Penyesalan memang selalu datang terlambat, itulah yang dialami gadis cantik bernama Clara.
Efek mabuk dan ketampanan seorang pria bernama Dean, ia sampai kehilangan kesuciannya di malam itu dan mengandung.
Ia tak punya pilihan lain selain harus menikah kontrak dengan Dean.
Saat Clara berharap akan cinta Dean, masa lalu Dean terus mengganggunya.
Apakah ia bisa menggantikan posisi wanita pengisi hati Dean pada akhirnya?
Atau semuanya akan berakhir sesuai tanggal batas akhir kontrak pernikahan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xoxo_lloovvee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34
"Itu tadi Bella ya?" tanya Clara pura-pura tidak mengenal mantan Dean itu.
Ia dan Dean sudah kembali ke vila mereka. Jalanan cukup remang sampai Dean harus menuntun Clara melewati jalan yang berbatu. Estetik kalau siang, namun kalau malam begini cukup berbahaya.
"Memangnya Felix tidak kasih tahu?" Felix membuka kunci vila mereka.
"Hah?" Clara terkejut. "Maksudmu apa?" Clara jadi kikuk.
"Aku sudah mendengar dari Felix bahwa kau bertanya tentang Bella."
Si*lan! Ternyata Felix ember juga.
"Aku yang memaksanya mengaku. Bukan dia yang mengadu." Lanjut Dean tahu isi pikiran Clara.
"Bagaimana kau tahu?" Clara tergagap karena ketahuan. Untungnya sikap Dean tenang tidak semarah saat ia mengatakan tentang uang pemberian Verona.
"Kalian cukup ceroboh membawa kartu promosi cafe tempat kalian bertemu." Dean tertawa kecil melihat sikap Clara yang gugup karena ketahuan.
"Memangnya itu bukti?" Clara berkilah. Berusaha bersikap tenang.
Dean mencubit pipi Clara gemas. "Karena di GPS mobil ada alamat kafe itu."
Clara baru ingat saat itu Felix membawa mobil Dean. Ternyata itu yang membuatnya ketahuan.
"Aku hanya penasaran." Wajah Clara memerah sepenuhnya. Malu karena ketahuan dan salting karena pipinya dicubit Dean. Dean saat mabuk berbahaya juga.
Setelahnya Dean masuk ke kamarnya. Clara mengambil alih tugas mengunci pintu. Untungnya pintu masih memakai kunci manual. Ia menarik anak kunci lalu bergegas masuk ke kamarnya. Ia tak ingin Dean yang mabuk malah menemui Bella.
...****************...
Sudah lewat tengah malam saat Verona, Gilang, Edho dan Bella kembali ke vila masing-masing. Verona dan Bella di vila yang sama.
Verona cukup mabuk sampai-sampai tak mengganti pakaiannya. Ia melempar tubuhnya ke kasur yang empuk.
"Ver, aku ada barang ketinggalan di gazebo tadi," ucap Bella lalu keluar dari kamar meski tak ada jawaban dari Verona.
Ia berjingkat saat menelusuri jalan yang remang. Para penghuni vila sudah tertidur pulas sejak tadi. Ia tak ingin membangunkan siapa pun. Ia melangkah menuju gazebo tempat mereka tadi berkumpul.
"Kau cukup lama." Edho tiba-tiba berdiri di depannya. Ia sejak tadi mengamati Bella yang mengendap-endap.
Edho menarik Bella ke dalam pelukannya, melumatnya bibirnya dengan ganas. Tangannya dengan nakal meremas bokong Bella yang empuk.
"Hei, bisa ada orang di sini." Bella mendorong Edho lalu menarik tangannya menuju gazebo.
Di sana mereka melakukan hal terlarang dengan penuh kesadaran. Bahkan banyaknya nyamuk tak menghentikan mereka sedikit pun.
Bella sebenarnya masih menyimpan rasa pada Dean. Dean adalah pria yang sempurna dan menawan. Hanya satu yang membuatnya berkhianat, Dean tak bisa memuaskan hasratnya seperti Edho. Dean selalu beralasan menjaga kesucian Bella setiap kali Bella menggodanya.
Saat berkenalan dengan Edho, ia tak merasa apa pun. Wajahnya mirip tapi tidak dengan sifatnya. Bella sering mendapatkan perhatian kecil dari Edho. Ia tampak sengaja menyentuh tangan Bella setiap kali ada kesempatan. Bella yang sedang haus seperti mendapatkan sumber mata air yang segar.
"Kau masih mencintai Dean ya?"
Edho dan Bella sudah berpakaian lengkap. Mereka berpelukan dengan mesra sambil sesekali menyentuh bibir dengan bibir.
