NovelToon NovelToon
TAK AKAN KUKEMBALI PADAMU

TAK AKAN KUKEMBALI PADAMU

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Janda / Cerai / Obsesi / Penyesalan Suami
Popularitas:7.8k
Nilai: 5
Nama Author: Archiemorarty

Lucia Davidson hidup dalam ilusi pernikahan yang indah hingga enam bulan kemudian semua kebenaran runtuh. Samuel, pria yang ia percaya sebagai suami sekaligus cintanya, ternyata hanya menikahinya demi balas dendam pada ayah Lucia. Dalam sekejap, ayah Lucia dipenjara hingga mengakhiri hidupnya, ibunya hancur lalu pergi meninggalkan Lucia, dan seluruh harta keluarganya direbut.

Ketika hidupnya sudah luluh lantak, Samuel bahkan tega menggugat cerai. Lucia jatuh ke titik terendah, sendirian, tanpa keluarga dan tanpa harta. Namun di tengah kehancuran itu, takdir memertemukan Lucia dengan Evan Williams, mantan pacar Lucia saat kuliah dulu.

Saat Lucia mulai menata hidupnya, bayangan masa lalu kembali menghantuinya. Samuel, sang mantan suami yang pernah menghancurkan segalanya, justru ingin kembali dengan mengatakan kalau Samuel tidak bisa hidup tanpa Lucia.

Apakah Lucia akan kembali pada Samuel atau dia memilih cinta lama yang terkubur?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 9. MARAH

"Evan?" suara Clara bergetar, namun di baliknya ada ketegasan. "Kau tidak bisa menghadapi ini sendirian. Samuel Davidson bukan hanya pria berbahaya dalam bisnis, tapi juga dalam cara dia memainkan hidup orang lain. Kita tahu reputasinya. Jika kau melawan secara langsung, kau bisa menyeret perusahaan ini ke dalam pusaran yang sama."

Evan mengangkat wajahnya, menatap Clara dengan sorot mata yang menusuk. "Apa kau pikir aku peduli pada semua itu sekarang? Perusahaan? Kontrak? Investor? Aku mendirikan semua ini bukan hanya untuk keuntungan semata. Kalian berdua tahu dengan jelas kenapa aku membangun perusahaan ini dengan susah payah, karena satu hal yaitu Lucy. Dia tidak pantas diperlakukan seperti sampah oleh pria itu."

Deren menatap sahabatnya dengan ekspresi yang sulit dibaca. "Aku tahu, bukan hanya kau saja yang peduli padanya, tapi aku dan Clara juga. Bahkan sejak dulu, ketika kita masih kuliah, ketika aku dan Clara dalam kesulitan besar dalam finansial, Lucia yang membantu sampai kami berdua lulus. Jika bukan karena Lucia aku dan Clara tidak akan berdiri di depanmu sebagai orang terhormat."

"Kita berjuang bersama membentuk perusahaan ini hanya karena ingin membebaskan Lucia dari belenggu keluarganya. Tapi sayang, kita terlambat. Kita bahkan tidak ada di sisi Lucia saat dia begitu membutuhkan orang untuk menemaninya. Kita tahu bagaimana kehidupan Lucia yang jauh dari kata kasih sayang dari orang tuanya padahal dia perempuan baik, luat biasa baik bahkan," ucap Clara yang terdengar seperti ingin menangis ketika membicarakan Lucia.

"Tapi, Evan, dengarkan aku, Samuel bukan lawan yang bisa dihadapi dengan amarah saja. Dia akan memutarbalikkan keadaan, dan kau tahu betul betapa kotor caranya bermain," kata Deren.

Evan berdiri, langkahnya menghentak lantai kayu. "Lalu apa yang harus kulakukan? Diam? Membiarkan Lucia terjebak dalam trauma yang ditinggalkan pria itu? Membiarkan dia berpura-pura kuat padahal setiap hari dia merasakan luka yang dalam?" Suaranya meninggi, hampir seperti raungan. "Aku melihat matanya, Deren. Aku melihat bagaimana dia berusaha tersenyum, tapi gagal. Senyumnya ... hilang. Dan aku tidak bisa menerima itu. Bahkan mendengar nama si brengsek itu saja sudah membuatnya gemetar ingin pingsan."

Keheningan kembali menggantung. Clara menghela napas panjang, lalu berjalan mendekati Evan. Ia menatap pria itu dalam-dalam, dengan mata yang penuh kesungguhan.

"Kalau begitu, jangan hancurkan dirimu sendiri dengan cara terburu-buru. Kita bisa melawan Samuel dengan cara yang lebih bijak. Kita punya kekuatan, Evan. Bukan hanya kau, bukan hanya aku atau Deren, kita bertiga. Sejak dulu, kita membangun semua ini bersama. Jangan kau pikir kau sendirian," kata Clara serius.

