Edgar dan Louna dituduh membuang bayi hasil hubungan mereka. Enggan berurusan dengan hukum, akhirnya Edgar memutuskan untuk menikahi Louna dan mengatakan bayi itu benar anak mereka.
Selayaknya mantan kekasih, hubungan mereka tidak selalu akur. Selalu diwarnai dengan pertengkaran oleh hal-hal kecil.
Ditambah mereka harus belajar menjadi orang tua yang baik untuk bayi yang baru mereka temukan.
Akankah pernikahan yang hanya sebuah kesepakatan itu berubah menjadi pernikahan yang membahagiakan untuk keduanya ?
Atau mereka akan tetap bertahan hanya untuk Cheri, si bayi yang menggemaskan itu.
Yuk ikuti kisahnya...!!
Setiap komen dan dukungan teman-teman sangat berharga untuk Author. Terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dibawa Ke Kantor Polisi
Mobil Polisi berhenti tepat di depan mobil Edgar. Dua orang Polisi turun dan menghampiri Louna dan Edgar yang masih berteduh di bawah pohon.
Louna berusaha berdiri meskipun kakinya masih terasa sakit. Ia ingin mengatakan kalau ia menemukan seorang bayi dan berharap Polisi bisa menemukan orang tuanya.
"Apa yang kalian lakukan disini ?" Tanya seorang Polisi.
Louna hampir membuka mulutnya untuk menjawab. Tapi Polisi yang satunya tidak memberinya kesempatan bicara.
"Kalian hendak membuang bayi ? Yang benar saja ? Mau enaknya saat sudah berbuah malah dibuang". Perkataan Polisi yang kedua benar-benar membuat Edgar dan Louna terkejut. Untuk beberapa saat mereka hanya diam tidak tau mau berkata apa.
"Pak bukan seperti itu. Kau salah paham". Bantah Louna setelah bisa mencerna ucapan Polisi itu.
"Lalu apa yang kalian lakukan di balik pohon yang gelap seperti ini ?" Tanya Polisi yang pertama.
"Pak, aku menemukan seorang bayi di halte sana. Dia sepertinya demam dan lapar. Aku berencana membawanya ke Kantor polisi di depan sana". Jelas Louna.
"Lalu apa yang kau lakukan ?" Polisi itu bertanya pada Edgar yang masih saja diam sambil berusaha menenangkan bayi itu yang mulai menangis.
"Aku baru saja tiba dan melihatnya berteduh. Aku berencana memberinya tumpangan agar tidak kehujanan". Jelas Edgar. Louna yang mendengarnya juga ikut membenarkan dengan mengangguk kan kepalanya.
"Itu hanya alasan yang biasa dipakai pasangan muda untuk membuang bayi mereka. Awalnya yang wanita berpura-pura menemukan bayi dan kemudian datanglah pria yang ingin memberi tumpangan. Bukankah begitu ?" Cemooh Polisi yang kedua seakan sudah hafal dengan kasus-kasus seperti ini.
"Tapi kami memang tidak membuang nya. Kami tidak mengenal nya". Louna sudah merasa panik karena dituduh yang tidak-tidak.
"Benar. Jangan sembarang menuduh kalau tidak ada buktinya". Geram Edgar.
"Bagaimana mendapatkan bukti kalau kalian pintar sekali beraksi di tempat yang tidak terjangkau cctv jalan".
"Sudahlah. Lebih baik ikut kami ke kantor dan hubungi keluarga kalian". Putus Polisi yang pertama.
Edgar dan Louna merasa keberatan. Mereka mencoba melawan tapi Polisi itu memaksa keduanya. Hingga akhirnya mau tidak mau Edgar, Louna dan bayi yang mereka temukan harus ikut ke Kantor polisi.
Disepanjang perjalanan Louna tidak berhenti mengomel. Menyalahkan Edgar yang tidak bisa berbuat apa-apa. Ia juga menyalahkan Edgar kenapa menghampiri nya.
"Kalau saja kau tidak menghampiriku, aku tidak akan terjatuh dan segera sampai ke Kantor polisi sebelum Polisi-polisi itu datang. Ini semua salah mu". Kata Louna frustasi. Apalagi bayi di gendongan nya masih juga tidak bisa diam.
"Kalau kau membawanya sendiri ke Kantor polisi apa menurutmu mereka akan percaya jika bukan kau ibunya ?" Edgar bertanya setengah mengejek.
Mendengar penjelasan dua orang saja para Polisi itu tidak percaya. Apalagi hanya seorang diri. Sudah pasti penjelasan Louna tidak akan diterima.
Tidak lama kemudian mereka sampai di Kantor Polisi. Perdebatan terjadi lagi antara Louna-Edgar dan beberapa Polisi. Mereka sungguh menganggap alasan Louna dan Edgar adalah alasan klasik yang sudah basi.
