Bukan ingin Elea terlahir dari rahim seorang istri siri yang dicap sebagai pelakor, sejak sang ibu meninggal, Eleanor tinggal bersama ayah kandung dan istri sah sang ayah.
Sejak kecil ia tak merasakan kasih sayang dari ayah kandungnya, tinggal di rumah mewah membuatnya merasa hampa dan kesepian. Bahkan dia dipekerjakan sebagai pelayan, semua orang memusuhinya, dan membencinya tanpa tahu fakta yang sebenarnya. Elea selalu diberikan pekerjaan yang berat, juga menggantikan pekerjaan pelayan lain.
"Ini takdirku, aku harus menerimanya, dan aku percaya bahwa suatu saat nanti Ayah bisa menyayangiku." Doa Elea penuh harap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.34
Tiga bulan kemudian.
Hubungan pernikahan Bara dan Elea terbilang baik-baik saja, Elea juga tau bahwa Bara sering bertemu dengan Tiana. Sedangkan Adrian, dia menerima tawaran Tiana. Dan kini dia gencar mendekati Elea dengan berbagai alasan.
"El, kita keluar yuk! Aku mau ajak kamu, ke cafe." Kata Adrian dalam sambungan telepon.
"Aku gak bisa, tiba-tiba gak enak badan." Elea mencoba menolak dengan baik, karena memang dia sedang tidak enak badan.
"Kamu sakit, sakit apa?" tanya Adrian khawatir.
"Bukan sakit apa-apa, aku cuma masuk angin aja kok." Balas Elea, dia menatap jam dinding menunjukan pukul tiga sore sebentar lagi Bara pulang. Elea sudah merindukan suaminya tersebut.
"Ohh, syukurlah kamu harus banyak istirahat. El, biar cepat sembuh kalau gitu aku tutup teleponnya. Bye," pamit Adrian.
"Iyaa, maaf ya."
Panggilan pun terputus, Elea menghela nafasnya dengan pelan. Dia duduk di kursi meja rias. Menatap kalender dan teringat dia belum datang bulan, harusnya minggu kemarin tapi sudah dua bulan Elea tidak mendapati tamu bulanannya tersebut.
"Apa, apa aku hamil." Lirihnya dengan berkaca-kaca, jika iya maka Elea akan menjadi perempuan paling bahagia.
"Sayang, terima kasih sudah hadir." Ucapnya tersenyum mengelus lembut perutnya yang masih rata, Elea pun ingat besok adalah ulang tahun Bara dia akan memberikan kejutan untuk Bara.
Elea turun ke lantai satu, dia akan meminta Mita mengantarnya membeli testpack.
"Mita," panggil Elea.
"Iya mbak."
"Mit, antar aku ke apotek." Pinta Elea.
"Apotek? Mau beli apa mbak, biar Mita beliin." Tawar Mita.
"Nggak usah, biar aku aja. Kamu antar aku cepat." Titahnya tidak sabaran.
"Baiklah, sebentar aku ambil kunci dulu mbak."
Elea pun mengangguk dia tak sabar, untuk tes mandiri. Berpuluh menit kemudian, Elea dan Mita sudah kembali.
"Mbak yakin, mau tes sekarang? Kata orang sih, yang akurat urin pertama saat bangun tidur." Jelas Mita.
"Aku gak sabar, Mit. Aku pengen cek sekarang," balas Elea dengan antusias, di tangannya sudah ada berbagai merk testpack.
"Ya sudah, terserah Mbak aja deh." Kekeh Mita menggeleng pelan, Elea pun dengan cepat menuju kamar mandi dan melakukan tes kehamilan.
Tak butuh waktu lama, hasil garis dua samar-samar terlihat. Membuat Elea berkaca-kaca dan akhirnya air matanya turun juga.
"Ya Tuhan, aku gak percaya ini." Isak Elea menutup mulutnya.
Dia keluar dari dalam kamar mandi, dan meletakkan alat tes tersebut. Dan langsung menghubungi Bara. Namun, sayang suaminya tidak menjawab panggilan tersebut.
"Mungkin dia sibuk," gumam Elea, dan memutuskan untuk memberi kejutan besok pada Bara.
Dia harus memastikan kehamilannya dengan memeriksakan dirinya, ke dokter kandungan.
***
Sementara itu Bara, dia baru selesai mengerjakan pekerjaannya. Rencananya dia akan pulang cepat dan menghabiskan waktu bersama Elea, dia merasa bersalah karena akhir-akhir ini dia sibuk dengan Tiana. Dengan alasan lembur.
"Aku rindu kamu, Elea." Gumam Bara.
"Bara aku sudah di lobby." Pesan masuk ke aplikasi berwarna hijau miliknya, Bara menghela nafas dengan kasar.
Entah sampai kapan dia harus seperti ini, beruntung Elea tidak mengeluh. Tapi, siapa yang tahu isi hati seseorang.
"Aku tidak bisa, Tiana. Aku lelah ingin istirahat," balas Bara, langsung menghubungi Tiana.
"Loh, kok gitu sih. Setiap hari kamu selalu luangkan waktu buat aku, tapi sekarang." Tiana menggeleng tak percaya, dia lebih memilih Elea dari pada dirinya.
"Tiana aku mohon," lirih Bara, dia memejamkan matanya.
"Nggak kamu harus temani aku!" dengan tegas Tiana berucap, dan mematikan sambungan telepon dengan Tiana.
"Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan?" lirih Bara, dia tau jika tidak dituruti maka Tiana dan Mala akan dengan mudah mengancamnya. Dia tidak mau, nyawa Elea dalam bahaya. Apalagi kini dia dengar, bahwa Elea sedang menjalankan program hamil.
Adrian sendiri dari kejauhan mengamati Tiana, yang kebanyakan dandan.
"Cih, rugi banget gue dapat istri model Tiana. Pasti bangkrut," cibir Adrian, lelaki itu mengantarkan Tiana menunggu di perusahaan orang tuanya.
Tak lama Bara pun tiba di lobby, menatap Tiana yang tersenyum manis. Adrian langsung memotret mereka dan mengirimkannya pada Elea.
"Maafkan aku, Bara. Aku mencintai istrimu," gumamnya tersenyum sinis.
***
Semua orang sudah pulang, tinggallah dirinya dengan dua orang rekan kerjanya yang baru.
"Astaga, aku capek." Keluh gadis yang bernama Melati.
"Sabar, namanya juga kerja. Ya cape kalo gak mau cape ngepet aja deh," celetuknya yang lain bernama Novia.
"Kalau kalian ngobrol terus, pekerjaan kita gak akan beres. Malah nambah terus," ujar Kamila.
"Ehh Mil, lo kirain siapa. Lagian lo kok diem aja sih, ngomong kek." Kekeh Melati dan Novia.
"Aku memang jarang bicara," sahut Kamila.
Mereka pun kembali kerja, Kamila sendiri mendapat jadwal membersih ruangan wakil Direktur.
"Astaga Tuan, anda mengangetkan saya."
"Siapa yang kagetkan, kamu? Dari tadi saya disini, kamunya aja yg gk bisa di lihat." Omel Tristan, ya pemuda tersebut adalah Tristan. Bima menyuruhnya untuk bergabung sebentar.
"Ehh maaf tuan, maaf." Kamila menunduk tak berani menatap bosnya.
Tristan menggeleng, lalu menyuruh Kamila membersihkan ruangannya tersebut. Dengan acuh dia memeriksa hasil laporan bulan lalu
bersambung...
Maaf typo