Evan menatap Clara, lalu Deren. Ada kilatan emosi yang menahan kata-katanya. Perlahan, rahangnya mengendur, meski api di matanya masih berkobar.

Deren menepuk bahu Evan dengan tegas. "Katakan padaku semua yang kau lihat. Aku ingin tahu, bagaimana kondisi Lucia sebenarnya."

Evan terdiam sejenak. Lalu ia kembali duduk, kali ini dengan tubuh yang sedikit merosot, seolah beban berat akhirnya menundukkannya.

"Dia tinggal di apartemen kecil, sederhana, jauh dari kehidupan mewah yang seharusnya bisa dia jalani. Dia bekerja di toko swalayan dua puluh empat jam. Aku melihat tangannya yang dulu halus, kini penuh dengan lelah. Dan yang lebih menyakitkan ... dia menjauhiku. Dia menolak setiap kali aku mencoba mendekat, seolah keberadaanku hanya akan menambah beban di pundaknya. Dia bukan menjauh karena aku mantannya, tapi seolah takut kalau ada orang lain menyusup masuk ke hidupnya."

Clara menunduk, menahan haru. Ia masih ingat betapa cerahnya Lucia dulu, dengan tawa ringan yang menular. Membayangkan wanita itu kini hidup dalam kesepian membuat hatinya ikut terluka.

"Lucia bukan tipe wanita yang mudah menyerah, jika dia memilih jalan itu, berarti luka yang ia alami benar-benar dalam. Bahkan ketika kedua orang tua Lucia semena-mena dan berbuat kasar pada Lucia, dia masih bisa tertawa dan santai. Tapi mendengar yang katakan kalau dia sampai seperti itu, artinya dia benar-benar hancur," ucap Clara.

Evan mengepalkan tangan. "Dan semua itu karena Samuel Davidson. Pria itu memanfaatkan pernikahannya hanya untuk membalas dendam. Aku tidak tahu secara detail apa yang terjadi di antara mereka, tapi dari cara Lucia menghindar, aku bisa merasakan bahwa dia pernah disakiti hingga ke titik terendah. Dia tidak lagi percaya pada siapa pun, bahkan pada dirinya sendiri."

Deren menghantam meja dengan kepalan tangannya. "Sialan! Aku selalu tahu Samuel kotor, tapi aku tidak menyangka dia akan serendah ini. Menikahi seorang wanita hanya untuk balas dendam? Itu bukan hanya kejam, itu ... biadab."

Clara mengangguk. "Dan yang lebih buruk, nama Samuel masih berdiri dengan gemilang di mata publik. Media selalu mengangkatnya sebagai pengusaha sukses, pria dengan visi besar, padahal di balik itu semua dia monster."

Ruangan kembali dipenuhi keheningan. Tiga sahabat itu tenggelam dalam pikiran masing-masing. Ada luka, amarah, dan tekad yang mulai bersemi.

Akhirnya, Evan bersuara, kali ini lebih tenang, tapi penuh ketegasan. "Aku tidak akan tinggal diam. Jika Samuel pikir dia bisa menghancurkan Lucia dan tetap berdiri di atas kejayaannya, maka dia salah besar. Aku akan membuat dunia tahu siapa Samuel Davidson sebenarnya."

Clara mengangguk mantap. "Kalau begitu, kita mulai dengan apa yang bisa kita lakukan. Aku akan mencari tahu semua tentang pernikahan mereka, dokumen hukum, saksi, apa pun yang bisa mengungkap kebusukan pria itu."

Deren menambahkan, "Dan aku akan memantau pergerakan Samuel di dunia bisnis. Jika dia punya rencana baru, kita bisa jadikan itu titik lemah untuk menjatuhkannya."

Evan menatap keduanya, untuk pertama kalinya hari itu, sebuah senyum samar muncul di wajahnya. Bukan senyum bahagia, melainkan senyum yang lahir dari solidaritas.

"Terima kasih. Aku tahu aku tidak bisa melakukannya sendirian," kata Evan tulus.

Clara mengibaskan tangannya. "Tentu saja tidak. Kau pikir sejak kapan kami membiarkanmu membuat keputusan bodoh seorang diri?"

Evan terkekeh lirih, meski nada getir masih melekat. Namun tawa singkat itu berhasil mencairkan ketegangan.

"Dengar, Evan," Deren kembali serius, "kau harus ingat, tujuan utama kita bukan hanya menjatuhkan Samuel. Tujuan kita adalah mengembalikan Lucia. Membuatnya percaya lagi pada dirinya sendiri, membuatnya kembali tersenyum. Jangan sampai kau kehilangan fokus. Hal pertama yanh kita lakukan adalah membangkitkan lagi diri Lucia."

