NovelToon NovelToon
Khilaf Semalam

Khilaf Semalam

Status: tamat
Genre:One Night Stand / Hamil di luar nikah / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Diam-Diam Cinta / Persahabatan / Tamat
Popularitas:12.9k
Nilai: 5
Nama Author: ayuwidia

Dilarang keras memplagiat karya!!!

Mencintaimu bagai menggenggam kaktus yang penuh duri. Berusaha bertahan. Namun harus siap terluka dan rela tersakiti. Bahkan mungkin bisa mati rasa. - Nadhira Farzana -


Hasrat tak kuasa dicegah. Nafsu mengalahkan logika dan membuat lupa. Kesucian yang semestinya dijaga, ternoda di malam itu.

Sela-put marwah terkoyak dan meninggalkan noktah merah.

Dira terlupa. Ia terlena dalam indahnya asmaraloka. Menyatukan ra-ga tanpa ikatan suci yang dihalalkan bersama Dariel--pria yang dianggapnya sebagai sahabat.

Ritual semalam yang dirasa mimpi, ternyata benar-benar terjadi dan membuat Dira harus rela menelan kenyataan pahit yang tak pernah terbayangkan selama ini. Mengandung benih yang tak diinginkan hadir di dalam rahim dan memilih keputusan yang teramat berat.

'Bertahan atau ... pergi dan menghilang karena faham yang tak sejalan.'

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 34 Entah Masih Hidup, Atau Sudah Tak Bernyawa

Happy reading

Seusai menunaikan ibadah sholat dzuhur, Kirana dan Abimana bersiap untuk berangkat ke kota--menemui kedua orang tua Dira.

Mereka diantar oleh Alif, yang kebetulan tengah memiliki waktu luang.

Di sepanjang perjalanan mereka berbincang. Saling bertukar pikiran untuk menyelesaikan permasalahan Dira yang cukup rumit dan permasalahan di Desa Pule yang belum teratasi.

"Menurut Ayah ... siapa ya yang bisa menggantikan Dira dan bersedia dikirim ke Desa Pule? Warga di desa itu membutuhkan tenaga medis, terutama seorang dokter bedah yang sama sekali belum ada di sana," ucap Kirana di sela-sela obrolan mereka.

Abimana menghela napas dalam dan sekejap terdiam. Ia tampak berpikir dan menimbang.

"Bagaimana, kalau kita meminta putra Mas Ilham saja yang menggantikan Dira, Bun? Ayah yakin, Mas Ilham dan Mbak Suci tidak akan keberatan mengizinkan putra mereka untuk bertugas di Desa Pule," tutur Abimana--menjawab pertanyaan yang dilayangkan oleh istri comel-nya, setelah sepersekian detik berpikir.

"Maksud Ayah ... Mirza?"

"Yaps, Mirza. Lebih tepatnya, Ustadz Mirza."

"Selain membutuhkan tenaga medis, kita juga membutuhkan seorang ustadz untuk membenahi faham masyarakat di sana," imbuh Abimana.

"Saya sependapat dengan Ayah, Bun." Alif yang sedari tadi hanya menjadi pendengar setia obrolan mereka, tertarik untuk turut menimpali.

"Ustadz Mirza bukan hanya seorang tokoh agama yang terkemuka di kota ini, tetapi beliau juga seorang dokter bedah," sambung Alif.

"Seumpama kita meminta Mirza untuk menggantikan Dira, berarti kita juga meminta Ning Najwa untuk turut serta?"

"Betul, Bun. Mirza dan Ning Najwa 'kan sepaket. Mereka satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan."

"Kalau begitu ... setelah menemui kedua orang tua Dira, kita langsung silaturahim saja ke rumah Mirza dan meminta dia untuk menjadi dokter relawan di Desa Pule, menggantikan Dira."

"Iya, Bun. Tapi, kita tanya pak driver-nya dulu. Bisa tidak mengantar kita ke rumah Mirza."

"Insya Allah bisa, Yah. Bahkan dengan senang hati saya akan mengantar Ayah dan Bunda ke rumah Ustadz Mirza. Kebetulan, sudah lama saya tidak berkunjung ke rumah beliau, setelah pernikahan kedua Ustadz Mirza dengan Ning Najwa." Alif menyahut dan menoleh sekilas ke arah Abimana yang duduk di belakangnya, disertai seutas senyum yang terlukis di wajah.

Kisah cinta Ustadz Mirza dan Ning Najwa mungkin lebih rumit bila dibanding kisah cinta Dira dan Dariel. Tak bisa dijelaskan dengan rangkaian kata, atau dinarasikan sesuai imaji penulis kisah ini.

