"Aku insecure sama kamu. kamu itu sempurna banget sampai-sampai aku bingung gimana caranya supaya bisa jadi imam yang baik buat kamu."
~Alvanza Utama Raja
🍃🍃🍃
Ketika air dan minyak dipersatukan, hasilnya pasti menolak keduanya bersatu. Seperti Alvan dan Ana, jika keduanya dipersatukan, hasilnya pasti berbeda dan tidak sesuai harapan. Karena yang satu awam dan yang satu tengah mendalami agamanya.
Namun, masih ada air sabun yang menyatukan air dan minyak untuk bisa disatukan. Begitu juga dengan Alvan dan Ana, jika Allah menghendaki keduanya bersatu, orang lain bisa apa?
🍃🍃🍃
"Jika kamu bersyukur mendapatkan Ana, berarti Ana yang harus sabar menghadapi kamu. Sebab, Allah menyatukan dua insan yang berbeda dan saling melengkapi."
~Aranaima Salsabilla
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aufalifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
di balik sifat pendiam
Ana merasa skill memanahnya serta bela dirinya akan dimanfaatkan untuk melindungi diri. Sekarang Ana tengah menatap dirinya di cermin besar, ia memakai pakaian serba hitam. Tak lupa Ana juga membawa sorban pemberian guru pemanahnya, sorban Hitam putih yang selalu ia gunakan untuk menutupi separuh mukanya karena Ana selalu ingat kata kata abizar yang melatihnya menunggang kuda, anak panah serta beladiri.
"Tutuplah separuh mukamu dengan sorban karena, seseorang pasti melihatmu adalah seseorang wanita yang lembut. Sungguh dengan penampilanmu nanti yang tidak tertutup sempurna akan membuat seorang terlena dengan parasmu."
Setelah benar-benar siap, Ana langsung turun dan berpamit pada Abah dan ibu. "Ditunggu nak Alvan didepan." Belum juga mengeluarkan sepatah kata, Ida sudah memberitahu keberadaan Alvan.
"Ana berangkat sama mereka?"
"Iya."
"Naik motor?" Tanya ana hendak menolak jika ibunya membalas 'iya'
"Tidak, tadi nak Alvan diminta Abah untuk pakai mobil saja. Abah juga tidak mau membiarkan putri Abah dibonceng dengan yang belum mahramnya."
Ana mengangguk. Ia segera keluar dan masuk ke dalam mobil belakang yang dikendarai Alvan dan Arden di depan. Alvan terus memandangi Ana yang kelewat cantik meski separuh mukanya tertutup. Ana yang merasa ditatap langsung mengalihkan pandangan ke arah luar.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Meski Alvan tidak sabar untuk membunuh Yono, Alvan juga memikirkan Ana jika ia melaju dengan kecepatan di atas rata-rata.
Tidak sampai setengah jam, mobil yang Alvan kendarai sudah terparkir rapi di halaman rumah Yono. Disusul beberapa motor di belakangnya.
Alvan menoleh ke arah belakang. "Bunda ada di kamar dekat dapur. Tolong bawa bunda keluar dengan keadaan berpakaian." Ujarnya dengan menyodorkan satu setel pakaian untuk benda.
Ana mengangguk dan langsung menerima paper bag dari tangan Alvan, ketiganya segera keluar dari mobil.
"Kalau ada apa-apa langsung hubungi gue. Rumah Yono itu sangat besar dan luas, sedangkan kita hanya ada enam belas orang." Ujar Alvan dengan menyodorkan earphone yang langsung menyambung pada Ana
"Hati-hati juga, rumah Yono penuh dengan CCTV dan pengawasan ketat. Sekarang pun kita tengah dipantau, biar gue yang masuk ke ruang CCTV." Ujar Noval dengan berlari ke samping rumah Yono.
Tanpa diberi arah-arahan atau perintah dari Alvan, Ana kembali masuk ke dalam mobil. Al van tersenyum karena Ana begitu paham akan jalan pikirannya.
Semua langsung berpencar, Alvan dan Arden langsung masuk lewat pintu utama dengan langkah santai. Alvan masuk dan dengan seperti biasanya, Alvan berteriak meneriaki nama Yono dan Erik.
"Keluar lo, brengsek! Cupu Lo semua kalau mainnya sembunyi!!" Teriak Alvan dengan wajah yang sudah merah padam.