Evan menunduk, kata-kata itu menusuk hatinya. Ia tahu, Deren benar. Membalas dendam pada Samuel memang penting, tapi jauh lebih penting baginya adalah mengembalikan Lucia, wanita yang diam-diam selalu menjadi pusat dunianya.

Matahari telah meninggi, cahaya hangatnya menembus kaca besar ruang kerja Evan, memantulkan kilau samar di meja mahoni. Namun, meski sinar itu menari indah di permukaan ruangan, suasana di dalam tetap terasa berat.

Clara duduk di kursi seberang Evan, buku catatan sudah terbuka di pangkuannya, pena siap menuliskan apa pun yang muncul. Deren bersandar di dinding, tangan terlipat, sorot matanya tajam seakan pikirannya berputar cepat.

"Aku tidak bisa berhenti memikirkan satu hal," Clara membuka percakapan. "Jika Samuel benar-benar menjadikan Lucia sebagai alat balas dendam, berarti ada motif yang lebih dalam. Kita tahu Samuel tidak pernah melakukan sesuatu tanpa alasan strategis. Evan, apakah Lucia pernah menyebutkan sesuatu? Mungkin petunjuk, atau kalimat samar?"

Evan menatap kosong ke arah jendela. Bayangan wajah Lucia kembali melintas di benaknya, wajah yang dulu cerah, kini redup bagai bunga yang layu di bawah hujan badai.

"Dia tidak banyak bicara tentang masa lalunya dengan Samuel. Setiap kali aku mencoba menggali, dia mengalihkan pembicaraan. Tapi ada satu hal ..." Evan berhenti sejenak, menimbang, lalu melanjutkan, "Lucia pernah mengatakan bahwa pernikahan mereka bukan sekadar kesalahan. Itu perangkap."

Clara mengerutkan kening. "Perangkap?"

"Ya." Evan mengangguk perlahan. "Dia menyebutkan bahwa Samuel datang dengan janji-janji manis, tapi di balik itu semua, ada rencana balas dendam terhadap keluarga Lucia. Aku tidak tahu detailnya, tapi jelas ... Lucia dipaksa menanggung sesuatu yang bahkan bukan kesalahannya."

Deren menghela napas panjang. "Itu masuk akal. Seperti yang kau tahu, ayah Lucia bukanlah pengusaha baik-baik dan suka melakukan cara kotor untuk mendapatkan keinginannya. Kemungkinan itu ada hubungannya. Dugaanku pasti berhubungan dengan keluarga Samuel sendiri."

"Jadi pernikahan itu hanya alat untuk membalas dendam masa lalu? Astaga, Evan, tidak heran Lucia tampak hancur. Dia mungkin menyalahkan dirinya sendiri, padahal sebenarnya dia hanya korban."

Evan mengepalkan tangan di atas meja. "Dan itulah yang membuatku marah. Bagaimana bisa pria sekejam itu menghancurkan seorang wanita yang tidak pernah berbuat salah padanya? Jika ingin balas dendam lakukan langsung pada yang bersangkutan, nikahi saja ayah Lucia dan balas dendam tanpa melibatkan Lucia yang tidak tahu apa-apa, Brengsek."

Keheningan menyelimuti ruangan lagi. Clara menunduk, menuliskan sesuatu di bukunya.

Deren menatap Evan lekat-lekat, lalu berkata, "Evan, kau sungguh masih mencintai Lucia, 'kan?"

Pertanyaan itu menggantung, seakan menghentikan aliran waktu.

Evan tidak langsung menjawab. Ia menunduk, menatap jemarinya yang kini bergetar samar. Perlahan ia bersandar, matanya terpejam. Saat ia kembali membuka mata, sorotnya tidak bisa menyembunyikan apa pun.

"Kau tahu dengan jelas jawabannya, Deren. Lucy adalah alasan aku membangun Luce Cooperation. Namanya ada di setiap sudut kehidupanku. Aku pergi dari hidupnya bukan untuk meninggalkannya saat lulus kuliah itu, tapi untuk mengumpulkan kekuatan agar aku bisa mengambil Lucy dari keluarganya yang jahat. Tapi setelah tahu apa yang Lucy alami, aku menyesal tidak membawanya pergi bersamaku dulu," jawab Evan.

"Kita tidak pernah tahu takdir seseorang, kita bukan cenayang," kata Clara.

Evan mengangguk, menutup matanya lagi lalu berkata, "Aku ingin mengembalikannya. Aku ingin melihat senyumnya lagi, mendengar tawanya, melihat matanya berbinar. Aku ingin membuktikan padanya bahwa tidak semua pria akan menyakitinya. Bahwa Lucy tidak sendirian. Akan kuberikan apa pun yang Lucy mau asal dia kembali tertawa seperti dulu."

