Seorang detektif muda tiba-tiba bisa melihat arwah dan diminta mereka untuk menyelesaikan misteri kematian yang janggal.
Darrenka Wijaya, detektif muda yang cerdas namun ceroboh, hampir kehilangan nyawanya saat menangani kasus pembunuh berantai. Saat sadar dari koma, ia mendapati dirinya memiliki kemampuan melihat arwah—arwah yang memohon bantuannya untuk mengungkap kebenaran kematian mereka. Kini, bersama dua rekannya di tim detektif, Darrenka harus memecahkan kasus pembunuhan yang menghubungkan dua dunia: dunia manusia dan dunia arwah.
Namun, bagaimana jika musuh yang mereka hadapi adalah manusia keji yang sanggup menyeret mereka ke dalam bahaya mematikan? Akankah mereka tetap membantu para arwah, atau memilih mundur demi keselamatan mereka sendiri?
Update setiap hari,jangan lupa like dan komen
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadinachomilk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 34 MASUK KERUMAH ADDISON
Darian dan Gavin sudah bersiap di depan rumah memakai pakaian pelayan.
"Gue uda hubungin pak Sapto,nanti kalian bilang saja kalau kalian pelayan baru di rumah"Jordan menjelaskan.
"Baik,terimakasih Jordan. Oh ya lo ikut kita aja bareng Selina"kata Darren sambil menatap ke arah Jordan.
"Yasudah kita langsung kesana aja"Gavin segera menaiki mobil van hitamnya diikuti Selina,Jordan,dan Darren.
Gavin segera melajukan mobil itu menuju ke kediaman Addison.
"Kalian pakek earpiece ini"Selina menyodorkan earpiece yang sudah di sambungkan ke earpice miliknya.
Darren segera menerima earpiece itu lalu memasangnya di kupingnya dan dikuping Gavin.
"Makasih bro"kata Gavin.
Gavin segera melajukan mobil itu dengan cepat,hingga sampailah mereka di tempat agak jauh dari kediaman Addison.
"Hati hati Ren,Vin" kata Selina melihat Gavin dan Darren yang sudah turun duluan.
"Pak Sapto udah nunggu di depan kalian segera kesana"suruh Jordan.
Darren dan Gavin segera melangkahkan kakinya mantap menuju ke rumah mewah milik Addison,sesampainya disana seorang pria tua menyambut mereka.
"Mas Darren sama Mas Gavin kan?"tanya Pak Sapto.
"Iya pak kami pelayan baru yang diminta Pak Jordan"kata Gavin lembut.
Pak Sapto mengangguk pelan, wajahnya tampak ramah meski kerutan di keningnya menandakan beban yang ia pikul cukup berat. Ia membuka pintu pagar besar berwarna hitam berukir emas, lalu memberi isyarat agar Darren dan Gavin masuk.
"Ikut saya, ya. Jangan banyak bicara kalau ketemu majikan. Kerjanya harus rapi, disiplin, itu saja sudah cukup" ucap Pak Sapto pelan sambil menatap kanan kiri, seolah takut ada yang mengawasi.
Darren dan Gavin saling melirik singkat. Mereka tahu benar, tugas kali ini bukan sekadar berpura-pura jadi pelayan. Ada sesuatu yang jauh lebih berbahaya di dalam rumah Addison.
"Baik pak"kata Gavin dan Darren barengan.
Mereka melewati halaman luas dengan taman yang tertata rapi, air mancur di tengahnya, serta lampu-lampu taman yang menyala redup. Aura rumah itu terasa dingin, bukan dingin biasa, melainkan dingin yang menekan dada, seperti ada mata-mata tak kasatmata yang mengawasi tiap langkah.
Setibanya di depan pintu utama, Pak Sapto membuka kunci digital yang berbunyi bip, lalu mendorong pintu ganda dari kayu jati berukir naga.
"Silakan masuk" katanya lirih.
Begitu Darren dan Gavin melangkah merkeka langsung di sambut oleh Interior rumah, dinding marmer putih dengan lukisan keluarga Addison berjejer di sisi kiri, dan sebuah chandelier besar bergelayut di langit-langit tinggi.
"Waw mewah sekali"gumam Gavin.
Pak Sapto menuntun mereka melewati ruang tamu yang luas, menuju sebuah lorong panjang.
"Kamar majikan di sayap timur lantai dua. Kalau kalian kerja, biasanya hanya di bagian dapur, gudang, dan halaman belakang dan itu akan jadi tanggung jawab kalian. Jangan sekali-kali coba masuk ke ruang kerja dan kamar beliau kalau nggak dipanggil"
"Baik pak"jawab Darren singkat.
Gavin hanya mengangguk, namun matanya awas, berusaha mengingat setiap detail jalur yang mereka lewati karena rumah itu besar dan mewah sekali bahkan Gavin sedikit lupa dimana jalan pintu keluar.
Sesampainya di dapur, Pak Sapto berhenti dan berbalik.
"Mulai malam ini, kalian resmi kerja di sini. Kalau ada yang kalian nggak ngerti, tanya ke saya. Tapi ingat jangan sembarangan buka pintu atau laci. Rumah ini banyak rahasia. Salah langkah, kalian bisa hilang tanpa jejak"
Nada suara Pak Sapto yang terakhir membuat Gavin dan Darren merinding.
"Yasudah saya tinggal dulu kalian bisa membersihkan dapur ini"suruh pak Sapto.
