Di jebak oleh sahabatnya sendiri?
Setelah melewati malam panas dengan Jenderal Hang, Jie Xieye mengandung anak dari suami sahabatnya sendiri —Hang Tianyu.
***
Tak kunjung hamil, membuat Le Chieli frustasi, karena selalu mendapat tekanan dari keluarga Hang. Hingga, kemudian ia menjebak suami dan sahabatnya sendiri.
Namun, yang tidak Le Chieli ketahui, jika dia telah menghancurkan kehidupan sahabatnya.
Ini bukan hanya tentang menjadi selir terabaikan, tapi juga tentang cinta dari musuh suaminya.
Lantas, bagaimana kehidupan Jie Xieye sebagai selir tak di anggap?
Follow akun Author.
ig: bella_bungloon
fb : XCheryy Bella
TIDAK SUKA BISA DI SKIP YA KAKAK-KAKAK ^^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bella Bungloon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 24
Malam semakin larut, namun lentera di Paviliun Peony masih menyala. Termasuk lentera minyak di sudut kamar Jie Xieye, cahayanya tampak bergetar di atas wajah wanita itu yang sedang duduk bersila di depan sebuah meja rendah.
Jemari lentik itu kembali terulur, memegang sebuah kuas, dan menggoreskan tinta hitam tersebut ke permukaan gulungan kertas di depannya.
Keringat dingin mulai membasahi pelipis nya, dengan jemari yang mulai bergetar. Namun tetap ia tahan. Sudah dua salinan ia selesaikan, hanya tinggal satu salinan saja. Tapi dia juga manusia biasa, bisa merasakan lelah dan mengantuk.
"Anda sudah lelah Nyonya, lebih baik beristirahat." Ucap Xhin merasa khawatir.
Jie Xieye mengangkat wajahnya, menatap lembut ke arah para bawahannya, dan terakhir melirik sekilas ke arah kepala pelayan.
"Aku baik-baik saja, jangan khawatir. Di mana Rongyi? Tinta ini sudah habis."
Sebelum ada yang menjawab, sebuah ketukan lembut terdengar. Setelahnya seorang gadis muda muncul dengan nampan membawa beberapa wadah berisi tinta.
"Maaf, Nyonya... Ini tinta yang baru." Ujar gadis muda itu sembari meletakkan tinta-tinta itu depan meja rendah di depan Jie Xieye, dan mengambil wadah tinta yang sudah habis dan beberapa mengering.
"Terima kasih, Rongyi...." Ucap Jie Xieye tersenyum lembut.
Rongyi mulai berkaca-kaca, apalagi saat melihat wajah lelah sang nyonya. Lingkaran hitam bahkan muncul di bawah kantung mata wanita cantik itu, kulitnya yang biasanya kemerah-merahan kini pucat seperti mayat hidup.
"Nyonya, setidaknya beristirahatlah sebentar," ucap Rongyi dengan sorot mata berkaca-kaca. "Anda sedang mengandung, Nyonya...."
Jie Xieye hanya melirik sekilas. Senyum tipis menggantung di bibirnya."Tak apa, Rongyi. Aku hanya menulis, bukan mengangkat pedang
Meski demikian, tubuhnya tidak bisa berbohong jika ia sudah sangat lelah, apalagi perutnya yang mulai terasa kram.
Menahan napas sejenak, Jie Xieye mengusap perlahan perutnya yang mulai terasa membuncit. "Bertahanlah, Nak... Ini demi harga diri kita."
...
Waktu terus berjalan, mengalir seperti sungai pegunungan. Tak terasa beberapa jam lagi fajar akan tiba.
Masih di Paviliun Peony, tampak Jie Xieye, wanita itu memejamkan matanya sembari menahan napas. Perlahan, jari-jarinya yang telah penuh oleh noda tinta, meletakkan kuas dengan pelan.
Namun, belum sempat ia beristirahat, suara kepala pelayan kembali terdengar.
"Sesuai perintah Jenderal Agung, setelah menyelesaikan salinan kitab, Anda harus menghadap tembok untuk merenung."
Ucapan wanita tua itu tentu membuat Wuxi dan yang lainnya marah. Mereka melangkah serentak menghampiri wanita tersebut.
