Pertempuran sengit di akhir musim kedua mengubah segalanya. Xander berhasil menundukkan Edward dan sekutunya, namun harga yang harus dibayar sangat mahal: darah, pengkhianatan, dan tumbangnya Evan Krest—sekutu terkuat yang selama ini menjadi sandaran kekuatannya.
Kini, di season ketiga, badai yang lebih besar mulai berhembus. Cincin takluk yang melilit jari para musuh lama hanyalah janji rapuh—di balik tunduk mereka, dendam masih menyala. Sementara itu, kekuatan asing dari luar negeri mulai bergerak, menjadikan Xander bukan hanya pewaris, tapi juga pion dalam permainan kekuasaan global yang berbahaya.
Mampukah Xander mempertahankan warisannya, melindungi orang-orang yang ia cintai, dan menjaga sisa-sisa kepercayaan sekutu yang tersisa? Ataukah ia justru akan tenggelam dalam lautan intrik yang tak berujung?
Pewaris Terhebat 3 menghadirkan drama yang lebih kelam, pertarungan yang lebih sengit, dan rahasia yang semakin mengejutkan.
SAKSIKAN TERUS HANYA DI PEWARIS TERHEBAT 3
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Ruby seperti tersambar petir di siang bolong. Perkataan Ezra tak ubahnya panah apai yang menusuk jantung dan membakar dirinya hingga tak bersisa. Ketakutannya selama ini akhirnya terbukti.
Ruby seperti tertarik pada masa-masa indahnya pernikahan dengan Ezra. Pria itu sangat baik dan perhatian padanya, termasuk pada putranya. Bahkan seluruh keluarga Blair menyambut dengan baik kehadirannya dan putranya dalam keluarga ini.
Selama ini, Ruby amat ketakutan jika kenyataan jika ia mengkhianati Ezra terbongkar ke permukaan. Ia bukan hanya menyakiti suaminya, tetapi juga keluarganya, termasuk putranya sendiri. Andai waktu bisa berputar kembali, ia tidak ingin semua ini terjadi.
Ezra mempererat pelukan pada Ruby, memejamkan mata kuat-kaut. Harga dirinya sebagai seorang pria begitu terluka. Akan tetapi, di saat yang sama ia mencintai Ruby dan anak kecil yang tertidur pulas di ranjang sembari memeluk robot mainan pemberiannya.
"A–apa yang kau katakan, Ezra?" Ruby menahan gugup sekuat mungkin, berusaha bersikap normal. "Edgard adalah putramu. Aku tidak mungkin mengkhianatimu."
Ruby menarik tubuhnya dari dekapan Ezra, tetapi pria itu justru semakin erat memeluknya. Ketakutan semakin tumbuh di hati Ruby dan tanpa terasa air matanya menetes.
"Ruby, aku sangat menyayangimu, begitupun dengan Edgard. Kalian berdua adalah penyempurna hidupmu. Tapi, kenapa kau menghianatiku, Ruby?"
Ruby memejamkan mata erat-erat. Ia berusaha melepaskan pelukan, tetapi dekapan Ezra tidak bisa ia singkirkan. "Ezra, aku–"
Ezra menahan suaranya agar tidak bergetar. "Aku selalu bertanya-tanya kenapa Edgard tidak mirip denganku saat kecil. Untuk itu, aku melakukan tes DNA. Aku hampir mati saat tahu jika Edgard bukanlah putraku. Aku tidak langsung menuduhmu mengkhianatiku. Aku pergi ke rumah sakit dan meminta beberapa berkas kelahiran Edgard dan bertanya pada dokter yang menangani kelahiran Edgard. Aku tidak menemukan satu kesalahan pun."
"Selama berhari-hari, aku terombang-ambing dalam ketidakpastian. Aku merasakan sakit ketika Edgard memanggilku 'ayah'. Aku merasakan sakit ketika hubungan kami semakin dekat meski akhirnya aku tahu jika Edgard bukan anakku."
Ruby menangis tanpa suara, memeluk Ezra dengan erat. Ia tidak merasakan kehangatan dari suaminya, tetapi rasa sakit yang mendalam.
"Ruby, kenapa kau membohongiku? Kenapa kau memberiku luka yang amat perih setelah aku memberikan semua cintaku padamu? Apa kesalahanku sampai kau melakukan hal ini padaku, Ruby?”
Ezra mengendurkan pelukan, ikut menangis menahan luka dan perih. Ia begitu terluka, tetapi di saat yang sama tak kuasa menyakiti Ruby.
Ezra mengepalkan tangan erat-erat, menatap kosong Ruby. Tatapannya menyorotkan rasa benci dan cinta yang saling bertarung.
Ruby langsung terjatuh, memeluk kaki Ezra. Ia tidak peduli lagi dengan harga dirinya sebagai anggota keluarga Ashcroft. Ia sudah mencintai Ezra dan tidak ingin kehilangan pria itu dari hidupnya.
Ezra mundur beberapa langkah. Ruby terus memeluk kakinya meski harus terseret. Ia memandang anak kecil di ranjang yang tengah tersenyum dalam tidurnya.
"Aku sungguh meminta maaf dengan seluruh harga diriku." Ruby memeluk kaki Ezra sangat erat. "Kau sangat pantas membenciku, tapi aku mohon jangan pernah membenci Edgard. Dia tidak bersalah sama sekali. Aku satu-satunya orang yang pantas mendapatkan hukuman."
Ezra menatap dingin Ruby. Ia mengenai wanita itu sebagai wanita kelas atas yang memiliki harga diri yang sangat tinggi. Banyak pria dari kalangan atas yang menginginkannya sebagai pendamping. Ia merasa sangat beruntung ketika Ruby menerima pinangannya sebagai seorang istri.
