NovelToon NovelToon
THANZI, Bukan Penjahat Biasa

THANZI, Bukan Penjahat Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Spiritual / Kebangkitan pecundang / Budidaya dan Peningkatan / Akademi Sihir / Penyelamat
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mr.Xg

pernahkah kau membayangkan terjebak dalam novel favorit, hanya untuk menyadari bahwa kau adalah tokoh antagonis yang paling tidak berguna, tetapi Thanzi bukan tipe yang pasrah pada takdir apalagi dengan takdir yang di tulis oleh manusia, takdir yang di berikan oleh tuhan saja dia tidak pasrah begitu saja. sebuah kecelakaan konyol yang membuatnya terlempar ke dunia fantasi, dan setelah di pikir-pikir, Thanz memiliki kesempatan untuk mengubah plot cerita dimana para tokoh utama yang terlalu operfower sehingga membawa bencana besar. dia akan memastikan semuanya seimbang meskipun dirinya harus jadi penggangu paling menyebalkan. bisakah satu penjahat figuran ini mengubah jalannya takdir dunia fantasi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr.Xg, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rubah merah

Satu tahun telah berlalu sejak Thanzi berangkat menjalankan misi ke Reruntuhan Kuil Bulan. Para profesor di akademi memperkirakan ia akan kembali dalam enam bulan, setelah berhasil melewati ujian dan memperoleh artefak kuno serta beberapa benda penting lainnya. Namun, hingga kini, Thanzi belum juga menunjukkan batang hidungnya.

Di ruang kepala akademi, sebuah diskusi serius tengah berlangsung mengenai keberadaan Thanzi. Kepala Profesor, dengan sorot mata cemas, memecah keheningan. "Bagaimana, Eldrin? Apakah kau sudah mendapatkan informasi tentang Thanzi?" tanyanya.

Profesor Eldrin menggelengkan kepalanya perlahan, raut wajahnya terlihat lelah. Ia menyodorkan gulungan perkamen yang tampak usang. "Orang-orang yang kuutus untuk menyelidiki keberadaan Thanzi justru mendapatkan informasi yang mengejutkan. Entah bagaimana anak itu bisa bertahan selama ini."

Dahi Kepala Sekolah dan kedua profesor lainnya mengernyit. "Maksudmu apa, Eldrin?" tanya Profesor Serena, kebingungan mendengar ucapan Eldrin yang menggantung. Tanpa menunggu jawaban, Kepala Sekolah segera mengambil gulungan perkamen itu dan membacanya dengan saksama.

Wajah Kepala Sekolah berubah muram seiring ia membaca. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, napasnya terdengar berat. "Kehidupan di dunia yang mengandalkan kekuatan memang sangat kejam," gumamnya, suaranya dipenuhi keprihatinan. "Apalagi Thanzi, dulunya ia dianggap anak buangan yang tak pernah diperhatikan oleh siapapun, bahkan oleh kedua orang tuanya sendiri. Jadi, ketika kedua orang tuanya mengetahui bakat Thanzi yang menakutkan, mereka berniat menyingkirkan Thanzi dengan mengirimkan pembunuh bayaran elit ke Hutan Terlarang." Keprihatinan jelas terpancar dari ekspresinya saat ia selesai membaca informasi tragis itu.

Profesor Eldrin tampak lesu, kesedihan terpancar jelas di matanya. Profesor Serena terlihat sangat syok, bibirnya sedikit terbuka, seolah tak percaya. Ketertarikannya pada Thanzi kini berubah menjadi rasa iba yang mendalam. Berbanding terbalik, Profesor Boros justru terlihat biasa saja, ekspresinya datar tanpa gejolak emosi.

"Bagaimana bisa?" Profesor Serena menyuarakan kekecewaannya, suaranya bergetar. "Padahal aku sangat menginginkan Thanzi menjadi murid pribadiku. Dia sepertinya akan sangat cocok jika diajari olehku. Seorang pemilik bakat langka malah disingkirkan oleh kedua orang tuanya sendiri." Nada suaranya dipenuhi kesedihan. Ia sangat yakin bahwa kekuatan sihir ilusinya akan sangat cocok untuk Thanzi, yang meskipun belum menunjukkan kekuatan sihir apapun, namun ia merasa Thanzi memiliki potensi kekuatan yang mirip dengan ilusinya.

"Ya, mau bagaimana lagi," ujar Profesor Boros santai, seolah tak peduli. "Yang melakukan itu semua adalah kedua orang tuanya sendiri, jadi kita tidak bisa melakukan apa-apa. Lagipula, kalaupun anak itu masuk ke dalam Hutan Terlarang, apakah dia benar-benar bisa kembali?"

Ketiga orang itu menatap Profesor Boros dengan mata menyipit tajam, kecurigaan jelas terlihat di wajah mereka. "Profesor Boros," Profesor Serena menuduh, suaranya dingin, "apakah kamu yang memberitahukan kepada Marquess Arion kalau Thanzi akan melakukan misi ke Hutan Terlarang?" Ia sangat yakin bahwa Profesor Boros lah yang membocorkan informasi rahasia ini, karena hanya mereka berempat yang mengetahuinya. Tidak mungkin Marquess Arion tiba-tiba mengetahui kepergian Thanzi.