"Gimana lin?uda bisa hack cctv blm?"tanya Darren lewat earpiece.
"Sebentar,keamananya ini berlapis kalian bersihkan saja dulu dapurnya"kata Selina.
"Hari ini kalian harus cari tahu dimana kamar tidru Jason dan ruang kerja pak Addison"jelas Selina.
"Apakah aman?"tanya Gavin sambil mengelap meja.
"Tenang hari ini,semua keluarga Addison tidak ada dirumah"jelas Selina.
"Masa gue detektif harus bersih bersih juga"gumam Gavin malas tetapi mau tak mau ia harus membersihkan dapur itu.
Darren membuka kran dan mulai mencuci piring kotor yang menumpuk di wastafel, sementara Gavin mengelap meja marmer yang mengkilap di dapur besar itu. Bunyi air yang mengalir berpadu dengan gesekan kain lap membuat suasana tampak normal, seolah mereka benar-benar pelayan baru. Untung saja selang beberapa menit terdengar suara Selina lewat earpiece.
"Yes,Berhasil Gue udah hack sistem CCTV rumah itu. Semua kamera udah ada di layar laptop gue sekarang" suara Selina terdengar bersemangat.
"Good job, Lin. Kalau gitu, kita bisa mulai sekarang" Darren melirik ke arah Gavin.
"Lin, tunjukin jalur aman. Kita harus mulai cari lokasi kamar Jason sama ruang kerja Addison" Gavin menaruh lap ke meja, lalu menoleh ke arah pintu dapur.
"Kalian harus hati hati ada dua pelayan kepercayaan Jason dan ayah jadi kalian jangan sampe ketahuan mereka"Jelas Jordan.
"Seperti apa wajahnya?"tanya Selina kepada Jordan yang duduk di sebelahnya.
Jordan mengeluarkan ponselnya laku memperlihatkan empat pelayan.
"Ini namanya bi mira,ini pak hendra,ini mas jaka dan terakhir mbah irna.ini adalah pelayan kepercayaan Jason dan ayah"Jason menunjuk nunjuk foto itu di depan Selina.
"Oke gue uda tahu siapa pelayan itu kalian terus ikutin intruksi gue aja"kata Selina.
"Baik,segera tunjukan lin"kata Darren.
"Dengerin gue dari dapur, keluar ke koridor belakang, terus belok kanan. Kamera di lorong itu udah gue matiin selama 10 menit. Jalan cepat, jangan lama-lama ada tiga pelayan disana" instruksi Selina dengan tenang.
Mereka berdua langsung bergerak, meninggalkan dapur yang kini bersih. Gavin berjalan lebih dulu, Darren menutup pintu dapur pelan agar tidak menimbulkan suara.
Koridor panjang yang mereka lalui diterangi lampu dinding dengan cahaya kekuningan. Lantainya dari marmer hitam berkilau, setiap langkah terdengar gema yang menegangkan. Di dinding tergantung potret keluarga Addison, termasuk Jason dengan tatapan tajam yang membuat Gavin merasa seolah diawasi meski itu hanya lukisan.
"Gila anjir fotonya aja serem banget,lebih serem dari setan"gumam Gavin bergidik ngeri.
"Lin, aman?" bisik Darren.
"Aman.Jalan terus, nanti di ujung lorong ada tangga menuju lantai dua. Di situ ada kamera, tapi gue bisa loop rekamannya selama kalian lewat,nah disana yang ada pelayannya kalian hati hati" jawab Selina.
Mereka melangkah cepat namun hati-hati. Begitu sampai di tangga, Darren memberi isyarat dengan tangannya karena ada dua penjaga yang sedang mengelap lantai, lalu mereka menaiki tangga perlahan.
Di lantai dua, suasana jauh lebih sunyi. Karpet tebal meredam suara langkah kaki, tapi aura mencekam semakin terasa. Pintu-pintu kamar berjajar di sepanjang lorong, semuanya tertutup rapat.
"Lin, mana kamar Jason?" tanya Gavin sambil menyapu pandangannya.
"Sebelah kiri lorong, pintu ketiga. Ada plat nama kecil di gagangnya, tapi jangan coba buka dulu. Cari ruang kerja Addison dulu, posisinya lebih ke ujung lorong kanan"
Darren mengangguk, lalu memberi tanda ke Gavin. Mereka bergerak menuju ujung lorong dengan napas tertahan. Saat melewati kamar Jason, Darren sempat melirik gagangnya benar ada plat kecil bertuliskan "Jason Addison."
Sesampainya di ujung lorong, mereka berhenti di depan sebuah pintu besar berwarna hitam dengan ukiran naga emas, jauh berbeda dari pintu kamar lain.
"Ini pasti ruang kerjanya," gumam Gavin lirih.
"Lin, confirm" Darren menyentuh earphonenya.
"Confirmed. Itu ruang kerja Addison. Tapi hati-hati, ada sistem pengunci tambahan. Gue belum bisa bypass dari sini" jelas Selina.
"Kode kuncinya 110500" kata Jordan memberi tahukan.
"Sudah bisa terbuka"kata Gavin.
"Di dalam aman kan Lin"tanya Darren lalu melangkah masuk.
"Aman,lo langsung ke laci ruangan itu ada beberapa data penting" kata Jordan menjelaskan.
Mohon dukunganya jangan lupa like dan komen karena satu like dan komen kalian berharga buat author❤️❤️❤️❤️