tidak menyangkal ucapan Marvel karena semua itu benar.
"Benarkah?" Marvel tersenyum lebar, perlahan senyum itu berubah menjadi tawa yang semakin lama terdengar semakin keras. Ia berdiri dan sedikit menjauh dari posisi Neni. "Lalu siapa yang membuatnya gila dan berakhir menenggelamkan diri ke laut? Reginald, Grant, anak itu? Siapa?" tanyanya, bibirnya tersungging lebar. Namun, nada suaranya terdengar tajam dan menyakitkan.
Luka lama yang sudah tertutup rapat kini kembali menganga. Hati Neni berdenyut sakit, dadanya sesak, dan ia hanya bisa menggeleng perlahan. Putrinya, Anita Rosell, mati-matian melindungi anak perempuannya saat Reginald bersikeras merebutnya.
Anita depresi karena tidak bisa melindungi putrinya.
"Lalu apa yang kamu lakukan padanya, Marvel, apa yang kamu lakukan pada adikmu? Aku mohon jangan sakiti Maura, Marvel. Jangan sakiti dia." Neni berkata dengan nada lirih, air matanya tidak berhenti mengalir, bahkan semakin deras.
Marvel mendekat dengan langkah perlahan. Tangannya yang dingin mengusap air mata di pipinya. "Dia bukan adikku. Sama seperti yang kita tahu selama ini, anak itu sudah mati. Maura Adriana, dia asisten pribadiku." Ia tersenyum lebar, mengecup kening Neni dengan penuh kasih sayang.
Dia jalangku!
maaf kak, ini hanya saran dariku, tapi penyusunan kalimat kakak sdh sangat bagus, hanya muter2 ya itu saja
terimakasih kakak 😍