Pendekar Sinting adalah seorang pemuda berwajah tampan, bertubuh tegap dan kekar. Sipat nya baik terhadap sesama dan suka menolong orang yang kesusahan. Tingkah nya yang konyol dan gemar bergaul dengan siapapun itulah yang membuat dia sering berteman dengan bekas musuh atau lawan nya. Perjalanan nya mencari pembunuh keluarga nya itulah yang membuat sang pendekar berpetualang di rimba persilatan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikko Suwais, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
RAHASIA PEDANG NAGA PETIR
"MENGAPA Jarak nya jauh sekali?" Tanya Resi Jayabaya pada Rangga.
"Tidak tahu kek, Padahal aku menyaksikan sendiri orang-orang banyak yang memilih Surapati Wisma daripada Raden Jatiluhur. Mungkin hampir sama namun agak banyak Surapati Wisma, Harusnya Surapati Wisma yang menang. Tapi ini malah sebaliknya,..." Resi Jayabaya manggut-manggut dan terdengar Jayengrama berkata.
"Seperti nya kemenangan Raden Jatiluhur itu sudah direncanakan, Ki."
"Yah Sepertinya begitu, Apa ada kejanggalan lain Rangga??"
"Ada kek, Kotak suara Raden Jatiluhur memiliki dua tempat. Yang paling bawah seperti alas bisa di copot dan tadi aku merebut nya dari atas panggung. Namun ketahuan oleh para prajurit itu, Lalu aku tertangkap oleh preman pasar tadi kek."
"Oh jadi itu alasan mu melarikan diri dari si Mawung Dasim dan berseteru dengan nya karena itu???"
"Benar kek, Makanya tadi aku hampir saja tertangkap. Untung tadi aku pergunakan jurus yang kakek ajarkan untuk melawan orang galak itu." Resi Jayabaya hanya geleng-geleng kepala saja pada anak itu.
"Untung nya aku masih sempat menyelamatkan mu, Bocah bandel. Andai aku telat menolong mu, Sudah jadi bubur bayi badan mu itu terkena serangan si Mawung Dasim itu!." Jayengrama hanya tersenyum saja melihat tingkah konyol anak kecil yang di nasehati itu, Seperti seorang kakek menasehati cucu nya yang nakal.
Lalu Jayengrama bertanya soal Rangga, Ia kagum akan ketangkasan bocah itu dalam berbicara.
"Apa bocah pintar ini cucu mu, Kek..??"
"Baru seminggu anak ini menjadi cucuku,..." Ujar Resi Jayabaya dan dia pun menceritakan kisah Rangga yang kelam itu kepada Jayengrama. Jayengrama tertegun mendengar kisah anak itu dan sesekali menatap Rangga yang agak murung mendengar Resi Jayabaya bercerita. Kemudian Resi Jayabaya bertanya,
"Lalu bagaimana dengan mu sekarang? Apa yang akan kau lakukan pada mantan istri Hasta Lodya? Dan kemenangan Raden Jatiluhur sebagai Adipati lengoksari yang baru? Apa kau akan merebut kembali kursi jabatan itu, Jayengrama???" Jayengrama terdiam, Sedikit sesak dada nya teringat kejadian. Yang sudah lama menimpa diri nya itu.
"Memang nya paman pernah menjadi Adipati disana?" Tanya Rangga penasaran dan Jayengrama mengangguk lalu menjawab pertanyaan Resi Jayabaya.
"Mungkin dulu iya, Aku sudah berusaha untuk merebut nya kembali namun tak ada yang mendukung ku. Sekarang aku sudah dilupakan oleh warga kadipaten Ki, Aku sudah tak ada niatan lagi untuk kembali kesana. Biarlah masyarakat sendiri yang memilih pemimpin mereka."
"Barangkali aku bisa membantu mu untuk mendapatkan kembali jabatan mu di kadipaten lengoksari,..." Ujar Resi Jayabaya dan Jayengrama menggelengkan kepalanya.
"Tak perlu Ki, Aku sudah berusaha mengiklas kan nya. Lagipula aku sudah tak punya sanak keluarga lagi di kadipaten." Lalu Ujar nya lagi,
"Apa boleh aku tinggal di sini dan mengabdi menjadi pelayan mu Ki?" Resi Jayabaya mengerutkan dahi nya dan Rangga pun begitu.
"Tapi...." Ujar Resi Jayabaya namun segera dipotong oleh Jayengrama.
"Aku bisa memasak dan berkebun Ki, Tak usah dibayar atau digaji. Aku ingin mengabdikan sisa hidup ku pada orang yang sudah berjasa membantu ayah ku dulu." Bingung juga Resi Jayabaya jika begitu.
"Baiklah jika itu kemauan mu, Anggap saja pondok ini rumah mu dan jangan sungkan-sungkan padaku."
"Baik Ki, Terimakasih sudah menerima ku dan mengobati ku." Ujar Jayengrama sambil menunduk hormat pada Resi Jayabaya.
Rangga terharu melihat lelaki paruh baya itu, Nasib nya persis seperti diri nya sendiri. Tak punya sanak keluarga dan orang terdekat. Setelah mereka berbincang-bincang, Rangga lanjut dilatih gerakan silat oleh Resi Jayabaya dan Jayengrama pergi ke dapur untuk memasak menu makan siang. Meskipun dia mantan seorang Adipati, Ia pandai memasak dan berkebun.