Terlihatlah sosok Yono, Erik dan beberapa anak buahnya yang baru keluar dari kamar ibundanya. Alvan terlihat lebih marah lagi ketika melihat ke tujuh lelaki bajingan di depannya masih memancingkan baju dan membenarkan resleting celananya.
"Anjing Lo semua!!" Murka Alvan yang langsung maju dan menendang perut Erik. Sedangkan anak buah Yono langsung menghajar Alvan, Arden dan juga Kenzie. Tiga lawan lima, sedangkan yono dan Erik memilih untuk menonton perkelahian di depan matanya.
"Telepon anggotamu, sekarang waktunya melihat kekalahan bocah ingusan itu." Ujar Yono, Erik mengangguk patuh. Ia segera mengoperasikan ponselnya dan segera menghubungi anak buahnya untuk datang.
Di sela-sela itu Alvan sempat memperhatikan gerak-gerik Yono dan Erik. alvan menoleh ke arah atas dan mendapati Noval yang tengah menatapnya dengan mengacungkan jempol, pertanda misalnya berjalan dengan lancar. Alvan langsung menekan earphone yang masih setia menempel di telinganya meskipun berkali-kali ia melawan dan terkena Bogeman. Alvan langsung menekan earphone yang langsung menyambung pada Ana.
"Ana denger suara gue?"
"Iya."
"Lo masuk lewat jalan belakang ya. Bentar lagi anak buah Erik yang jumlahnya nggak kehitung bakalan datang, biar gue pantau si Yono dan Erik."
"Bunda udah aku bawa ke dalam mobil, tapi sekarang lagi dikepung banyak orang."
"Anak-anak lainnya pada ke mana?"
"Mereka semua sudah tumbang."
"Shit! Gue ke sana sekarang."
🍃🍃🍃
Ana menatap anak buah Alvan yang hampir tumbang karena sering kena pukulan lawan. Ana pun memilih keluar untuk ikut membantu anak buah Alvan. Untung waktu liburan Ana membawa anak panah untuk mengisi waktu luang di rumah, jadinya sekarang bisa ia gunakan. Hitung-hitung biar makin mahir.
Dari jauh ada Noval yang memberi aba-aba untuk Ana masuk lewat jalan belakang. Ana mengangguk patuh meski keberadaan Noval tak begitu jelas.
Noval mulai memberi jalan untuk Ana masuk ke dalam ruangan yang terdapat Herlin lewat jendela. Belum juga naik, penjaga Herlin memergoki Ana.
"Woy siapa lo?!" Seseorang itu melihat Ana mulai dari atas hingga bawah. "Kayaknya cantik sekali kau."
Ana mengabaikan lawan bicaranya, ia tetap nekat masuk dengan segala keahliannya. Sedangkan seseorang di depannya itu perlahan mendekat dan hendak menyentuh pergelangan Ana. Dengan gerakan cepat Ana langsung menodongkan anak panah yang ia sembunyikan di belakang tubuhnya.
"Gadis cantik ini mau main-main ternyata." Seseorang itu hendak merebut tetapi Ana semakin mendekatkan busur panah itu, beberapa senti lagi pasti menyentuh kulit lelaki di depannya.
Lelaki itu perlahan berjalan mundur dan Ana semakin mendorong hingga lelaki itu masuk ke dalam kamar mandi, Ana segera mengunci pintu kamar mandi dan berjalan ke pintu kamar untuk dikunci.
Beralih pada sosok perempuan yang terbaring tak berdaya dengan keadaan tanpa mengenakan sehelai kain alias telanjang. Ana menangis melihat keadaan Herlin yang begitu mengenaskan.
Tanpa babibu Ana langsung menutupi tubuh Herlin menggunakan selimut yang berada di almari. Kemudian Ana berusaha mencari kunci yang dibuat untuk membuka borgol yang menahan kedua tangan dan kedua kaki Herlin.
Tak perlu menguras waktu lama, Ana menemukan kunci yang ia cari-cari. Begitu sudah terlepas, Ana segera memakaikan baju pada Herlin.