"Apakah kalian sudah kehilangan nurani?" Geram Wuxi mengepalkan tangannya kuat. "Nyonya kami sudah menyelesaikan tiga salinan nya, tubuhnya jelas lelah!"
Rongyi yang berdiri di samping Wuxi mengangguk cepat. "Itu benar, Jenderal Agung tidak mungkin memaksa Nyonya kami yang sedang mengandung anaknya."
Wanita paruh baya itu hanya menghela nafas kasar. "Hamba hanya menjalankan perintah Jenderal Agung." Jawabannya dengan wajah tanpa ekpresi.
"Aku baik-baik saja, kalian jangan menyalahkan kepala pelayan." Ucap Jie Xieye sembari bangun berdiri. Senyumnya miring menghiasi wajahnya yang terlihat lelah.
"Aku akan menyelesaikan ini semua, hanya tiga jam saja bukan?"
Kepal pelayan mengangguk, membenarkan. Jie Xieye kemudian melangkah menuju sudut Paviliun.
Wanita itu berdiri di depan sebuah tembok batu giok, menatapnya sejenak dan lalu memejamkan mata. Bibirnya perlahan gemetar, pertanyaan-pertanyaan dari bawahannya ia abaikan.
"Aku akan menyelesaikan ini semuanya. Bukan karena aku memang bersalah, tapi karena aku ingin membuktikan padanya, jika aku masih berdiri tegak, di saat dia dan dunia menekan tanpa alasan."
Setelah mengatakan itu, Jie Xieye mulai berlutut menghadap tembok dengan membelakangi semua orang.
Dalam keheningan itu, air matanya perlahan jatuh tanpa seizinnya, tangannya gemetar, dadanya terasa sesak.
"Ibu baik-baik saja, Nak. Bertahanlah...."
...***...
Fajar mulai menyingsing, burung-burung mulai berkicau. Dan tubuh Jie Xieye, yang telah melewati malam tanpa tidur, akhirnya limbung dan roboh ke atas lantai giok.
“NYONYA!” jerit Rongyi dan yang lainnya.
Mereka segera menghampiri Nyonya mereka dan menopang tubuhnya. Ia nyaris tak sadarkan diri, dengan keringat dingin membasahi leher dan pelipisnya, bahkan kulitnya pucat seperti salju.
“Aku akan pergi dan membawa tabib kemari!” seru Fu bersiap untuk pergi.
Namun, dengan sisa tenaga Jie Xieye menggenggam lengan baju pemuda itu.
"Tidak perlu...." Lirih wanita itu.
Dengan bantuan Wuxi dan Xhin, ia kembali berdiri. Sorot matanya menatap kepala pelayan yang juga sedang menatapnya khawatir.
"Kepala pelayan, hukumanku sudah selesai, bukan?”
Wanita paruh baya itu mengangguk. "Benar."
Jie Xieye tersenyum miring. "Kalau begitu, aku akan keluar.”
Namun belum sempat ia melangkah, Kepala pelayan menahan nya. Wanita paruh baya itu meminta nya untuk beristirahat. Jie Xieye awalnya ingin berontak, tapi melihat kekhawatiran di wajah anak buahnya, ia mengangguk pelan dan melangkah menuju ranjangnya.
Kepala pelayan juga izin untuk meninggalkan paviliun Peony.
Setelah memastikan kepala pelayan pergi, Jie Xieye kembali bangkit dan berjalan menuju sebuah lemari kayu kecil, dari dalam sana ia mengeluarkan sebuah botol kecil berisi ramuan herbal buatannya sendiri, kemudian ia meminumnya.
"Nyonya..."
Jie Xieye menatap lembut ke arah Rongyi, ia mengangguk memberi isyarat jika dia baik-baik saja.
"Aku akan pergi menemui Jenderal Hang, dan tidak ada yang bisa mencegah ku."
Wuxi ingin memprotes, tapi Jie Xieye mengangkat jari telunjuknya. "Aku akan menemuinya."
...***...
