Caroline Damanik Dzansyana, hanya gadis malang berprofesi sebagai koki dessert di sebuah restoran Itali, dia diberatkan hidup karena harus membiayai rumah sakit ibu angkatnya yang koma selama satu tahun terakhir ini karena sebuah kecelakaan tragis.
Lalu, di suatu hari, dia dipertemukan dengan seorang wanita berwajah sama persis dengannya. Dia pikir, pertemuan itu hanyalah kebetulan belaka, tetapi wanita bernama Yuzdeline itu tidak berpikir demikian.
Yuzdeline menawarkan perjanjian gila untuk menggantikan posisinya sebagai istri dari pewaris Harmoine Diamond Group dengan bayaran fantastis—300 Milyar. Namun, Caroline menolak.
Suatu malam, takdir malah mempertemukan Caroline dengan Calvino—suami dari Yuzdeline dan menimbulkan kesalahpahaman, Calvino mengira jika Caroline adalah istrinya, sehingga dia menyeretnya masuk ke hidupnya.
Sejak saat itu, Caroline tidak pernah bisa kembali ke hidupnya. Bagaimanakah kisah selanjutnya? Apa yang akan Caroline lakukan untuk kembali ke hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Teriablackwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9—PPMITMC
HAPPY READING
_______________________________
Caroline menahan dirinya agar tak tertarik, dia membungkuk, lalu menjatuhkan dirinya dengan sengaja, sampai dia berjongkok, merengek gadis itu meminta untuk tak diseret dari sana.
"Aarght ...! Gak mau!" sentak Caroline menyentak tangannya dari genggaman Calvino.
Gadis itu merengek sambil menggelengkan wajah. "Anda salah Tuan, saya bukan istri Anda, saya hanya koki kecil yang mirip dengan istri Anda."
Calvino tidak percaya, lelaki itu berkacak pinggang seraya mendengkus dan diakhiri oleh tawa, gemas. "Came on Yuzdeline, kamu gak cocok bersikap manja seperti ini, biasanya juga kamu keras kepala."
Tapi ..., dia terlihat polos dan murni, cantik dan menggemaskan. Tapi, aku gak boleh terkecoh, bisa aja dia mengubah triknya demi perjanjian pernikahan yang dia bicarakan barusan. Batin Calvino melanjutkan apa yang ada dalam pikirannya.
Untuk ke sekian kalinya, orang baru memandangnya manja, Caroline memberang dan menendang kaki Calvino. "Bodo amat, bye!"
"Aarght ...."
Nyaris Calvino kehilangan wanita itu. Dengan cepat dia mengabaikan rasa sakit di kaki, mengejar Caroline yang berlari cepat melarikan diri darinya.
"Oh sh*t!" gertaknya agak bergumam.
Berlekas-lekas lelaki bertubuh tegap nan tinggi itu mengayun kaki mengejar istrinya, tak segan dia melilitkan lengan kekar itu di sekeliling pinggang kecil Caroline.
Seolah tubuh gadis itu tak begitu berat, dia memeluknya dari samping, kemudian dia ayunkan ke atas dan dia jatuhkan ke atas bahu lebarnya.
"Aarght ...! Lepaskan! Aarght ..., tolong! Tolong ...! Aku mau diculik lagi, tolong ...!" Memberontak gadis itu menggantung di bahu Calvino.
Tubuh Caroline melempai bagai kain di sana, dan Calvino tampak tidak kesulitan sama sekali, melangkah tanpa beban—berayun seakan membawa angin.
Meski Caroline memberontak. Berteriak serta memukul punggungnya, pria berambut hitam legam itu tetap tenang membawa gadis itu ke mobilnya.
"Ssstt ..., jangan berisik!" gertak Calvino menurunkan Caroline dengan lembut sampai memasuki mobil.
Tanpa menjedanya dengan apapun, lelaki itu segera memasangkan sabuk pengaman hingga tubuh Caroline mengerat di sana. Calvino menekan bahu sang istri ke sana.
Mendekatkan wajah tanpa menyisakan jarak meski seruas angin. "Gak ada hukum berlaku yang bisa menjerat seorang suami menculik istrinya yang kabur sudah satu minggu," bisiknya.
Napas berhembus lembut, menyebar ke tiap partikel kulit Caroline. "Ditambah ..., ini daerah sunyi."
"Ck, udah diem, kita pulang. Jangan banyak bertingkah lagi. Kamu pikir aku ada waktu untuk mengurusmu," decaknya di akhir.
Gadis bermata dessert itu mendengkus. Dia kesal, rasanya ingin sekali menelan hidup-hidup pria itu. "Arght ...." Frustasi gadis itu mengacak-acak rambutnya sendiri.
"Kemarin diculik istrinya, masa sekarang diculik suaminya, ih ...," geramnya membanting tubuh ke sisi dimana dia memunggungi kursi kemudi.
Caroline tak bisa kabur begitu saja, dia terjebak di mobil mewah itu. Pewaris Harmoine group terlalu cerdas, ketika lelaki itu meninggalkannya di sana, mobil telah terkunci rapat.
Sementara Calvino melenggang ke sisi lain dan masuk ke mobilnya. "Duduk diem, jangan memberontak lagi," tegurnya sesaat dia mendudukkan dirinya di atas kursi kemudi.
Perlahan namun tenang, Calvino menyalakan mesin mobil. Terlalu tenang mobil itu melaju, Caroline yang bersandar sambil menggerutu, tak sadar dia telah menjauh dari lokasinya.
Lalu, dia tersadar. Sorot matanya yang kosong menjawat pemandangan malam dengan pohon-pohon besar, bertabur tumbuhan kecil-kecil di sekeliling pohon itu, dihiasi oleh lampu Tumblr melingkar.
