NovelToon NovelToon
Jodoh Tak Terduga D & D

Jodoh Tak Terduga D & D

Status: tamat
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Tamat
Popularitas:8.3k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Dewi Ayu Ningrat, gadis ningrat yang jauh dari citra ningrat, kabur dari rumah setelah tahu dirinya akan dijodohkan. Ia lari ke kota, mencari kehidupan mandiri, lalu bekerja di sebuah perusahaan besar. Dewi tidak tahu, bosnya yang dingin dan nyaris tanpa ekspresi itu adalah calon suaminya sendiri, Dewa Satria Wicaksono. Dewa menyadari siapa Dewi, tapi memilih mendekatinya dengan cara diam-diam, sambil menikmati tiap momen konyol dan keberanian gadis itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 26

[Pagi Hari – Ruang Tamu Rumah Dewi & Dewa]

Dewi duduk di sofa, tangannya mengusap perut dengan lembut. Di meja depannya, beberapa berkas hukum, laporan digital, dan amplop coklat menumpuk rapi—bukti yang sedang ia kumpulkan untuk membawa kasus sabotase Nadira ke meja hukum.

Namun belum sempat ia membuka laptop, ponselnya berdering.

 Naya: “Dew… kamu buka sosial media belum?”

Dewi segera mengecek. Matanya menajam.

Trending #KalaKitaPlagiat.

“Apa-apaan ini…” gumamnya.

Sebuah akun anonim dengan ribuan pengikut memposting gambar desain terbaru Kala Kita dan membandingkannya dengan koleksi musim lalu milik label luar negeri.

Dibuat seolah-olah Kala Kita mencuri ide.

Komennya pedas.

“Desainer lokal cuma bisa nyontek!”

“Ternyata pahlawan UMKM kita maling juga.”

“Pantes aja tenar, desainnya hasil jiplakan!”

Dewi terpaku. Tapi bukan karena takut. Melainkan... karena kecewa.

Pada manusia yang begitu cepat menilai tanpa tahu apa-apa.

 

[Studio Kala Kita – Siang Hari]

Rapat darurat digelar. Naya, Cika, dan tim hukum dari komunitas desainer ikut hadir.

Dewa berdiri di depan layar, memaparkan slide demi slide:

 “Desain yang mereka bilang plagiat… adalah desain asli Dewi dua tahun lalu. Tersimpan di harddisk internal kami dan sudah pernah diajukan paten desain. Kami punya bukti.”

 “Koleksi dari label luar itu, justru terbit enam bulan setelah Kala Kita mengunggah sketsa awal ke komunitas tertutup."

Dewi duduk di samping, diam. Tangannya di perut. Napasnya pendek. Perutnya terasa kencang.

Naya menyadari, lalu mendekat.

 “Dew, kamu kenapa? Perut kamu... kram ya?”

 “Iya… mungkin tegang aja.”

Dewa langsung menghampiri.

“Kamu pulang. Sekarang. Ini bukan debat. Aku dan Naya yang urus sisanya.”

 

[Sore Hari – Rumah Dewi & Dewa]

Dokter dipanggil ke rumah. Setelah pemeriksaan, dokter berkata,

 “Dewi harus bed rest total. Kalau tidak, janinnya bisa terancam.”

Semua terasa hening seketika.

Dewi menggenggam tangan Dewa. “Kalau aku diam, mereka menang. Mereka jatuhin kerja keras kita, harga diri kita—”

“Tapi kalau kamu jatuh, aku kehilangan segalanya,” sela Dewa.

“Dewi, kamu sudah berjuang cukup. Sekarang giliran aku yang berdiri.”

 

[Malam Hari – Konferensi Pers Kilat Kala Kita]

Dewa berdiri sendirian di podium. Ia mengenakan kemeja putih sederhana. Tidak ada latar brand mewah. Hanya papan sederhana bertuliskan:

“Kami tidak hanya menjahit kain. Kami merajut kebenaran.”

 “Hari ini, saya berdiri bukan hanya sebagai pendiri Kala Kita, tapi sebagai suami dari perempuan yang tak pernah menyerah. Yang difitnah. Yang dibenci. Tapi tetap berdiri tegak. Bagi kalian yang menuduh tanpa tahu, kami akan beri kesempatan untuk tahu.”

Ia menampilkan bukti digital paten desain, tanggal unggahan awal, dan pernyataan dari lembaga hak cipta lokal.

Pers hening. Lalu... satu demi satu tepuk tangan terdengar.

Di tempat lain, Nadira menyaksikan siaran langsung itu. Tangannya mengepal.

