Farraz Arasy seorang pemuda biasa tapi mempunyai kisah cinta yang nggak biasa. Dia bukan CEO, bukan direktur utama, bukan juga milyarder yang punya aset setinggi gunung Himalaya. Bukan! Dia hanya pemuda tampan rupawan menurut emak bapaknya yang tiba-tiba harus terikat dalam hubungan cinta tak beraturan karena terbongkarnya rahasia besar sang calon istri sebelum pernikahan mereka terjadi!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Viral dadakan
Sebelum berangkat sekolah, Zea menyempatkan diri untuk datang ke konveksi kecil milik suaminya. Lihatlah apa yang dilakukan Arraz dengan mesin jahit itu?! Lelaki itu bergaya bak teknisi mesin jahit aja. Ya, apalagi kalau bukan tentang mesin jahit Arraz mogok diajak kerja! Namanya juga beli barang second, kalau ada kejadian seperti ini, Arraz nggak kaget lagi. Sedikit banyak dia kuasai membongkar dan preteli mesin itu, masalah gimana nanti masangnya lagi itu urusan belakangan! Dia ini tim terima bongkar, nggak menerima pasang! Sungguh tukang merusak sejati!
"Ini mesin jahit atau printer zaman kerajaan Majapahit sih, mas?" gerutunya sambil mengintip gulungan benang yang nyangkut pada mesin itu.
Zea datang membawa dua cangkir teh hangat, kali ini memang cairan hangat beraroma teh yang dibawa. Dia sengaja nggak menambahkan gula ke dalamnya, karena terakhir dia memasukkan garam halus karena salah mengira jika garam dan gula itu sama. Setelah kejadian salah terka tersebut, Arraz ikut bergerak dengan memberi nama di setiap toples tempat penyimpanan gula, garam, penyedap rasa, lada dan kawan-kawannya. Semua di kasih nama biar dedek bojo nggak salah comot lagi!
Dengan gaya khas rumahan, kaos oblong milik Arraz dan celana pendek selutut, Zea ikut memperhatikan apa yang dikerjakan Arraz.
"Mas, itu benangnya nyangkut di masa lalu. Coba diputusin, biar nggak terjebak sama kenangan mantan mulu!"
Celoteh Zea membuat Arraz melirik sambil menoel hidung bangir Zea dengan cairan minyak mesin dari jarinya.
"Benangnya modelan mantan susah move on. Yo angel, dek." Ngajak ndagel? Dijabanin!
"Kayak siapa?" Zea sudah bersiap-siap pengen gigit tangan Arraz kalau jawab 'kayak aku.'
Pertanyaan menjebak. Kalau Arraz bilang 'kayak si Dewi', Zea pasti ngamuk karena mikir meski lagi sama Zea kok ya masih keinget istrinya yang lain. Cewek itu gampang baper, gampang cemburu, gampang emosi kalau udah membahas tentang hak miliknya! Jadi kudu pinter milih kata-kata yang sesuai untuk komunikasi, jangan asal mangap aja. Bahaya ya gaess ya!
"Makin manis deh kamu, mas perlu ke tempat mbak Fai buat periksa nggak sih dek? Takut kena diabetes lho aku." Huahaha, Arraz cari aman. Dia mengalihkan pembicaraan dengan cara elegan, spek suhu emang beda!
Untung saja Bu Tias datang di saat Zea mau menjawab ucapan Arraz. Ibu Zea ini datang membawa makanan untuk anak dan menantunya, dia baik banget. Tahu jika anaknya belum bisa mensejahterakan urusan perut suami, Bu Tias rajin datang ke rumah itu untuk mengantarkan makanan hasil olahan sendiri. Kadang juga ngajarin Zea agar nggak bego-bego banget tentang urusan perdapuran.
Mereka sarapan bersama. Sesekali obrolan ringan terjadi. Karena sudah pukul 06.20, Zea meminta Arraz untuk mengantar dirinya pergi sekolah.
