"Harusnya dulu aku sadar diri, bahwa aku sama sekali nggak pantas untuk kamu. Dengan begitu, mungkin aku nggak akan terluka seperti sekarang ini" ~Anindhiya Salsabila
Tindakan bodoh yang Anin lakukan satu tahun yang lalu adalah menerima lamaran dari cowok populer di sekolahnya begitu saja. Padahal mereka sama sekali tidak pernah dekat, dan mungkin bisa dikatakan tidak saling mengenal.
Anin bahkan tidak memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya. Hingga cowok dingin itu sama sekali tidak pernah mengajak Anin berbicara setelah meminta Anin untuk menjadi istrinya. Mereka hanya seperti orang asing yang tinggal di atap yang sama.
--------------------------------------------------------------------------
Bagaimana mungkin aku hidup satu atap dengan seorang pria yang bahkan tidak pernah mengajakku berbicara? Bagaimana mungkin aku hidup dengan seorang suami yang bahkan tidak pernah menganggapku ada?
Ya, aku adalah seorang gadis yang tidak dicintai oleh suamiku. Seorang gadis yang masih berusia sembilan belas tahun. Aku bahkan tidak tau, kenapa dulu dia melamarku, menjadikan aku istrinya, kemudian mengabaikanku begitu saja.
Terkadang aku lelah, aku ingin menyerah. Tapi entah kenapa seuatu hal memaksaku untuk bertahan. Aku bahkan tidak tau, sampai kapan semua ini akan menimpaku. Aku tidak tau, sampai kapan ini semua akan berakhir.
~ Anindhiya Salsabila~
Mau tau gimana kisah Anindhiya? Yuk cuss baca.
Jangan lupa like, komen dan vote ya. Jangan lupa follow ig Author juga @Afrialusiana
Makasih :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afria Lusiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 4
Perkuliahan hari ini telah selesai. Anin segera mengemasi buku-bukunya ke dalam tas dan segera keluar dari dalam sana. Anin kini berjalan sendiri di koridor Fakultas Ilmu Keperawatan.
"Anin" Panggil seseorang dari belakang. Anin menoleh. Gadis itu tersenyum ketika melihat seorang gadis tengah berjalan menuju dirinya. Anin melihat Gabriel yang tidak lain adalah sahabat baiknya dari masa SMA itu juga tersenyum girang padanya.
Gabriel adalah sahabat baik Anin, orang yang selalu menemani Anin saat susah maupun senang. Gabriel yang biasa dipanggil El itu sangat tahu bagaimana Anin dari SMA. Bagaimana Anin di rendahkan, di remehkan oleh teman-teman mereka. Dan Gabriel juga satu-satunya orang yang tau bagaimana Anin diperlakukan oleh Stevan.
"Ngapain lo kesini El?" Tanya Anin setelah El ikut berjalan beriringan dengannya. Karena memang, meskipun berada di Universitas yang sama, Anin dan Gabriel tetap saja berbeda jurusan, bahkan beda Fakultas. Karena gadis itu mengambil jurusan Akuntansi, jadi gadis itu berada di Fakultas Ekonomi Bisnis dan tentu saja bebeda gedung dengan Anin.
"Emangnya nggak boleh. Gue tau, lo tiap hari kesepian. Makannya gue kesini" Sahut El cengengesan.
Anin mematung. Senyum tipis kembali terulas di wajahnya. Dan Gabriel, tentu saja sudah hafal dengan itu semua. Karena Gabriel mengetahui segalanya.
"Lo kenapa lagi? masih gara-gara Stevan kah?" Tanya Gabriel. Tanpa bertanya pun sebenarnya El juga sudah tau dan sudah bisa memastikan jawabannya.
"Gue nggak tau harus gimana lagi El. Gue terikat, tapi gue tetap aja ngerasa sendiri"
Gabriel hanya diam. gadis itu tidak tahu harus menasehati apa. Karena ini bukan masalah paacaran, tapi pernikahan. Mungkin, kalau hanya sekedar pacaran El bisa saja menyarankan Anin untuk putus. Tapi, ini adalah pernikahan.
El hanya bisa selalu mengucapkan kata sabar. Bukan tidak ingin membantu, tapi El sendiri juga tidak tau harus berbuat apa selain mengalihkan perhatian Anin dan terkadang mengajak sahabatnya itu jalan-jalan.
"Daripada lo sedih terus. Mending lo ikut gue" Usul El.
"Kemana?" Tanya Anin.
"Kemanapun. yang penting lo nggak akan sedih lagi" Gadis itu menarik tangan Anin untuk segera pergi dari sana.
***
Gabeiel dan Anin kini sudah berada di rooftop sebuah gedung. Entah gedung apa, yang jelas mereka kini sudah berada di atas sana, di rooftop yang menampaki pemandangan di bawah sana dan juga gedung-gedung yang menjulang tinggi.
"Segar kan Nin?" Tanya El.
"Iya" Sahut Anin singkat. Namun, tatapan gadis itu tetap saja masih kosong. Sepertinya fikiran Anin setiap hari tidak akan pernah merasa tenang.