Profesor Boros tersenyum tipis, mengangguk santai sambil menatap balik ketiga orang yang menatapnya penuh selidik. "Anak itu memang seharusnya disingkirkan," katanya, suaranya tenang namun mengandung keyakinan kuat. "Karena kalian juga tahu sendiri bagaimana tindakan anak itu yang sangat berbahaya. Michael, seorang penyihir agung cilik, Pangeran Lyra, dan Elian... Bahkan dia berusaha membuat mereka merasa tertekan dan mencoba membuat perpecahan di antara mereka. Tindakannya itu menunjukkan kalau dia akan menjadi seorang yang berbahaya di masa depan nanti. Sekarang saja dia bisa melakukan tindakan-tindakan berbahaya seperti itu, bahkan memanipulasi emosi orang. Apalagi nanti di masa depan, dengan kemampuannya yang akan semakin meningkat dan semakin kuat. Mungkin tidak ada seorang pun yang akan bisa menghentikannya karena kita sendiri juga tidak tahu kemampuan apa yang dimilikinya. Meskipun Thanzi masih kecil, tetapi dia sudah sangat pintar dan sangat berbahaya, jadi sebaiknya disingkirkan saja." Ucapannya yang panjang lebar itu membuat ketiga profesor lainnya terdiam dalam perenungan.

Memang, dari segala tindakan Thanzi yang mereka amati selama ini, ia selalu menunjukkan gelagat seorang penjahat licik yang ahli dalam memanipulasi lawan. Mereka sendiri bahkan hampir tertipu ketika Thanzi berusaha membuat Michael tertekan dan merenggangkan pertemanan antara Pangeran Lyra dan Elian dengan kekuatan anehnya.

"Tapi Eldrin," Kepala Sekolah menyela, "dari informasi yang kamu dapatkan bukankah Thanzi berhasil kabur ke dalam Hutan Terlarang? Jadi, bagaimana bisa menyimpulkan kalau anak itu telah mati?" Kerutan di dahinya menunjukkan kebingungan, mengingat informasi yang ia baca tadi bahwa Thanzi berhasil lolos.

"Orang-orang suruhan saya menyimpulkan hal tersebut karena mereka mendapatkan informasinya sendiri dari para pembunuh bayaran elit itu, yang katanya teman mereka," jelas Profesor Eldrin. "Katanya para pembunuh bayaran elit itu menunggu di jalan keluar dari Hutan Terlarang dan selama satu tahun ini mereka belum juga menemukan keberadaan Thanzi. Apalagi, seorang pembunuh bayaran elit, yang menjadi komandan kedua mereka, telah mengecek ke dalam Hutan Terlarang. Dia mendapatkan sebuah tanda pertarungan antara monster yang cukup kuat dengan manusia yang tanda-tandanya seperti seorang remaja dan memungkinkan itu adalah Thanzi."

Mereka semua mengangguk, memahami penjelasan tersebut.

Meskipun menyayangkan hilangnya Thanzi dengan bakat misteriusnya, mereka semua pada akhirnya mengamini ucapan Profesor Boros. Gerak-gerik Thanzi memang menunjukkan potensi seorang penjahat licik yang handal. Jika tidak segera disingkirkan, ia bisa menjadi ancaman yang sangat berbahaya di masa depan, karena kekuatan sebesar apapun, jika jatuh ke jurang kegelapan, akan membawa malapetaka.

Sementara itu, di sisi Thanzi, usianya kini telah menginjak 18 tahun. Selama setahun penuh, ia telah mengembangkan dirinya di dalam hutan mengerikan ini, di bawah bimbingan seorang pria tua yang mengaku sebagai penjaga melodi kehidupan di Hutan Terlarang.

Kekuatannya telah melesat tinggi, terutama kekuatan ilusi resonansinya yang kini mencapai level di mana ia bisa menundukkan banyak monster terkuat di Hutan Terlarang. Dengan bimbingan pria tua itu, kekuatan sihir ilusinya bahkan telah mencapai level 10.

Jika dibandingkan dengan kekuatan sihir murni, Thanzi yakin ia akan kalah dari Michael dan yang lainnya yang mungkin telah mencapai level 30 ke atas. Namun, dengan gabungan kekuatan resonansinya, ia merasa bisa melampaui mereka semua.

Saat ini, ia sedang mencoba menaklukkan seekor monster Rubah Merah yang asyik tiduran di atas batu besar.

Pada awalnya, tujuan Thanzi adalah pergi ke Reruntuhan Kuil Bulan untuk mencari artefak kuno sebagai bagian dari misinya dari akademi. Namun, di tengah perjalanan, ia justru mendapatkan sebuah halangan. Ia terjebak dalam ilusi, tetapi untungnya ia bisa selamat setelah mengerahkan banyak usaha.

Grrrrrrr...

Terdengar geraman halus dari monster Rubah Merah tersebut. Ia masih saja santai tiduran di atas batu, tak peduli dengan serangan yang diberikan Thanzi, baik itu serangan sihir maupun resonansi. Tidak ada pengaruh sama sekali padanya.

"Dasar monster sialan!" Thanzi berteriak kesal, suaranya sedikit melengking. "Bagaimana kamu masih bisa tiduran setenang itu padahal aku telah mengerahkan semua kemampuanku untuk membalas apa yang telah kau lakukan padaku!" Ia mengingat kembali serangan ilusi dari Rubah itu yang hampir saja merenggut nyawanya.

Dengan tekad membara, ia mencoba menyerang kembali dengan kekuatan andalannya yang selama ini belum pernah digunakannya kembali di hadapan Rubah Merah.

Ia mulai bersenandung indah dari mulutnya, melodi yang biasanya bisa membuat monster apapun ketakutan, namun berbanding terbalik dengan manusia yang akan terpesona olehnya.

1
Grayn Alangkara
sok polos amat lu Michael
Grayn Alangkara
Thanzi mengalami apa yang pernah ku alami, tapi untungnya aku tidak memiliki pikiran untuk bertindak senekat itu meskipun otakku pernah memikirkannya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!