"Kenapa kau bertanya?"
"Jawab saja." Edho tak senang Bella masih memikirkan Dean.
"Tidak." Bella berdusta.
Meski ia menghabiskan waktunya dengan Edho, dalam pikirannya hanya ada Dean. Kabar pernikahan Dean membuatnya sempat depresi akan rasa bersalah. Seandainya saja ia tak ketahuan bersama Edho malam itu, maka ini tak akan terjadi. Ia bisa menikahi Dean dan hidup dengan layak.
"Aku tak akan membiarkanmu kembali pada Dean." Edho menarik Bella kencang dalam pelukannya. Membelai wajahnya dengan kasar.
"Maka jangan buat aku berpaling." Bella mengecup Edho. Tangan Edho kembali menelusuri bagian tubuh Bella, sampai area sensitifnya.
Matahari terbit mulai mereka dari arah berlawanan dengan pantai. Keduanya memutuskan untuk kembali ke vila dengan sembunyi-sembunyi. Vila mereka berada di tempat yang berbeda, jadi tak akan ada yang melihat mereka kembali bersama-sama.
"Bella dari mana?"
Bella terkejut bukan main mendengar suara ibu Dean menyapanya. Ibu Dean memakai pakaian olahraga.
"Tadi mau lihat sunrise tante."
"Ah begitu. Di sini bagusnya kalau lihat sunset."
"Iya tante. Bella masuk dulu ya, mau nyambung tidur." Bella cepat-cepat masuk ke dalam kamar.
"Kenapa dia kaya ketakutan gitu," gumam ibu Dean melihat tingkah aneh Bella.
Semenit kemudian, ibu Verona menghampiri ibu Dean. Mereka berencana jogging pagi sambil menikmati alam. Di kota tempat mereka tinggal terlalu banyak polusi jadi mereka merilekskan diri selama berada di sini.
"Kamu masih mau menjodohkan Dean dengan Bella?" tanya ibu Verona saat mereka melepas lelah dan beristirahat.
Mereka memesan bubur ayam untuk sarapan. Energi mereka terkuras habis karena jogging pagi itu. Peluh membasahi baju olahraga mereka.
"Kalau bukan Bella, ya paling tidak setara dengan Bella. Kalau si Clara itu mah jauh, sampai kapan pun aku tak menyetujuinya." Ibu Dean menyuap bubur ayamnya.
"Itu yang kubilang ke Verona. Harus nyari yang setara. Begini kan enak, kita bisa sambil liburan di Bali. Kalau sama mantannya itu, bisa-bisa Verona yang ngasih makan."
"Temannya Dean itu?"
"Iya, yang mana lagi. Kok bisa sih Verona kecantol dengan pria seperti itu. Padahal dia dari bayi udah terbiasa dengan barang ber-merk. Tuanya malah milih orang kaya gitu."
Ibu Dean terkekeh mendengar keluh kesah ibu Verona. "Jangan salah lo, dia sekarang punya cafe besar." Ibu Dean meledek.
"Cafe begitu mah cuma cukup untuk makanan sehari-hari. Verona dan Dean itu otaknya agak konslet ku rasa."
"Dean masih normal. Ia menikahi wanita itu cuman karena tanggung jawab. Aku yakin dalam hatinya ia masih menyimpan rasa pada Bella. Aku akan berusaha lebih keras."
"Nggak usah mimpi. Memangnya kamu tidak ingat tadi malam sikap Dean bagaimana."
"Jangan salah. Aku yakin itu karena banyak orang di sana. Ia hanya tak ingin membuat si Clara itu malu. Dean itu punya hati lembut tahu."
"Iya deh, iya." Ibu Verona pura-pura setuju. Tak ingin berdebat dengan ibu Dean.
"Lagi pula, kau tahu tadi, aku bertemu dengan Bella. Dia bilang habis lihat sunrise. Aku punya dugaan bahwa dia sembunyi-sembunyi bertemu Dean," ucap ibu Dean mantap. Ia memercayai instingnya.
"Masa sih? Tadi aku malah ketemu Edho, dia bilang juga lihat sunrise. Apa mereka yang ketemu." Ibu Verona menghentikan ucapannya saat tatapan keduanya bertemu. "Mungkin sama Verona juga..." Ia menambahkan.
Keduanya tertawa keras.
"Kau benar, mereka kan tadi malam berempat." Ibu Dean menambahkan. "Sepertinya kau akan mendapatkan cucu baru."
"Sepertinya begitu."
asekkk
yang tegas kau dengan Verona agar dia tidak semena mena terhadapmu
ternyata ada kemajuan juga dengan sikap Dean