Semilir angin siang itu sedikit berhembus, Terik matahari tak terlalu menyengat seperti beberapa waktu sebelumnya. Keringat bercucuran membasahi pakaian bocah yang sedang berlatih berdiri satu kaki di atas batu kali seukuran kepalan tangan nya. Rangga sedang di latih keseimbangan di atas batu kecil itu, Sudah hampir beberapa jam lamanya Rangga berdiri tanpa oleng sedikit pun. Resi Jayabaya sebagai guru anak itu sedang membimbing nya, Ia duduk di teras pondok itu sambil minum teh yang disuguhkan oleh Jayengrama.
Pedang naga petir berada di tangan kakek itu, Ia sedang membuka lilitan kain merah Dimata pedang itu. Di samping nya ada sarung pedang yang terbuat dari kulit buaya, Sarung pedang itu di pesan pada pengrajin pedang beberapa hari lalu dan kini sudah jadi. Pedang panjang sekitar satu depa itu diayunkan dan Resi Jayabaya dapat merasakan getaran kuat dari pedang itu. Pada saat itu Jayengrama mendekati Resi Jayabaya dan memberikan sepiring singkong rebus yang ditaburi parutan kelapa.
"Bagus sekali pedang itu, Ki." Tanya Jayengrama terpukau melihat pedang tersebut.
"Memang sangat bagus, Banyak orang yang megincar pedang ini dari dahulu sampai saat ini."
"Benarkah!? Berarti pedang ini sangat sakti Ki."
"Yah..., Kalau dibilang sangat sakti memang benar. Namun sesakti-sakti nya suatu benda pusaka pasti ada yang lebih sakti lagi."
"Benar juga Ki, Apakah ini pedang milik Aki...???"
"Bukan, Ini pedang milik anak itu." Ujar Resi Jayabaya sambil melirik Rangga yang masih berusaha menyeimbangkan badan nya dan beberapa kali terjatuh ke dalam air dibawah air terjun.
Jayengrama menatap Rangga dan bertanya,
"Benarkah? Anak itu pemilik pedang besar dan panjang ini Ki? Kurasa tenaga nya belum cukup untuk mengangkat pedang ini."
"Owh jangan salah, Anak itu meskipun masih kecil tapi tenaga nya tak main-main." Lanjutnya lagi,
"Pedang ini sangat rahasia dan tak ada yang tahu keberadaannya. Hingga muncul ke permukaan dengan sendirinya dan membuat geger rimba persilatan. Pedang ini dulu nya tertancap di pesisir pantai dan tak ada yang mampu mencabut nya, Banyak orang yang beradu nyawa demi pedang ini. Kakek pun tak bisa mencabut pedang ini dari tempat nya tertancap." Jayengrama makin penasaran dan bertanya ingin tahu lebih,
"Jika begitu, Berarti anak itu punya kelebihan Ki?"
"Benar, Anak itu punya kelebihan dan keistimewaan. Dia adalah pewaris pedang ini, Dulunya pedang ini milik seorang pendekar zaman dulu yang tergolong sangat sakti mandraguna. Tak ada yang berani mengusik orang itu dan mencoba untuk merebut pedang ini."
"Sakti sekali berarti orang itu, Kalau boleh tahu Ki siapa nama orang tersebut?"
"Nama nya tak bisa disebutkan, Jika namanya disebut akan ada petir menggelegar."
"Benar-benar luar biasa, Ckckck." Jayengrama geleng-geleng kepala nya tanda takjub.
"Beliau mempunyai murid bernama Ki Belantara, Guru ku sendiri. Dan seluruh ilmu nya diturunkan pada murid tunggal nya itu dan dari Guru ku di diturunkan juga padaku. Meskipun Guru ku menguasai ilmu dari eyang guru ku, Ia tak mampu menguasai kekuatan yang besar dalam pedang ini. Beliau pernah bercerita padaku soal kehebatan pedang ini dan beliau berkata hampir tewas ketika melakukan satu jurus pedang. Untung segera diselamatkan oleh Eyang Guru dan kemudian pedang ini di sembunyikan oleh Eyang Guru ku sebelum dirinya meninggal dunia."
"Begitu ya Ki.., Jadi pedang ini disembunyikan karena tak ada yang sanggup untuk mengunakan nya?? Lalu Aki sendiri bagaimana??"
"Guru ku sudah bilang padaku, Bahwa pewaris pedang ini memiliki tanda lahir di dada nya. Persis seperti eyang guruku, Bocah itu adalah titisan dari eyang guru ku dan aku di beri amanat oleh Guru ku soal pewaris pedang ini, Jika pedang ini muncul ke permukaan aku diharuskan untuk menjaga pedang ini sampai pewaris pedang ini lahir. Kini tugas dari guru ku sudah tuntas, Tinggal menurunkan ilmu ku saja pada bocah itu." Jayengrama bergumam mendengarkan cerita soal rahasia pedang keramat itu dan sesekali menatap Rangga yang masih berlatih menyeimbangkan badan nya.