"Semua orang yang berniat membuang bayi mereka juga mengatakan hal yang sama. Lebih baik sekarang hubungi keluarga kalian suruh mereka datang kemari atau kalian akan bermalam disini". Putus Polisi yang memiliki pangkat. tinggi.
"Kalau kami tidak mau bagaimana ?" Tantang Edgar.
"Kau akan dikenakan pasal karena membuang darah dagingmu sendiri. Membuang bayi sama dengan menelantarkan hidup mereka. Kau bisa dipenjara bertahun-tahun dan denda yang sangat besar".
Akhirnya Edgar dan Louna memilih menghubungi keluarga mereka masing-masing. Karena mereka sudah tidak memiliki pilihan lain selain sakit kepala jika terus-menerus berdebat dengan para Polisi itu.
Edgar memilih menghubungi Mommy nya. Ia tidak peduli jika malam ini Mommy nya sedang memadu kasih dengan Daddy sambungnya.
Louna pun sama, ia juga menghubungi Mommy nya yang mungkin saja masih berada di Restoran keluarga.
"Nyonya, apa ASI mu belum keluar ? Lihatlah bayimu menangis kelaparan sejak tadi". Seorang Polisi wanita datang dan menyerahkan si bayi yang masih menangis.
"Aku tidak..." Rasanya ia sudah ti memiliki kata lagi untuk diucapkan.
"Berikan padaku". Edgar mengambil bayi itu dan menimang nya. Ia juga meminta pada Polisi itu untuk membelikan susu formula.
"Coba lihat, kau memang Daddy nya. Buktinya dia diam saat kau gendong". Ujar salah seorang Polisi yang merasa benar.
Edgar menarik napas panjang. Sama seperti Louna, rasanya ia juga kehabisan kata-kata. Jadi ia hanya diam.
Polisi datang membawa botol susu dan memberikannya pada si bayi.
Bersamaan dengan itu datanglah Nyonya Elise, Mommy nya Louna dan Nyonya Monik, Mommy nya Edgar.
Mereka sudah saling mengenal sejak lama. Sejak Edgar dan Louna menjadi sepasang kekasih di masa kuliah. Walaupun hubungan anak-anak mereka sudah putus di tengah jalan, tapi hubungan keduanya tetap berlanjut sebagai teman sosialita.
"Ada apa ini kenapa kau sampai berada di sini, Ed ?" Suara Nyonya Monik sudah terdengar bahkan sebelum melihat wajah Edgar.
"Louna ? Kau bersama dengan Edgar ? Apa yang kalian lakukan sampai berada di Kantor polisi ?" Nyonya Elise juga tak kalah hebohnya dengan teman nya itu.
Kedua wanita paruh baya yang masih cantik itu membelalakkan matanya saat melihat Edgar menggendong seorang bayi dan Louna yang memegangi botol susu yang sedang di minum oleh bayi itu.
"Apa mereka berdua mempunyai bayi ?"
"Tidak mungkin. Aku tidak tau kalau perut Louna membesar".
"Benar juga. Lagi pula kapan mereka melakukannya. Edgar kan baru tiba satu minggu yang lalu".
"Jadi itu anak siapa ya".
"Entahlah. Tapi mereka mirip keluarga kecil yang bahagia ".
Begitulah bisik-bisik dua wanita yang suka bergosip. Bukannya sedih dengan kasus yang menimpa anak-anaknya malah sibuk berasumsi sendiri.
"Nyonya, anak-anak kalian terciduk petugas saat akan membuang bayi mereka. Mereka akan terjerat hukum jika tidak mau mengurus nya. Masalahnya, kedua sama-sama mengelak dan tidak mau mengaku". Kata komandan itu.
Nyonya Elise dan Nyonya Monik saling bertatapan. Kemudian diam sejenak sebelum memberikan jawaban.
Dua wanita itu sepertinya sedang merencanakan sesuatu yang tidak baik menurut Louna dan Edgar.
"Apa yang mereka rencanakan. Semoga bukan sesuatu yang merugikanku". Kata Louna pelan yang masih bisa di dengar oleh Edgar.
"Lalu kau berharap aku yang dirugikan ? Begitu ?" Sahut Edgar. Louna hanya memutar bola matanya malas.
"Sebentar Pak Polisi, biarkan kami bicara dengan anak-anak kami. Kau tau lah, anak muda sekarang memang susah diberi tahu". Kata Nyonya Monik segera menarik Edgar yang masih menggendong bayi itu untuk bicara berdua.
Begitu pula Nyonya Elise, ia juga menuntun Louna ke sudut ruang untuk bicara empat mata.
..
Mohon dukungan sebanyak-banyaknya ya teman-teman 🫶
lanjut thor