Anin dan Gabriel duduk di kursi yang ada di di rooftop tersebut sembari menikmati pemandangan yang indah dari atas sana.
"El" Panggil Anin dengan tatapan masih lurus ke depan.
"Hm" Sahut El menoleh ke arah Anin.
"Menurut lo Stevan kenapa sih El?" Pertanyaan yang sama kembali di lontarkan oleh Anin. Benar, Anin sangat sering bertanya seperti itu pada El. Namun, El tentu saja juga tidak tau jawabannya. El juga tidak tau kenapa Stevan melakukan ini semua. Bagaimana mungkin El mengetahui alasannya sementara Anin saja tidak mengetahuinya.
El menatap Anin dengan tatan iba. "Nin, bisa nggak. Sehariiii aja. Lo nggak usah mikirin dia? Bisa nggak sehari aja lo hidup dengan tenang dan bahagia?"
"Nin, lo itu terlalu mengabaikan orang-orang yang ada di sekitar lo hanya karena Stevan yang bahkan nggak pernah mikirin perasaan lo Nin."
Anin menunduk. "Gue cuma penasaran El. Gue penasaran, kenapa dulu dia tiba-tiba ngelamar gue. Kenapa dulu dia tiba-tiba meminta gue jadi istrinya? dan kenapa, dengan bodohnya gue nerima gitu aja." Ucap Anin mengingat kembali hal itu. Rasanya benar-benar menyakitkan.
"Gue nggak pernah sedikitpun ngebayanin jika akhirnya bakalan kaya gini El. Gue fikir Stevan waktu itu serius. Gue fikir gue bakalan hidup bahagia dengan orang yang mencintai gue apa adanya. Gue fikir, Stevan beneran udah sayang sama gue. Kenapa gue bodoh banget percaya gitu aja El? gue bahkan nggak tau apa maksud dia ngelakuin ini semua" Bulir bening itu kini menetes di pipi Anin.
"Dulu gue liat dengan jelas El. Gue liat mata itu. Gue liat mata itu memancarakan keseriusan. Tapi kenapa sekarang jadi gini? Apa gue yang telalu mudah percaya, apa gue yang terlalu bodoh?
"Hati gue sakit El. Gue bahkan nggak bisa dekat dengan siapa-siapa karena status gue sebagai seorang istri. Tapi gue sama sekali nggak di anggap dan nggak diperhatikan oleh suami gue"
"Gue capek hidup kaya gini El. Gue capek nyembunyiin semuanya. Gue pengen nangis saat Bunda selalu nanya keadaan gue dan dia. Gue pengen ceritain semuanya ke Bunda. Tapi gue nggak bisa, gue nggak mau Bunda kepikiran. Gue nggak tau lagi harus gimana El"
Anin tak mampu lagi menahan air matanya. Gadis itu kini kini menangis terisak mengingat bagaimana nasibnya. Dada Anin benar-benar terasa sesak. Tapi untung saja, saat Anin tidak bisa terbuka pada orang tuanya, Anin masih punya El yang selalu setiap mendengarkan keluh kesahnya dan akan selalu di samping Anin.
"Nin, gue tau. Gue tau Nin. Bukan hanya lo yang penasaran, tapi gue. Gue bahkan juga liat dengan mata kepala gue sendiri gimana Stevan dulu ngelamar lo. Dulu gue bahkan percaya juga dari tatapan matanya. Sekarang gue juga sama sama lo. Gue juga penasaran kenapa si Stevan ngelakuin itu semua sama lo. Sementara sekarang di nyia-nyiain lo gitu aja"
"Lo tau nggak El, gimana senangnya gue saat itu. Gimana bahagianya seorang anak yang selalu di anggap nggak pantas untuk menyukai laki-laki kaya Stevan. Lo tau nggak gimana bahagianya gue saat Stevan ngelamar gue di hari kelulusan di depan semua siswa?"
"Saat itu gue benar-benar merasa bahagia El. Disaat semua anak sekolahan bilang kalo gue nggak pantas sama Stevan yang sempurna. Tapi dia sendiri yang seolah menjawab semuanya. Dia seolah menjawab bahwa dia pantas buat gue"
"Tapi sekrang? Sekarang gue justru tersiksa. Gue tersiksa karena kebahagiaan singkat pada saat itu. Gue tertipu, gue bodoh. Gue bahkan nggak bisa berfikir jernih pada saat itu El. Gue bahkan nggak mikirin apa yang akan terjadi kedepannya. Gue nggak mikir, bagaimana mungkin seorang Stevan beneran suka sama gue?"
"Gue bodoh karena nggak pernah terfikir sampai sejauh ini El. Hingga pada akhirnya gue sengsara seperti ini. Gue ingin nyerah, tapi gue selalu ingat Bunda sama Abang. Mereka pasti bakalan kaget dengan ini semua. Karena dulu sebenarnya mereka memang nggak menginginkan gue untuk menikah muda."
tinggalin saja laki kek gt, harga diri lah.. terlalu lemah
boleh tanya kah mbak gimana buat novel biar cepet dan konsisiten