"Buk, berangkat sekolah dulu ya buk." Pamit Zea sebelum masuk ke mobil.
"Iya. Sekolah yang bener. Jangan nakal, inget di rumah udah punya suami tampan rupawan." Ini Arraz yang menjawab. Bu Tias tertawa mendengar guyonan menantunya.
Zea menepuk lengan Arraz gemas. Ada ibunya, dia gengsi kalau mau nyubit atau melakukan penganiayaan lain pada suaminya. Jaim ceritanya ya Ze ya?
Meninggalkan rumah dan Bu Tias tetap di sana, Arraz menjalankan tugasnya sebagai suami yang baik, nganter Zea ke sekolah.
Sampai di sekolah, tak sengaja Arraz bertemu teman lamanya. Siapa? Tuh, bapak Maryono yang sering ngaku mirip Babang Park Seo Joon.
"Wah brother! Lama tak jumpa makin glowing aja. Gimana kabarnya, Ar?" Sambut Maryono mengajak salaman.
"Alhamdulillah baik. Lha kamu, lama nggak jumpa tambah makmur nih kayaknya? Perut sampai bertumpuk gitu sekarang." Ledek Arraz.
Maryono tertawa.
"Ini udah turun satu gram kemarin, napas dua menit malah nambah dua kilo." Keduanya tertawa.
Arraz mau pamit pulang, tapi Maryono menyelipkan amplop putih sewaktu kembali bersalaman.
"Apa ini? Nggak usah gini, Yon. Aku nggak segembel itu. Kamu lebih butuh, tapi sebelumnya makasih udah peduli sama aku." Tolak Arraz halus.
"Ini tuh harusnya aku kasih pas kamu nikahan dulu. Aku belum ngasih kamu amplop. Maaf ya, aku baru bisa ngasih sekarang. Aku mau ke rumah mu belum ada waktu. Sekolah kan ngadain ekstrakurikuler, aku jadi salah satu guru pembimbing. Tolong terima, Ar. Aku nggak bermaksud menghina, tapi ini wujud solidaritas ku sama kamu. Kita kenal lama, kamu sering bantu aku juga. Sering traktir kopi, beliin jajan anakku, ini nggak seberapa Ar. Tapi jangan lihat isinya.. karena emang setipis itu."
Mau terharu tapi Arraz malah tertawa. Ya gimana, punya teman kayak Maryono itu emang bikin jiwa awet muda.
Mereka berpisah dengan saling berjabat tangan, Arraz kembali pulang mari lah pulang.
Nah di sore harinya, ada notifikasi dari pelanggan pertama mereka namanya Nuuyz dari Jakarta. Dia memesan kaus bertuliskan:
'Tampang mu pas-pasan, tapi gaya hidup mu sungguh beban!'
Zea sampai ngakak membaca kaos bertuliskan kata-kata yang di request langsung dari customer pertamanya.
"Ini mau dibikinin sekarang mas? Kok lucu ya orang-orang itu, bisa nemu kata-kata nyeleneh gitu." Senyum Zea belum hilang.
"Ya dibikinin dek, kan emang itu tugas kita. Apapun request customer, kita hajar aja. Mungkin yang pesen kaos emang kreatif banget orangnya. Alhamdulillah, hari ini ada yang co produk kita ya. Mas kira bakal zonk kayak kemarin."
"Sabar ya.. pelan-pelan kita pasti bisa. Nggak ada yang instan kan mas? Kalau mau pinter kita harus belajar, kalau mau sukses kita harus kerja, usaha nggak akan mengkhianati hasil, mas." Zea mengusap tangan Arraz.
"Nice! Kamu benar. Makasih ya selalu dukung mas." Sambut Arraz tersenyum lembut.