Dan biarlah kisah mereka hanya tertulis di Lauhul Mahfudz.

Obrolan Abimana, Alif, dan Kirana terus berlanjut, hingga tanpa terasa roda mobil yang dikendarai oleh Alif menginjak halaman rumah Dira.

Mereka tiba dengan selamat, tanpa ada hambatan yang menghadang di jalan.

"Alhamdulillah," ucap Abimana dan Kirana hampir bersamaan--sebagai ungkapan rasa syukur seorang hamba pada Illahi yang telah memberi kelancaran dan keselamatan selama mereka berada di perjalanan.

Abimana dan Kirana lantas berjalan beriringan menuju teras rumah, diikuti oleh Alif yang berjalan tepat di belakang mereka.

"Assalamu'alaikum --" Kirana mengucap salam dan menekan bel pintu.

Tanpa menunggu waktu lama, terdengar balasan salam yang berasal dari dalam rumah diikuti suara derit pintu yang terbuka perlahan.

Terlihat seorang wanita paruh baya berdiri di balik pintu dengan raut wajah yang menyiratkan rasa terkejut.

Dia ... Nisa. Ibunda Dira.

"Masya Allah, Bunda Kiran --" ucap Nisa sedikit berteriak karena saking terkejutnya.

Ia tidak menyangka jika hari ini akan kedatangan tamu spesial. Selain pemilik Rumah Sakit ICPA, Kirana juga merupakan salah satu donatur aktif di Yayasan Cinta Kasih.

Nisa segera mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Kirana dan memberi pelukan singkat.

Kemudian ia mempersilahkan para tamunya untuk masuk ke dalam rumah dan memandu mereka untuk duduk di sofa.

"Bagaimana kabar Bunda Kiran dan keluarga? Sudah lama sekali kita tidak bersua." Nisa berbasa-basi untuk membuka obrolan.

"Alhamdulillah, baik. Bagaimana dengan kamu dan keluarga?" Kirana ganti bertanya, diiringi sebaris senyum yang menghiasi wajah renta-nya.

Nisa tidak segera menjawab dan sekejap terdiam.

Diraupnya udara dalam-dalam, lalu dihembuskan perlahan seraya menghempas rasa yang berkecamuk di dalam dada.

Raut wajah sendu yang diperlihatkan oleh-nya, mewakili jawaban yang ingin terucap.

"Bun, kabar kami ... kurang baik," ucapnya dengan melirihkan suara dan terdengar berat.

"Pasti karena Dira?" tebak Kirana dan diamini oleh Nisa.

"Iya, Bun. Bagaimana, Bunda Kiran bisa tau? Apa mungkin, Dira berada di rumah Bunda?"

Kirana menanggapi pertanyaan yang dilayangkan oleh Nisa dengan mengangguk pelan.

"Saat ini Dira memang berada di rumah kami, tetapi semalam dia menginap di rumah Humaira," jawabnya jujur dan membuat Nisa menghela napas lega.

Raut wajah yang semula sendu perlahan memudar. Tergantikan binar yang terlihat jelas di sepasang manik mata.

"Alhamdulillah. Saya merasa tenang dan bisa bernapas lega, setelah mengetahui keberadaan Dira. Saya yakin, dia akan aman dan merasa nyaman di sana."

"Alhamdulillah, semoga demikian. Oya, di mana suami-mu?"

"Ada di kamar, Bun."

"Bisa minta tolong untuk memanggilnya? Karena ada hal penting yang ingin kami bicarakan dengan kalian berdua, mengenai Dira."

"Tentu saja bisa, Bun. Sebentar, saya panggilkan Mas Firman."

Nisa beranjak dari posisi duduk, kemudian berjalan menuju dapur untuk menemui Milah.

Ia meminta Milah agar segera menyajikan teh hangat beserta camilan untuk para tamu.

Setelah Milah menyanggupi permintaan-nya, Nisa bergegas mengayun langkah untuk menghampiri dan membangunkan Firman yang tengah beristirahat di dalam kamar.

Semalam Firman tidak bisa tidur, karena terus memikirkan nasib malang yang menimpa Dira dan baru bisa memejamkan mata setelah menunaikan ibadah sholat Dzuhur.

Sesampainya di dalam kamar, Nisa lantas mendaratkan bobot tubuh di tepi ranjang dan mengusap pelan pipi Firman seraya membangunkannya.

"Yah, bangun. Ada tamu yang ingin bertemu," bisiknya tepat di telinga Firman.