"Kau boleh memukuliku dan menghinaku sampai puas. Kau juga boleh mengusirku dari rumah." Ruby mendongak, menatap Ezra yang mengalihkan pandangannya darinya. "Tapi aku mohon jangan membenci Edgard. Aku mohon....”
"Lepaskan kakiku sebelum kau terluka, Ruby Ashcroft," ujar Ezra.
Ruby sontak tercekat, menahan napas akibat kegetiran dan rasa takut yang memuncak. Memanggil seorang wanita dengan nama keluarga aslinya di saat posisi wanita itu sudah menikah dan menggunakan nama keluarga suaminya bisa diartikan sebagai ucapan perpisahan dari seorang suami dalam kebudayaan Vistoria.
Ruby tak bisa membayangkan bagaimana reaksi ibu dan ayahnya saat tahu mengenai kabar ini, pun demikian dengan keluarga Blair. Ketegangan dan permusuhan tentu akan terjadi dan ia akan berada dalam tersangka utama.
Ruby memeluk kaki Ezra lebih kencang. "Aku tidak keberatan jika kau tidak memaafkanku, tapi aku mohon–"
"Siapa ayah Edgard?" tanya Ezra dingin.
Ruby menggigit bibirnya dengan kuat, memejamkan mata erat-erat. "Edward. Dia adalah ayah dari Edgard. Saat aku menikah denganmu, aku sudah mengandung anaknya."
"Jadi, kau menerima pinanganku bukan karena kau mencintaiku, tapi karena kau ingin mencari suamimu. Ternyata kau hanya menjadikanku pelarianmu saja, Ruby. Kau benar-benar menghinaku dan keluarga besarku."
Ruby memeluk kaki Ezra semakin erat. "Aku mengakui kesalahanku."
"Ayah, Ibu." Edgard terbangun, duduk dengan tatapan terkejut saat melihat Ruby memeluk kaki Ezra dengan erat.
Edgard turun dari kasur masih dengan robot di tangannya. "Apa kalian bertengkar?"
Ezra memejamkan mata erat-erat, tersenyum. Rasa sayangnya pada anak itu mengalahkan amarahnya. Ia menarik kakinya agar lepas dari Ruby, berjalan menuju Edgard.
"Kami sama sekali tidak bertengkar." Ezra memangku Edgard. "Kau tidak perlu khawatir, Edgard."
Edgard menatap Ruby yang masih terduduk di lantai. "Ibu, kau menangis?"
Ruby dengan cepat menyeka tangis, berdiri sembari tersenyum. "Tentu saja tidak."
"Aku melihat kakekmu sedang mengunjungi kakek buyutmu. Apa kau sudah bertemu dengannya?" Ezra keluar dari kamar, melirik dingin Ruby.
"Aku ingin bertemu dengan kakek."
Ruby menatap kepergian Ezra dan Edgard, kembali menangis, keluar dari kamar setelah membasuh wajah dan keadaannya siap. Ia melihat Sebastian tengah memangku Edgard.
Ruby berjalan mendekat, tetapi kepalanya mendadak sangat pusing. Langkahnya mulai limbung dan secara tiba-tiba ia tidak sadarkan diri.
"Ibu!" Edgard tiba-tiba berteriak ketika melihat Ruby terjatuh.
Edgard berlari setelah Sebastian menurunkannya. Ia menangis seraya menggoyang-goyangkan tubuh Ruby.
Ezra tercengang saat melihat Ruby. Ia akan sangat khawatir sebelumnya, tetapi saat ini ia justru merasa enggan untuk mendekat.
"Ezra, segera bantu Ruby," ujar Noah Blair.
Ezra dengan cepat memangku Ruby, membawa wanita itu ke kamar, dengan cepat memanggil seorang dokter.
"Ayah, apa Ibu akan baik-baik saja?" tanya Edgard cemas.
Ezra mengelus rambut Edgard. Amarah dan nuraninya tengah berperang hebat di dalam hati. Melihat anak kecil di dekatnya seketika mengingatkannya pada Edward. "Ibumu akan baik-baik saja."
Sebastian terdiam saat mengingat gerak-gerik Ruby dan Ezra tadi. Ia menduga jika rahasia mengenai Edgard yang merupakan putra dari Edward sudah diketahui oleh Ezra.
"Aku akan menunggu sampai dokter memeriksa keadaan Ruby," ujar Sebastian saat Bernard bertanya padanya.
Seorang dokter memasuki rumah, bergegas memeriksa Ruby. Ezra, Edgard, Noah Blair, dan beberapa anggota keluarga Blair menunggu di kamar, sedang Sebastian, Bernard, Darren, Kelly, pengawal lain menunggu di luar.
Dokter wanita tersenyum. "Selamat. Nona Ruby sedang mengandung dua bulan. Nona Ruby mengalami syok sehingga kehilangan kesadaran. Aku mohon tolong jaga dan perhatikan kondisi Nona Ruby."
Ezra terhenyak, menatap Ruby yang masih terbaring di ranjang. Ia terdiam saat Edgard berteriak bahagia karena akan mendapatkan
seorang adik.
Sebastian tersenyum, memilih pamit.
Di tempat berbeda, Edward baru mendapatkan kabar jika Leonel sukses melakukan operasi mata hingga keadaannya kembali bisa melihat.
bahkan ada keluarga yg sudah kalah tapi gak mau mengakui kekalahan.
Sungguh di luar prediksi pembaca..
Tetap semangat & sehat selalu Thorr...
livy sepupu larson