Ketika Arraz sibuk dengan kaos pesanan pelanggan pertama, Zea diam-diam merekam kegiatan suaminya. Dia mengedit video itu kemudian. Dari suaminya membetulkan mesin jahit tadi pagi, sempat tertidur berbatal gulungan kain besar, tersenyum ke arah Zea sambil menunjuk kegagalannya ketika salah motong bahan, sampai ketika Arraz bilang..
'Harga diri laki-laki itu pas dia mau kerja, dek.. Semua hal baik akan datang sama kita kalau kita mau berusaha lebih keras dan nggak mudah menyerah! Intinya kita harus fokus sama tujuan bukan takut sama rintangan.'
Nah semua video itu Zea kumpulkan dan dijadikan kompilasi. Gadis itu menambahkan musik mellow dan judul : Pria sejati nggak bercerita... dia bergerak dan bekerja meski keluar dari zona nyamannya!
Demi menjaga privasi dan rahasia hubungannya dengan mas suami, Zea membuat akun baru lalu video itu dia upload di semua jejaring sosial. Video yang diunggah diberi tagar fyp biar viral, tak lupa mencantumkan akun milik Arraz yang dipakai untuk mempromosikan produk-produk hasil karyanya.
"Kalau ini gagal, palingan aku tinggal ganti nama akun jadi Bu RT. " bisiknya sebelum tidur.
Keesokan paginya, Arraz panik.
"Deeeek! HP mas kenapa bunyi kayak sirine ambulans?!"
Zea masih gosok gigi, menjawab dari kamar mandi, "Viral, Mas. Kamu terkenal sekarang." Cengiran itu nggak hilang dari wajah Zea.
"Heh, apa maksudnya dek?"
Arraz menatap layar ponselnya, ribuan komentar.
"Ini... Dek, kamu yang bikin semua ini?" Tanya Arraz penuh haru.
Serius dia sendiri aja nggak kepikiran buat video menyek-menyek kayak gitu. Lha si Zea Zea ini kok bisa punya ide sampai sana. Apa nggak luar biasa namanya?
Zea ikut membaca komentar netizen yang memenuhi video yang dia upload semalam.
'Eh, ini kan pak Arraz guru bahasa daerah aku! Ya ampyuuun liat video pak Arraz aku jadi banjir aer mata! Wajib order kaosnya ini sih!'
'Paling nggak bisa liat yang melow melow gini, huhuhuu.. si mas ini udah nikah belum sih? Sini mas sama aku aja. Aku nafkahin sampai bila-bilaaa'
'Kak, mau dong kaosnya. Beli kaos dapet kakaknya kan ya?'
'Aduuh ganteng banget sih mas, pesona mas mas Jawa emang mengerikan! Aku mau pesen kaosnya lima ya mas. Btw boleh minta follback nggak mas?'
"Buset dah, ini mereka pesen kaos tapi kok punya niat terselubung gini sih mas! Minta ditoyor bakiak pak haji nih!" Geram Zea gemas suaminya jadi incaran mata nakal netizen garanganwati.
Arraz hanya menanggapi dengan tawa lebar. Dia beruntung punya Zea, mendukungnya dengan doa dan usaha.
Dan tau lah ya, setelah video viral itu pesanan kaos Arraz meningkat pesat. Gudang belakang rumah jadi medan perang yang sesungguhnya.
Zea melabeli rak-rak dengan tulisan absurd...
Zona Panik : Untuk kaos yang belum disetrika.
Zona Harapan : Untuk kaos siap kirim.
Zona Patah Hati : Untuk kaos gagal sablon.
Lagi-lagi tangan Zea bergerak ke rak zona patah hati, "Mas! Ini sablonnya kebalik! Lihat deh, masa tulisan 'Semangat' jadi 'Tangames'?!"
Arraz bengong. "Berarti semangat dari dunia terbalik...?" Lalu tertawa setelahnya.
"Buset. Jokes bapak-bapak banget!" Zea geleng kepala.