"Assalamualaikum, bunda." Ucap Ana dengan mengelus punggung tangan Herlin
Herlin masih sadar tapi tak mampu berkata lagi. Tapi, begitu melihat Ana, Herlin melotot kan mata karena ketakutan. Ana yang paham akan ekspresi Herlin, bergerak untuk menenangkannya.
"Ana bukan teroris dan Ana bukan penjahat. Ana yang akan membawa bunda pulang karena semua ini perintah Alvan, calon suami Ana." Ujar Ana seraya memberi senyum termanisnya, meski Herlin tak melihatnya.
Herlin tersenyum mendengarnya, lantas Herlin langsung memeluk Ana karena merasa beruntung masih ada yang membantu.
Brok! Brok! Brok!
Seseorang yang berada di kamar mandi pasti berusaha untuk keluar dan mendobrak pintu. Dengan segera Ana menggendong Herlin sebisa mungkin keluar dari ruangan yang sepertinya bakalan ketahuan. Noval yang sedari tadi menunggu langsung mengambil alih Herlin untuk ia bawa ke dalam mobil.
"Didalam aman?" Tanya Noval, Ana mengangguk
Dirasa Herlin sudah benar-benar aman di dalam mobil. Ana hendak menghubungi Alvan, tetapi Alvan lebih dulu menghubunginya dan itu bersamaan dengan datangnya banyak motor yang masuk ke dalam pekarangan rumah Yono.
Kini, rumah Yono penuh dengan perkelahian. Ana merasa tak asing pada segerombol lelaki yang baru datang. Sekelebat Ana menatap, mukanya persis seperti lelaki yang hampir melecehkan dirinya di bioskop.
"Wih! Ada teroris cantik nih, mau ngebom rumah om Yono ya?" Godanya hendak menyentuh Ana tetapi dengan segera Ana menepisnya dengan anak panah yang bisa Ana andalkan saat ini.
"Ampun suhu! Hahaha...." Ledeknya menertawakan Ana yang memegang busur panah.
Ana berlagak melempar sesuatu untuk mengelabuhi lawannya. Dan benar, semua lelaki di depannya menoleh pada apa yang barusan anda lempar. Di kesempatan itu Ana langsung menendang betis lelaki di depannya hingga berlutut.
"Anjing! Berani Lo sama gue?! Hah!" Bentaknya dengan menodongkan pisau ke arah Ana
Ana tidak takut dengan ancaman pisau, toh dirinya punya panah yang justru bisa menembus tubuh lawannya. Ana mendekatkan busur itu pada lelaki yang masih berlutut itu.
"Lo pikir gue takut?" Tanya lelaki itu tersenyum miring
Lelaki berjaket dengan name tag Tio dengan jabatan wakil Nairles itu mulai memainkan pisau dan mulai melawan Ana dengan senjata, tanpa peduli jika yang Tio lawan adalah seorang cewek.
Selain menunggang kuda dan memanah, bela diri Ana tidak dilatih untuk melawan. Ana dilatih bela diri untuk sekedar melindungi diri. jadi, sedari tadi Ana hanya bisa menghindar tanpa ada niat melawan.
Noval pun turun tangan, ia mulai berkelahi dengan anggota Nairles lainnya. Ana yang merasa kewalahan sendiri karena terus menghindar dan saat Ana hendak menghindar, kakinya menginjak roknya sendiri. Alhasil Ana jatuh dan tepat pisau yang dipegang Tio mengarah pada bahu Ana.
"ANA AWAS!!"
Jleb!
Pisau yang Tio pegang tepat menancap di lengan atas Alvan. Ana mendongakkan kepalanya dan langsung mendapati lengan Alvan yang berhasil melindunginya tetapi, berakhir luka di lengan Alvan.
"Masuk mobil, Na. Gue udah minta Arden buat antar lo pulang sama bunda." Ujar Alvan terlihat menahan sakit
"Tap-"
"Pulang dan rawat bunda gue, Na. Periksa jika perlu, gue takut kalau terjadi sesuatu sama bunda. Kalau semua udah beres, gue langsung nyusul."
Ana lebih memilih menurut. Omongan Alvan ada benarnya juga, bundanya juga terlihat sangat tak berdaya.
"Kamu hati-hati ya." Ujar Ana yang sukses membuat Alvan tersenyum
"Makasih buat perhatiannya. Andai lo udah jadi istri gue, udah gue cium lo berkali-kali."