 “Dia tetap menang...” desisnya.

“Karena mereka melawan dengan kebenaran, bukan kekuasaan,” sahut suara lain.

Ternyata… Vania berdiri di belakangnya. Kali ini, tidak sebagai sekutu.

Ia telah menyerahkan semua bukti pelanggaran Nadira kepada pihak berwajib.

 “Permainanmu selesai, Nadira.”

 

[Di Rumah – Kamar Tidur Dewi & Dewa]

Dewi menonton siaran itu dari tempat tidurnya. Air matanya menetes.

Dewa masuk, membawa semangkuk bubur dan senyum tipis.

“Satu pertarungan selesai. Sekarang, waktunya fokus ke kamu dan anak kita.”

Dewi mengangguk.

“Kita menang bukan karena suara paling keras… tapi karena tak pernah berhenti percaya.”

Mereka saling menatap, penuh cinta dan lega.

Namun keduanya tahu—perjalanan belum selesai. Tapi kini, mereka siap.

Bersama.

[Rumah Dewi & Dewa – Subuh Hari]

Beberapa bulan berlalu, langit masih gelap ketika Dewi terbangun karena rasa nyeri luar biasa di perutnya. Keringat dingin membasahi pelipisnya. Nafasnya memburu.

 “Dewa...”

Dewa terbangun seketika. Dalam hitungan detik, ia sudah menggenggam tangan Dewi.

 “Kontraksi?”

“Kayaknya… sudah sering. Ini beda dari biasanya…”

Tanpa banyak kata, Dewa langsung menghubungi dokter dan mempersiapkan mobil. Pagi itu, bukan hanya langit yang mulai membuka hari—tapi kehidupan baru tengah menanti mereka di ujung waktu.

 

[Rumah Sakit – Ruang Bersalin]

Dewi menggenggam tangan Dewa erat-erat. Peluh bercucuran, napasnya berat, tapi matanya tetap menatap suaminya.

 “Kalau aku teriak, jangan takut, ya…” gumam Dewi dengan senyum lelah.

 “Teriak sekuatmu. Aku di sini. Kita bareng-bareng.”

Jam demi jam berlalu. Dokter memberi arahan. Suster bergantian masuk. Namun hanya Dewa yang tetap di sana—teguh, tak bergeming, seperti batu karang yang melindungi.

Dan ketika tangisan bayi pertama itu terdengar…

Air mata Dewa pecah.

Ia tidak menoleh ke mana pun. Hanya pada Dewi, yang kini terbaring lemah tapi tersenyum.

 “Anak kita…” bisiknya.

 “Lahir... saat fajar. Kayak harapan,” jawab Dewi pelan.

 

[Satu Minggu Kemudian – Rumah Mereka]

Anak mereka diberi nama Alya Saka

"Alya" artinya cahaya dari surga, dan "Saka" adalah tiang—penguat rumah.

Di rumah kecil yang dulu mereka bangun dengan tangan, suara tangis bayi kini bergema lembut. Tidak lagi sunyi. Tidak lagi penuh kekhawatiran.

Di dinding ruang tamu, tergantung bingkai kecil bertuliskan:

ala Kita – Berdua, Kita Bisa Apapun.

 

[Epilog – Tiga Bulan Kemudian]

Kala Kita semakin dikenal. Tak hanya sebagai brand fashion, tapi gerakan sosial yang mengangkat perempuan pengrajin dari desa ke dunia digital.

Dewi mulai bekerja lagi perlahan, sesekali ikut video meeting dengan Alya di pangkuannya.

Dewa tetap mendampingi. Tak seambisius dulu, tapi lebih utuh.

Pada akhirnya, cinta yang mereka perjuangkan bukan cinta mewah, bukan pula cinta sempurna—melainkan cinta yang tumbuh karena keberanian. Karena memilih untuk terus berdiri meski dihantam badai.

Karena dalam dunia ini, tak ada yang lebih kuat dari dua orang yang saling memilih—meski semesta menentang.

 

TAMAT

🌿 Kala Kita — Sebuah cerita tentang dua jiwa yang kabur dari takdir, lalu menciptakan takdir baru dengan cinta dan perjuangan.

“Cinta sejati tidak datang karena nama keluarga, harta, atau status. Ia hadir saat dua orang berani memilih satu sama lain... meski semesta menentang.”