[Gerbang utama kediaman Hang]
Seorang pemuda tampan terlihat memasuki gerbang utama kediaman agung itu. Jubah putihnya menjuntai hingga menyapu ubin. Sebuah kipas lipat berukir seekor burung di selipkan di pinggangnya.
Para penjaga yang tidak asing dengan sosok itu segera membungkuk memberi salam hormat.
Cao Xiao, seorang bangsawan muda dari keluarga Cao itu tersenyum riang ke arah para penjaga. Pandangan pemuda itu terus menelusuri tiap sudut kediaman Hang yang luas dan megah.
Seingatnya, dia sudah satu bulan tidak mengunjungi kediaman sahabatnya itu.
Langkah pemuda itu lalu terhenti sejenak di atas jembatan melengkung. "Dengar-dengar Tianyu mengangkat selir… tidak ku sangka dia akan menelan ludahnya sendiri. Sudah aku katakan, di dunia ini pria yang paling setia hanyalah aku— Cao Xiao, sayangnya belum ada wanita yang beruntung mendapatkan ku."
Tertawa pelan, kemudian dalam kejauhan, matanya memicing tajam memperhatikan sebuah keributan samar dari arah Paviliun Peony. "Bukankah Paviliun itu kosong? Sudah lah."
Tidak mau ambil pusing, pemuda itu kembali melangkah, menuju tempat yang ia yakini sosok yang ia cari ada di sana.
...
[Ruang Kerja Jenderal Hang]
Dan benar saja, baru ia membuka pintu ruangan tersebut, aroma tinta dan debu laporan menyambut inderanya. Di balik meja kayu besar itu, sosok yang ia cari tampak membungkuk memeriksa dokumen.
Hang Tianyu —meski ekpresi yang pria itu pasang terlihat tegas dan tajam. Jelas tidak bisa menyembunyikan sorot kelelahan nya, apalagi lingkaran gelap di bawah kelopak matanya.
Cao Xiao yang melihat sosok sahabatnya itu, langsung melangkah mendekati dengan sedikit bersiul. "Astaga… apakah memiliki dua wanita membuatmu tidak bisa tidur? Tentu saja bukan, kau pasti kelelahan karena terlalu sibuk bersenang-senang dengan mereka."
Hang Tianyu hanya melirik malas Cao Xiao, sama sekali tidak tertarik membalas lelucon itu. "Apa yang membawamu kemari?"
Cao Xiao sedikit memanyunkan bibirnya, Hang Tianyu memang tidak bisa di ajak bercanda. Tapi apa yang ia katakan juga bukan sebuah lelucon.
"Aku hanya datang untuk mengingatkan, jika sore ini kita akan ke Desa Jinniang."
Mendengar itu, Hang Tianyu hanya mengangguk sembari kembali fokus pada laporannya. Namun, Cao Xiao kembali berkicau, kali ini membuatnya memutar badan menatap pemuda itu.
"Apa maksudmu, Xiao?"
“Aku mendapat kabar jika toko senjata milik keluarga Ru kini tidak lagi dikelola oleh nyonya Ru."
Wajah Hang Tianyu bertambah gelap. Ia mencekram gulungan di tangannya. Tapi kemudian ia meletakkan gulungan tersebut dan menghembuskan napasnya berat.
"Apa ada hal lainnya?"
Cao Xiao mengangguk, ia membuka lipatan jubah bagian dalamnya dan mengeluarkan sesuatu, sebuah topeng rubah berwarna perak, ia kemudian menyerahkannya ke Hang Tianyu.
"Aku menemukannya di atas atap rumahku."
"Apa yang di inginkan sosok rubah bertopeng itu di kediaman Cao?" Gumam Hang Tianyu pelan, tapi masih dapat di dengar Cao Xiao.
Cao Xiao hanya terdiam sejenak, mencoba berpikir keras. Memang benar jika selama sebulan belakangan ini ia dan ayahnya— Cao Yuo, sedang menyelidiki sesuatu. Sebagai keluar yang memiliki jaringan informasi hampir di setiap sudut tanah kekaisaran ini, tempat rahasia dia dan keluarganya bahkan bisa kecolongan oleh sosok yang sering di sebut pria rubah.
...***...
Sementara itu, di Paviliun Peony.