Clara meletakkan pena, lalu mencondongkan tubuh. "Evan, dengarkan aku. Lucia mungkin terluka, tapi aku yakin hatinya belum mati. Wanita sekuat dia hanya butuh seseorang yang benar-benar ada di sisinya. Dan kali ini pastikan dia jadi milikmu."

Deren menambahkan, "Dan kau tidak perlu memikul semua ini sendiri. Ingat, kita bertiga. Jika Samuel ingin berperang, maka kita akan melawannya bersama. Tapi janji satu hal, Evan, jangan biarkan amarah membutakanmu. Jika kau jatuh dalam permainan kotor Samuel, maka kau akan kehilangan Lucia untuk kedua kalinya. Fokus kita adalah Lucia."

Evan menarik napas panjang, mencoba menyerap kekuatan dari kedua sahabatnya. Perlahan, ia mengangguk. Evan menatap ke luar jendela. Kota yang sibuk terbentang luas di hadapannya, tapi pikirannya hanya tertuju pada satu wajah. Senyum yang hilang, tatapan yang redup. Di balik kaca jendela itu, Evan berjanji dalam hati: Aku akan mengembalikanmu, Lucy. Aku akan menghapus semua luka yang dia tinggalkan, sekali pun harus menghadapi badai terburuk.

1
Ir
kemarin di cere, sekarang di cariin lagi, karep mu ki piye samsul hmm
Archiemorarty: Tahu, sebel kali sama si Samsul ini /Smug/
total 1 replies
Miss Typo
semoga apapun niat Samuel ke Lucia semua gagal total
Miss Typo
semangat Lucia
Ir
yeuhhh kocak, amnesia lu samsul
Archiemorarty: Hahaha 🤣
total 1 replies
Ir
kak aku baca Deren dari awal lidah ku belit bacanya Daren terus tauu
Archiemorarty: Awalnya namanya maunya Darren, malah takut aku hany kebelit nulisnya ntar 🤣
total 1 replies
Ma Em
Evan , Clara dan Derren tolong lindungi Lucia dari Samuel takut Samuel akan mencelakai Lucia.
Ariany Sudjana
benar kata Evand, jangan buru-buru untuk menghadapi Samuel, karena prioritas utama sekarang kondisinya Lucia, yang sangat terpuruk. untuk menghadapi Samuel harus dengan perhitungan matang
Archiemorarty: Benar, gitu2 si samsul itu ular licik
total 1 replies
Ir
seharus nya jangan takut Lucu injek aja lehernya si samsul, trus si Evan suruh pegangin
Archiemorarty: astaga, barbar sekali ya /Facepalm/
total 1 replies
Ma Em
Semangat Lucia sekarang sdh ada Evan yg akan melindungi dari siapa saja orang yg akan menyakitimu , jgn sampai kamu terpengaruh dgn hadirnya Samuel , biarkan dia menyesal akan bat dari perbuatannya sendiri , semoga Lucia dan Evan selalu bahagia .
Archiemorarty: Setuju itu /Determined/
total 1 replies
Ir
penyesalan itu emang datang nya di akhir samsul, kali di depan namanya pendaftaran 😆
Miss Typo
keluar dari RS nikah ya 😁
Ir
bucin terooooossss 😏
Archiemorarty: Cieee...iri cieeee /Chuckle/
total 1 replies
Miss Typo
berharap sih segera nikah mereka berdua 😁
Ir
nyari laki kaya Rion, Dante, Davian sama Evan di mana sih, laki² yg semua aku di rayakan di cintai secara ugal²an, yg mau berusaha keras untuk kesejahteraan wanita nya, bukan yg kita mulai sama² dari Nol terus 😌😌
Archiemorarty: Mereka ada kok..di dunia fiksi aja tapi /Cry/
total 1 replies
Ariany Sudjana
Evand benar Lucia, kamu tidak sendiri lagi, ada Evand yang jadi tameng.
Ir
ini kalo kata orang Indonesia, sakit perut bukannya priksa ke dokter malah cuma bilang magh kronis, magh kronis, mag kronis tok 😏
Archiemorarty: Sebel soalnya /Smug/
total 3 replies
Miss Typo
itu karna pola hidup Lucia selama ini kali ya, atau karna pikiran juga.
Alhamdulillah operasi berhasil, semoga Lucia cepat pulih
Archiemorarty: Betul sekali
total 1 replies
Miss Typo
apalagi ini thor,,, kenapa masalah blm juga usai, msh ada trs masalah dlm kehidupan Lucia, kpn Lucia akan bahagia bersama Evan? 😭
Miss Typo: huaaaaaa pasti aku nangis mulu bacanya 😭🫣
total 2 replies
Miss Typo
berharap secepatnya mereka berdua menikah 😁
Miss Typo
apakah mereka berdua akan sampai menikah suatu saat nanti?????
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!