Hari hari berikutnya, kesibukan Arraz masih terasa orderan meningkat secara signifikan. Tapi ya yang namanya usaha kan nggak mungkin jalan seperti kemauan kita terus ya kan? Terus terusan berada di atas juga nggak mungkin. Meroket secara dadakan eh di kesempatan lain malah dapet hantaman komentar pedas dari netizen yang kecewa atau marah sama produk yang dibuat Arraz.
'Kaosnya luntur, kayak kenangan sama mantan.'
'Padahal kualitas kainnya bagus, tapi sablonnya nggak rapi sama sekali! Males lah balik lagi ke toko ini. Sellernya menang tampang, kualitas produk nol!'
'Kaos lima puluh ribuan, bisa request kata-kata sendiri, awalnya ragu. Tapi nekat pesen juga, eh giliran barangnya dateng nggak sesuai ekspektasi sama sekali. Sorry mas, bintang satu untuk mu.'
Membaca semua komentar seperti itu membuat hati Zea berdenyut. Ada perasaan marah tapi nggak bisa dia sampaikan. Zea langsung stres.
"Kita nyablon pakai tinta apa sih mas?! Air hujan campur harapan?" Tebak Zea dengan nada kecewa.
"Itu.. Yang murah waktu itu lho dek, yang diskonan. Tintanya sih premium tapi dengan budget seadanya..” jawab Arraz lesu.
"Waduh mas.. Gagal. Kita gagal…" Ujar Zea menahan tangisnya. Dia tutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan.
Arraz duduk bersila di dekat Zea. Hanya mengembuskan nafas tanda kekecewaan yang sama seperti istrinya. Mesin jahit di sampingnya tampak ikut murung menyaksikan kegagalan pertama mereka.
Malamnya, Zea duduk di dapur sambil nyeduh mie. Dua cup untuk dia dan mas suami. Arraz terlihat sedih tapi yang lebih ingin dihibur adalah Zea. Ini gimana konsepnya?
"Dek. Panggil Arraz, wajahnya sayu.
"Dalem. Maem dulu mas, maaf cuma bisa buatin mie instan di cup kayak gini."
"Aku malu." Arraz menunduk sambil memaksakan senyum di wajahnya.
"Nggak apa-apa, mas. Orang yang malu berarti masih punya hati. Kata mas kita nggak boleh mudah menyerah kan? Jangan nyerah sekarang, aku mau lihat mas sukses. Bukan menunduk lesu gitu." Ungkap Zea menenangkan suaminya.
"Aku cuma takut semua ini hanya euforia, dek."
Zea memandangi wajah Arraz yang tampak lebih lelah dari biasanya.
"Mas.." Panggilnya pelan, "Kita nggak harus menang dalam segala hal, yang penting jangan kabur pas lagi diuji kayak gini. Semangat ya, aku di sini untuk mu."
Mereka makan dalam keheningan. Nggak seperti biasanya, malam ini hanya sedikit canda, sisanya hanya senyuman lesu sebagai pemanis sebelum tidur. Zea bisa tidur, nafasnya terdengar beraturan. Dia gunakan tangan Arraz sebagai bantalan. Sesekali bergumam tak jelas. Arraz mengusap rambut Zea agar istri kecilnya itu bisa kembali tidur pulas mengarungi mimpi indah.
Lalu Arraz? Siapa yang bisa tidur dalam kondisi hati seperti itu? Dia kembali membaca semua komentar di akun tiktok miliknya. Ada satu pesan masuk ketika dia ingin menaruh kembali ponselnya,
"Hai orang baik, kaos yang aku beli dari mu bikin aku bangun dari kasur setelah seminggu nggak keluar kamar. Makasih ya. Kata-kata penyemangat mu begitu nyata. 'Patah hati nggak bisa melunasi tagihan mu!'. Aku bahkan langsung tersenyum karena nya. Semoga usaha mu selalu diberi kelancaran."
