NovelToon NovelToon
"Blade Of Ashenlight"

"Blade Of Ashenlight"

Status: sedang berlangsung
Genre:Dunia Lain
Popularitas:410
Nilai: 5
Nama Author: stells

Di tanah Averland, sebuah kerajaan tua yang digerogoti perang saudara, legenda kuno tentang Blade of Ashenlight kembali mengguncang dunia. Pedang itu diyakini ditempa dari api bintang dan hanya bisa diangkat oleh mereka yang berani menanggung beban kebenaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon stells, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Api Di Balik Kabut

Kabut turun lebih tebal dari biasanya malam itu. Arvendral bagian bawah terasa seperti tenggelam dalam lautan abu putih, menelan cahaya obor dan membuat langkah kaki bergema aneh di jalanan sempit.

Edrick berjalan di antara Selene dan Darius. Ketiganya baru saja keluar dari pasar malam, dan meski banyak mata tertuju pada mereka, tidak ada satupun yang cukup berani mendekat. Pedang Ashenlight di punggung Edrick tampak menyala samar, setiap denyut cahaya biru seperti detak jantung yang keras kepala.

“Udara tidak beres,” gumam Darius, matanya menyapu lorong. “Ini bukan kabut biasa.”

Selene mengangguk pelan. “Aku merasakannya juga. Kabut ini… hidup.”

 

Mereka berhenti di perempatan jalan. Dari dalam kabut, terdengar suara—seperti desahan panjang, bercampur bisikan patah-patah.

“...Edrick…”

Edrick menegang, tangannya refleks pada gagang pedang. “Kau dengar itu?”

Darius menghunus kapaknya. “Aku dengar. Dan aku tidak suka.”

Selene mengeluarkan belatinya. “Itu bukan suara manusia. Itu suara mereka.”

Dari kabut, bentuk hitam perlahan muncul: makhluk kurus tinggi, matanya merah menyala, mulutnya terbelah terlalu lebar. Bayangan. Tapi kali ini jumlahnya lebih dari satu. Belasan, lalu puluhan, merayap keluar dari dinding kabut seperti serangga lapar.

 

Edrick menarik Ashenlight, dan pedang itu langsung menyala terang. Kilatan birunya menembus kabut, membuat bayangan berdesis dan mundur sejenak.

“Dekat denganku!” teriaknya.

Makhluk-makhluk itu melompat sekaligus. Darius mengayunkan kapaknya, memecahkan tulang hitam makhluk pertama yang berani mendekat. Selene meluncur cepat, belati di tangannya menari, menusuk di antara sendi bayangan.

Edrick menebas, dan setiap tebasan Ashenlight membakar tubuh lawan dengan api biru, membuat kabut sejenak terbelah. Tapi jumlah mereka tidak berkurang. Untuk setiap bayangan yang jatuh, dua lagi muncul dari balik kabut.

Lorong kota berubah menjadi neraka kecil—teriakan, darah, dan cahaya biru yang beradu dengan gelap.

 

Dalam kekacauan itu, Ashenlight mulai bergetar lebih keras, seolah haus. Edrick merasakan aliran panas mengalir dari gagang pedang ke lengannya, naik ke dadanya, lalu ke matanya. Pandangannya berubah: kabut bukan lagi putih, melainkan penuh urat hitam yang berdenyut, seperti jaringan makhluk hidup.

Ia menjerit, menebas dengan kekuatan yang bukan sepenuhnya miliknya. Pedang itu membelah tiga bayangan sekaligus, lalu lima, lalu sepuluh. Api biru membakar lorong, menelan bahkan batu dan kayu.

Selene berteriak. “Edrick, hentikan! Kau membakar kota sendiri!”

Tapi ia nyaris tak mendengar. Suara bisikan di kabut makin keras, bercampur dengan degup darah di telinganya. Ashenlight menginginkan lebih, selalu lebih.

 

Tepukan keras menghantam bahunya. Darius, dengan sorot mata dingin, menahan lengannya.

“Lihat aku, anak Hale! Kau bukan pedang itu! Kau manusia, bukan obor liar!”

Edrick terhuyung, napasnya tersengal. Api biru padam sedikit, cukup untuk membuatnya sadar. Ia melihat sekeliling: rumah-rumah terbakar, rakyat kota bawah berlarian panik, sebagian terjebak di antara api dan bayangan.

Rasa bersalah menghantam dadanya. Ia hampir membunuh orang-orang yang seharusnya ia lindungi.

Dengan sisa tenaga, ia menundukkan pedang, memaksa api biru kembali ke bilah. Kabut berguncang, lalu pecah, menghilangkan makhluk-makhluk itu bersama bisikan mereka.

 

Lorong hancur, dan bau daging terbakar memenuhi udara. Orang-orang kota menatap Edrick dengan wajah pucat. Beberapa bersyukur ia menyelamatkan mereka dari bayangan, tapi lebih banyak yang ngeri pada api biru yang nyaris membakar mereka hidup-hidup.

Seorang lelaki tua berteriak, “Kau sama berbahayanya dengan makhluk itu!”

Wanita muda menggenggam anaknya, mundur ketakutan. “Api biru… itu kutukan!”

Edrick menunduk, tak sanggup membalas.

Darius menepuk bahunya. “Ini awalnya. Orang tidak akan melihatmu sebagai pahlawan, tapi sebagai ancaman. Itulah harga Ashenlight.”

Selene berdiri di sisinya, wajahnya muram. “Dan inilah alasan aku memperingatkanmu. Pedang itu tidak akan pernah menjadi sekutu tanpa syarat. Ia selalu menuntut sesuatu sebagai ganti.”

 

Di antara kerumunan yang kacau, satu pasang mata memperhatikan tanpa bersuara. Lyra, gadis kurus pembawa air yang kemarin mengintai, kini melihat lebih jelas dari dekat.

Ia melihat bukan hanya kekuatan Ashenlight, tapi juga ketakutan orang-orang. Dan ia tahu: rahasia ini, jika disampaikan pada bangsawan, akan memberinya emas cukup untuk hidup seumur hidup.

Tapi di hatinya, ada percikan lain. Percikan kecil, sama birunya dengan api di pedang itu.

 

Ketika api padam dan kabut tersapu angin, Edrick, Selene, dan Darius berjalan menjauh dari reruntuhan. Tak ada kata-kata lagi di antara mereka, hanya napas berat dan beban di bahu masing-masing.

Darius akhirnya membuka suara. “Kau sudah melihat sendiri. Pedang itu bisa membunuh musuhmu, tapi juga temanmu. Pilihannya sederhana: kendalikan, atau mati bersamanya.”

Selene menambahkan, lirih. “Atau biarkan orang lain mengendalikanmu. Bangsawan akan menawarkan perlindungan. Tapi kau akan jadi boneka.”

Edrick menggenggam gagang Ashenlight lebih erat. Dalam diam, ia tahu: malam ini ia telah menyalakan api yang tidak bisa dipadamkan. Api itu akan membakar jalan hidupnya, dan mungkin seluruh kota.

 

Di menara emas jauh di atas, laporan sudah sampai ke meja para bangsawan.

“Bayangan menyerang kota bawah.”

“Obor biru melawan mereka, tapi membakar rakyatnya sendiri.”

Lady Corvane kembali tersenyum tipis. “Sempurna. Biarkan rakyat takut. Api itu akan membakar pahlawannya sendiri sebelum kita perlu mengangkat pedang.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!