Firman hanya menggeliat dan mendengungkan kata 'hmm'.

Nisa kembali berusaha membangunkan Firman yang seolah masih enggan membuka mata.

"Yah, tamu kita kali ini bukan tamu biasa. Mereka ... Alif, Bunda Kiran dan suaminya."

Mendengar deretan nama yang disebut oleh Nisa, Firman pun seketika membuka mata.

"Kenapa tiba-tiba mereka datang ke rumah kita, Bun?" Firman bertanya pada Nisa. Suaranya terdengar serak, khas bangun tidur.

"Kata Bunda Kiran, ada yang ingin mereka bicarakan dengan kita, Yah. Mengenai ... Dira."

Firman mengerutkan dahi dan menatap penuh tanya. "Maksud, Bunda?"

"Yah, ternyata semalam ... Dira pergi ke Desa W dan menginap di rumah Humaira."

Jawaban yang dituturkan oleh Nisa mencipta seutas senyum di bibir Firman, disertai helaan napas lega.

"Alhamdulillah, Dira berada di tempat yang tepat. Tempat yang bisa membuatnya merasa aman dan nyaman."

"Iya, Yah. Bunda juga berpikir seperti itu."

"Lebih baik, Ayah segera cuci muka dan ganti baju. Kasihan para tamu yang sudah menunggu," imbuh Nisa sambil beranjak dari ranjang.

Firman pun menuruti perkataan Nisa. Ia membawa tubuhnya bangkit dari posisi berbaring, lalu beranjak dari ranjang dan bersiap mengayun langkah.

Namun belum sempat kakinya terayun, terdengar suara dering telepon yang berasal dari benda pipih yang tergeletak di atas meja.

Atensi Firman tertuju pada nama yang tertera di layar benda pipih itu dan membuatnya berkeinginan untuk segera menerima panggilan telepon yang ternyata dari Andra.

"Hallo --" sapanya mengawali percakapan.

"Om, ini Andra."

"Ya, ada apa?"

"Dira ada di rumah, Om?"

"Tidak. Ada perlu apa kamu mencari Dira?"

"Saya ingin menyampaikan kabar buruk, Om."

"Kabar buruk?"

"Iya, Om. Dariel --" Andra menggantung ucapannya dan menghela napas dalam. Menghempas rasa sesak yang kembali hadir memenuhi rongga dada.

"Dariel kenapa?"

"Dariel kecelakaan, Om. Dan sampai saat ini ... dia belum ditemukan."

Jawaban yang terucap dari bibir Andra membuat Firman terkesiap dan seketika mematung.

Bibirnya membisu dan tangannya bergetar hebat, seiring titik-titik air yang mulai menganak di sudut netra.

Ia serasa tak percaya dengan kabar buruk yang baru saja disampaikan oleh Andra.

Terbayang olehnya nasib malang yang kian mendekap erat sang putri.

Mengandung benih dari pria yang kini entah masih hidup atau sudah tak bernyawa.

🌹🌹🌹

Bersambung

1
Machan
minta disleding ni dokter
Machan
betul itu. makanya kita serahkan semua hanya pada-Nya
Machan
berarti perasaan Dira emang sama ma Dariel, cuma.... yaudah lah terserah othor aja
Machan
Dariel, apa pikiran kita sama🤔🤔
Machan
aku diajak dong makan mie Jawa, udah lama gak makan itu🥲
Nofi Kahza
Karya cantik dengan alur yang menarik. Pemilihan kata dalam menyampaikan cerita juga mudah dipahami. Semangat terus ya Thor🥰😘
Ayuwidia: makasih, akak
total 1 replies
Reni Anjarwani
gagal
Reni Anjarwani
doubel up thor
Machan
nah, mending ma Dariel aja udah biar aman.
Machan
dirawat dokter baik kek Dira mah langsung sembuh pasien
Machan
simbok keceplosan😀
Machan
udah takdir dari sang othor, Dira. terima aja/Grin/
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up thor
Reni Anjarwani
doubel up thor
Machan
aku juga bakal bingung harus jawab apa
Reni Anjarwani
lanjut thor dubel up thor
Najwa Aini
Ingat sama pembacaku yg komen paling gak suka dengan bab kesalahpahaman. ternyata membaca kisah tentang salah paham memang semenjengkelkan itu.
Baru paham gue rasanya.
Ayuwidia: Aku harus ketawa kaya' nya /Sob/
total 1 replies
Reni Anjarwani
lanjut thor
Reni Anjarwani
doubel up thor
Reni Anjarwani
akhirnya dira dan dariel bersatu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!