Arraz membaca ulang pesan itu sampai tiga kali. Bibirnya perlahan tersenyum. Dia bangkit perlahan, nggak ingin gerakannya membuat Zea terbangun. Arraz menuju gudang belakang yang sudah berganti judul jadi konveksi mini. Langkahnya menuju meja sablon sekarang.
Karena merasa ada yang beda, kenyamanan tadi hilang entah kemana, Zea turut bangun membuka mata. Dia celingak-celinguk mencari keberadaan Arraz. Pintu kamar tertutup, masa iya Arraz ada di kolong tempat tidur?
Setelah berkeliling dalam rumah, Zea tahu jika Arraz berada di konveksi mini milik mereka. Zea mengikuti ke sana.
"Mas.. kok nggak tidur, ini udah tengah malem lho.. istirahat mas. Kerjanya besok lagi." Ucap Zea sambil mengucek mata.
"Lho kamu kok bangun, bobo lagi gih. Ini mas cuma mau ngecek ulang. Mau ganti semua tinta sablon ini dengan kualitas yang lebih bagus. Masalah kita ada di sablon dek, untuk kualitas jahitan dan bahan kaos sudah bagus." Terang Arraz menjelaskan.
"Ya Allah... Tapi ya nggak tengah malam gini juga kali mas.."
Mereka akhirnya ketiduran di konveksi mini, Arraz ada di dekat mesin jahit, Zea setia memeluk gulungan kain yang belum di potong.
Keesokan paginya, mereka bersiap untuk live lagi. Semangat pagi, pagi ku luar biasyaaaah yeeaay!!!
Arraz menatap kamera. Kali ini tanpa grogi. Kaos yang dikenakannya bertuliskan..
'Boleh jatuh, asal tahu caranya bangkit!'
"Selamat datang," katanya dengan suara mantap.
"Ini memang bukan toko besar. Tapi niat dan harapan kami besar pada usaha kami ini. Kalo kaosnya jelek, bilang aja. Kami menerima pengembalian barang asal ada video unboxing nya ya, kami ganti tanpa tambahan biaya apapun juga. Tapi kalau produk dari kami bikin kamu semangat, tolong di share juga ya. Kasih kami suntikan semangat. Kami butuh review jujur dari kalian. Terimakasih."
Di balik kamera, Zea menyisipkan snack ke mulutnya sambil senyum kecil.
"Mas, kamu makin ganteng kalau ngomong mode serius gitu!" Ucap Zea mengacungkan ibu jarinya ke arah Arraz.
Arraz bisa membaca gerak bibir istrinya dari balik posisi tempat dia melakukan live streaming.
"Beneran? Makin cinta kan ya?" Arraz berkata sambil komat-kamit.
"Bangeeeeet!" Zea memberikan tanda hati dengan jemari tangannya ke arah Arraz. Arraz terkekeh pelan.
Dan semua senyum dan tawa tertahannya terekam jelas di kamera ketika live streaming yang dia lakukan. Hari itu, live mereka ditonton seribu orang. Ada yang beli, ada juga yang hanya menyapa. Tapi semua terasa lebih hangat.
gek ndanh isoh yasinan mengko Willy Ben nyusul dekne juga jare ora ono umur dowo kan ben jodoh lah dikubur na sebelahan wae🤣🤣🤣🤣
apa setelah jengger ayam, terbitlah HIV?! 😱
aku udah was² aja klo mreka ninu²😣
rugi bgt kamu Ar klo smpe lakuin itu.. masa yg masih ori celup² ke bekasan sih😐
kamu masuk diantara masalah yg ada..
mana statusmu gak kuat pulak🤦🏻♀️
kirain Ar nikahin Dewi secara siri juga😣
cukup 3 part ajalah Thor zea sama arraz cuek cuekan jangan ada part selanjutnya
wah² tuh suster kena bwrapa bayarnya ya
sekali nya dibales bikin nyesek 😭😭😭