Seketika Caroline terhentak, bergerak cepat sampai kakinya naik ke jok. "Eh, eh, eh ..., apa ini, stop-stop ...!"" Kalang kabut gadis itu melempar tubuh ke hadapan Calvino.
"Mau bawa aku ke mana, hah?!" gerutu Caroline mengguncang bahu Calvino.
Baru beberapa detik gadis itu menganggap dirinya dekat dengan Calvino, detik berikutnya Caroline merasa kelancangannya bisa membuatnya dalam bahaya, bersih cepat dia mengangkat tangan dari bahu Calvino.
Dia tegang hingga debar dalam dada terasa bergemuruh. "Euh ..., maaf Tuan," katanya dengan tatapan bulat.
"Saya jelaskan," sambung gadis itu agak menghenyakkan dirinya ke sudut mobil.
"Eum," gumam Calvino seakan dia sedang menanggapi ocehan anak kecil.
Menganggap jika istrinya sedang berpura-pura atau apapun itu namanya, yang jelas Calvino masih dengan keyakinan dirinya, bahwa istrinya sedang marah, hingga sikapnya demikian.
Kemudi dibelokkan ke kanan, memasuki ruas jalan jantung kawasan paling elite. "Katakanlah, apa yang mau kamu jelaskan."
Huh!
Yuzdeline habis makan apa, sih? Sikapnya aneh banget, pake manggil aku dengan sebutan Tuan? Batin Calvino terkekeh gemas dengan sikap Caroline.
Di sisinya Caroline berusaha untuk tetap tenang, meski dia was-was dengan kelangsungan hidupnya saat ini, dia mengatur pola napas sampai terduduk tegang, berusaha untuk sopan.
Kaki dieratkan dan menyamping, sedang badan tetap menghadap pada Calvino. "Mungkin ini terdengar konyol, atau mungkin Anda akan menganggap saya hanya mengada-ada, tapi kenyataannya emang kayak gitu," terang Caroline berbelit-belit.
"Saya juga gak paham dan terkejut dengan pertemuan kami. Yang jelas saya bukan istri Anda, saya hanya koki dessert di restoran Itali yang terakhir kali Anda kunjungi," sambung Caroline masih belum membuka diri dengan sepenuhnya.
Semakin didengarkan, isi kepala Calvino berputar-putar, menebak-nebak apa yang sebenarnya ingin dikatakan oleh Caroline. "Jadi ...?" seru Calvino membawa mobil memasuki pekarangan luas nan megah mansion kediamannya.
"Intinya saya bukan Yuzdeline istri Anda, saya hanya wanita yang wajahnya kebetulan sangat mirip dengan istri Anda."
Konyol.
Calvino menghentak mobil ke depan, akibat rem diinjak secara mendadak. Ke-duanya terlempar ke depan, nyaris membentur dashboard, dengan sigap Calvino membentangkan tangan ke depan dada wanita di sisinya.
"Aarght ...!" Caroline menjerit, terkejut mobil yang berjalan semula tenang, mendadak melompat.
Pria bermata cinnamon itupun tidak bersalah. Dia hanya terkejut, pun menganggap bahwa pernyataan istrinya terlalu mengada-ada. "Sh*t!"
Plakk!
Tangan melayang dan secara sengaja menampar kemudi. "Kamu kalau mau bercanda inget waktu. Nyaris kita menabrak air mancur," gerutu Calvino menjeling, kesal pada istrinya.
Di sisi lain, Caroline cukup terkejut, keheranan dengan apa yang baru saja terjadi. "Sa-saya ..., gak bercanda," jawabnya sambil menggelengkan kepala, namun dia terbengong-bengong.
Calvino keluar dari mobil dengan menggerutu, dia mendengkus, membuang napasnya yang kasar, namun herannya, lelaki itu bukan marah yang seperti biasanya, sikap Caroline membuatnya menjadi sedikit longgar dan ringan tentunya.
Gadis bertubuh mungil itu berkelok, dengan sengaja dia dihadirkan pemandangan yang tak pernah dia temukan sebelumnya, ini di mana? Apakah istana? Atau gedung mewah yang sering dia lihat di televisi.
"What ...?" serunya mengernyit dengan aliran napas terpatah-patah.
Sebuah bangunan megah dengan cahaya terpancar di sekeliling bangunan itu, ia menjulang tinggi nampak gagah, pilar putihnya besar nan kokoh, atapnya membentang menyentuh langit.
Nuansa putih dan biru, serta ada samar-samar sentuhan cahaya putih memamerkan betapa megahnya bangunan itu, tidak sampai sana, Caroline lebih terpukau dengan air mancur kuda seberani dengan seorang patung peri bersayap menunggangi kuda bersayap dan bercula.
Bergerak sedikit, air mancur itu dikelilingi taman tropis tertata simetris. Garasi kaca transparan di sisi kanan menampilkan deretan mobil mewah layaknya pameran pribadi, sementara di sisi kiri terdapat jalur menuju kolam renang infinity yang seakan menyatu dengan langit.
"Wow! Kira-kira ini ..., bayar listriknya berapa juta?" celetuk Caroline tak lagi menggerutu meratapi nasibnya, "Di dalam rumah lampunya terpancar, di tambah di luar rumah, di sekelilingnya dilengkapi lampu taman dan air mancur ini juga ada lampunya, kayaknya," tandasnya.
Ekhem!
Deham Calvino di luar sana. Selepas membukakan pintu mobil, lelaki itu menyilangkan tangan depan dada. "Mau keluar sendiri, atau aku ci*m kamu dulu, baru kamu mau keluar, hm?"
To be continued ....
Moga aja Calvino gk kebablasan
nasib mu yuz, anyep bgt