1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒌𝒆𝒓𝒆𝒏𝒏𝒏𝒏𝒏𝒏𝒏𝒏𝒏𝒏 𝑻𝒉𝒐𝒓 𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂𝒎𝒖 𝒏𝒈𝒆𝒏𝒂 𝒃𝒂𝒏𝒈𝒆𝒕 𝒌𝒆 𝒉𝒂𝒕𝒊 👍👍👍👏👏👏😍😍😍😘😘😘
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒄𝒆𝒓𝒊𝒕𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒏𝒈𝒆𝒏𝒂 𝒃𝒂𝒏𝒈𝒆𝒕 𝒏𝒊𝒉 👍👍👏👏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑨𝒏𝒅𝒊𝒆𝒏 𝒎𝒖𝒔𝒖𝒉 𝒅𝒍𝒎 𝒔𝒆𝒍𝒊𝒎𝒖𝒕 😤😤
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑵𝒂𝒅𝒊𝒓𝒂 𝒈𝒂𝒌 𝒌𝒂𝒍𝒐𝒌
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓𝒏𝒚𝒂 𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 𝒅𝒂𝒉 𝒋𝒈 👏👏👏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 𝒔𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒄𝒂𝒓𝒊 𝒍𝒂𝒘𝒂𝒏 😏😏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒕𝒆𝒓𝒏𝒚𝒂𝒕𝒂 𝒔𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒊𝒕𝒖
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒂𝒅𝒂 𝒎𝒂𝒔𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒂𝒑𝒂 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝑮𝒊𝒍𝒂𝒏𝒈 🤔🤔
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒎𝒆𝒓𝒆𝒌𝒂 𝒃𝒍𝒎 𝒏𝒊𝒌𝒂𝒉 𝒌𝒂𝒏 𝒕𝒑 𝒌𝒐𝒌 𝑫𝒆𝒘𝒊 𝒃𝒊𝒍𝒂𝒏𝒈𝒏𝒚𝒂 𝑫𝒆𝒘𝒂 𝒔𝒖𝒂𝒎𝒊𝒌𝒖 🤔🤔
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒐𝒓𝒕𝒖𝒏𝒚𝒂 𝑫𝒆𝒘𝒊 𝒎𝒂𝒏𝒂 𝒌𝒐𝒌 𝒈𝒂𝒌 𝒏𝒆𝒏𝒈𝒐𝒌 𝑫𝒆𝒘𝒊 𝒔𝒊𝒉 🤔🤔
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒈𝒐𝒐𝒅 𝒋𝒐𝒃 𝑫𝒆𝒘𝒊 👍👍👏👏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒔𝒚𝒖𝒌𝒖𝒓𝒍𝒂𝒉 𝑫𝒆𝒘𝒂 𝒕𝒐𝒍𝒂𝒌
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒋𝒏𝒈𝒏 𝒎𝒆𝒏𝒚𝒆𝒓𝒂𝒉
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒂𝒅𝒂 𝒚𝒂 𝒊𝒃𝒖 𝒌𝒂𝒏𝒅𝒖𝒏𝒈 𝒋𝒂𝒉𝒂𝒕 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒂𝒏𝒂𝒌𝒏𝒚𝒂 😏😏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒌𝒆𝒏𝒂𝒑𝒂 𝑫𝒆𝒘𝒂 𝒈𝒂𝒌 𝒏𝒈𝒐𝒎𝒐𝒏𝒈 𝒑𝒂𝒔 𝒂𝒅𝒂 𝒘𝒂𝒓𝒕𝒂𝒘𝒂𝒏 𝒚𝒂 😏😏 𝒌𝒐𝒌 𝒄𝒖𝒎𝒂 𝑫𝒆𝒘𝒊 𝒂𝒋𝒂 𝒉𝒓𝒔𝒏𝒚𝒂 𝒌𝒂𝒏 𝑫𝒆𝒘𝒂 𝒋𝒈 𝒏𝒐𝒏𝒈𝒐𝒍
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒔𝒆𝒎𝒐𝒈𝒂 𝒔𝒖𝒌𝒔𝒆𝒔 𝑫𝒆𝒘𝒂 𝒅𝒂𝒏 𝑫𝒆𝒘𝒊 😍😍
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒎𝒂𝒏𝒕𝒂𝒑 𝑫𝒆𝒘𝒊 𝒌𝒆𝒓𝒆𝒏𝒏𝒏𝒏𝒏 👍👍👍
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑵𝒂𝒅𝒊𝒏𝒆 𝒍𝒊𝒄𝒊𝒌 𝒋𝒈 𝒚𝒂 😏😏
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝑳𝑫𝑹 𝒅𝒐𝒏𝒌 😅😅
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝒔𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒑𝒂𝒉𝒂𝒎 𝒏𝒊𝒉
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!