Jie Xieye— wanita itu terlihat kesal. Wajahnya memerah karena amarah. Dia ingin pergi menemui Jenderal Hang, tapi para penjaga yang di kirim pria itu tidak membiarkan nya pergi. Jumlah mereka justru bertambah.
"Aku sudah menyelesaikan hukuman ku," nada bicara wanita itu dingin dan tajam. "Jadi bicarakan aku lewat!"
Dua penjaga menyilangkan tombak mereka menghalangi jalan.
"Kami tidak bisa membiarkan Anda pergi dari Paviliun ini, Selir Jie."
Jie Xieye berdecih, wanita itu mengumpat kesal. Namun, sebuah teriakkan dari ujung jalan Paviliun nya, membuatnya berbalik. Keningnya berkerut melihat sosok Gu Shaong yang berlari panik.
"Kak Xieye!"
Para penjaga yang melihat keberadaan Gu Shaong segera mengeluarkan pedang dan tombak, dua di antara mereka langsung menghadang langkah Gu Shaong. Membuat langkah pemuda itu langsung terhenti.
"Siapa kau!?" Tanya seorang penjaga bertubuh tegap dengan nada penuh ancaman.
"Aku adalah teman Kak Xieye, aku datang untuk memberi tahu padanya jika kakek Du membutuhkan bantuannya."
Manik Jie Xieye segera manajam Kakek Du adalah tetangganya yang baik, tapi pria tua itu memang sering sakit-sakitan.
"Kalian dengar sendiri, bukan?" Jie Xieye melangkah berdiri di hadapan Gu Shaong, menatap para penjaga dengan tajam. "Ada seseorang yang membutuhkan bantuanku! Jadi biarkan aku pergi!"
Namun para penjaga sepertinya tidak peduli, mereka tetap ingin Jie Xieye mematuhi perintah Jenderal Agung agar tetap di dalam Paviliun. Tentu itu membuat Jie Xieye marah.
"Kalian benar-benar —!?" Jie Xieye kemudian mengeluarkan sesuatu dari balik lengannya dan memberikannya diam-diam ke Gu Shaong. "Pergilah lebih dulu, Shaong, bawa itu dan campurkan dengan air hangat, aku akan menemui kakek Du nanti."
"Tapi-"
"Pergilah!"
Gu Shaong melangkah mundur lalu berlari, meski sesekali menatap ke belakang. "Kak Xieye...."
...
Beberapa penjaga yang melihat Gu Shaong berlari ingin mengejar, tapi di tahan oleh penjaga lain yang merupakan senior mereka. Ia menegaskan jika tugas mereka hanyalah memastikan Selir Jie tidak meninggalkan Paviliun Peony.
“Selir Jie, mohon kembali ke dalam." Ucap senior itu.
Namun Jie Xieye hanya menyunggingkan senyum miring. Dari balik lengan bajunya, meluncur dua jarum kecil berkilau.
Sreeet!
Jarum-jarum itu menancap ringan di leher dan pergelangan tangan para penjaga. Awalnya mereka hanya saling pandang bingung, namun beberapa detik kemudian.
"Aah! Apa ini?!"
"Gatal! Panas!"
Jie Xieye tersenyum puas, saat tiga penjaga berusaha menangkapnya. Ia segera menarik lengan bajunya ke atas, di atas pergelangan tangannya terdapat sebuah senjata yang sudah ia masukkan jarum-jarum. Dan dengan menarik tali yang terkait dengan jemarinya. Jarum-jarum itu meluncur seperti anak panah tak berwujud, menancap tepat di bahu dan leher para penjaga.
"Tenang saja... Itu hanya sedikit racun akar keladi. Tidak mematikan, hanya menguji kesabaran kalian."
Setelah itu, Jie Xieye langsung melenggang pergi. Ia berlari secepat mungkin, dengan kepalan tangan dan rahang yang mengeras.
"Hang Tianyu!!"
penyakit ada lagi
dan jika sekarang suaminya membuka hati untuk tabib jie apakah itu juga salah tabib jie??
jendral Hang khawatir pada anaknya atau ibunya
hanya author yg tau..🤔