NovelToon NovelToon
Naik Status: From Single To Double: Menikah

Naik Status: From Single To Double: Menikah

Status: tamat
Genre:Tamat / Nikah Kontrak / Mengubah Takdir / Fantasi Wanita / suami ideal
Popularitas:7.2k
Nilai: 5
Nama Author: Ai

Embun, seorang wanita berumur di akhir 30 tahun yang merasa bosan dengan rutinitasnya setiap hari, mendapat sebuah tawaran 'menikah kontrak' dari seorang pria di aplikasi jodoh online. Akankah Embun menerima tawaran itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34

Pagi ini aku bangun masih dipenuhi pertanyaan-pertanyaan kemarin, bahkan semakin banyak dan bervariasi. Mungkinkah suamiku anggota mafia? Mungkinkah bisnis yang dijalankannya adalah bisnis kotor sehingga aku diculik? Mungkinkah di lantai dua terdapat rahasia yang tidak bisa aku ketahui? Benarkah aku akan dibawa ke dokter hari ini? Jangan-jangan obat yang diberikannya padaku adalah obat yang berbahaya? Aku tidak ingin menerka-nerka jenis obatnya.

Pikiran-pikiran liar itu semakin liar ketika Assis menjemputku dengan sebuah mobil sedan berkaca gelap. Bukankah ini jenis mobil yang digunakan oleh mafia? Kenapa aku juga tidak boleh mengetahui nama asli Assis? Dan berbagai pertanyaan lainnya mewarnai perjalananku menuju rumah sakit.

Tempat ini lebih cocok dikatakan klinik daripada rumah sakit. Bangunannya kecil, tapi mewah. Kami disambut seorang perawat yang mengantarkan kami masuk ke ruang dimana seorang dokter yang rambutnya hampir habis menyapaku dengan riangnya dan dengan berbagai perkenalan panjang lebar yang tidak aku harapkan. Aku hanya diam. Dokter itu tidak peduli, dia terus berbicara tentang berbagai hal yang tidak bersangkutan dengan pemeriksaanku hari ini.

Aku melewati berbagai rangkaian tes dan dicerca bermacam pertanyaantentang yang aku rasakan saat ini. Butuh dua jam hingga semuanya selesai. Tapi, aku masih harus menunggu hasilnya. Setelah hasilnya keluar, aku akan ditanyai lagi, begitu kata dokter yang tidak kuingat namanya.

Ternyata ditanyai yang dimaksud dokter itu adalah interogasi. Seorang pria berbadan besar dengan aksen kental duduk di depanku dengan sebuah alat perekam. Dia menanyaiku tentang perasaanku, lalu mulai menanyakan hal yang tidak ingin aku ingat.

“Bagaimana Anda diperlakukan saat disekap?” bukannya memintaku menceritakan kejadian sejak awal aku diculik seperti yang selalu diminta suamiku, dia hanya bertanya tentang bagaimana aku diperlakukan.

Semua bayangan di ruangan gelap itu kembali datang satu per satu dan berkecamuk tidak berurutan. Keringat dingin mulai membasahi dahi dan tanganku. Aku meremas celana panjang yang aku pakai hingga mengkerut. Aku tidak bisa menjawab pertanyaan ini, aku tidak mau.

“Apakah Anda diikat? Di mana Anda diikat?” aku membayangkan pilar tempat aku diikat dan kemudian bayangan tanganku yang berdarah. Aku menggigit bibirku.

“Apakah pria itu memukul Anda?”

Aku menatapnya. Tapi, aku tidak melihat wajah pria di depanku, tapi pria bertopeng yang sedang menatapku lewat lubang hitam kosong di topengnya.

“Pria?” tanyaku.

“Apakah dia pria?”

Aku menggeleng. “Tak tahu.”

“Wanita?”

Aku menggeleng. “Tak tahu.”

“Suaranya?”

“Tak tahu.”

“Dia tidak bicara?”

Aku menggeleng.

“Di mana Anda disekap?”

Aku menggeleng.

“Di sebuah ruangan?”

Aku mengangguk. Ini lebih mudah bagiku. Aku hanya perlu menjawab ya atau tidak atau hanya menggeleng dan mengangguk.

Dia terus mengajukan pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak begitu lama. Bahkan dia mengulangi beberapa pertanyaan yang telah ditanyakan .

Akhirnya dia berhenti. Keringatku mengucur deras dari dahiku, rambutku terasa basah seperti baru saja keramas. Ketiak, telapak tangan dan telapak kakiku terasa hangat dan basah juga.

“Terima kasih untuk hari ini. Kita akan bertemu lagi. Selamat siang.” Diapun berlalu tanpa aku melihatnya. Mataku terus menatap tanganku yang masih meremas celana.

Assis masuk beberapa saat kemudan dan mengajakku keluar. Setelah dia berbicara dengan dokter, kami pun meninggalkan tempat itu. Ada perasaan lega hinggap, meskipun aku masih terbayang hal-hal yang ditanyakannya tadi.

Aku memandangi cermin mobil dan melihat wajah pucat ketakutan menatapku balik. Tampangku benar-benar mengerikan. Setakut itukah aku? Kualihkan pandanganku.

Tidak ada siapapun di rumah ketika kami tiba. Suamiku sedang keluar, mobilnya tidak ada di garasi. Perjalanan hampir sejam dari klinik kembali ke rumah telah membuat ketakutanku mereda. Ada beberapa hal yang akan aku tanyakan pada Assis, selagi suamiku tidak berada di rumah, aku mungkin bisa mengorek sedikit informasi darinya.

“Masuklah, Nyonya. Saya akan pergi setelah Nyonya masuk.”

“Kamu akan pergi? Tapi, tidak ada siapapun di rumah.” kataku bingung.

“Nyonya aman di sini. Selamat siang.” Assis pun pergi dengan mobil sedan setelah akumasuk dan dan mengunci pintu samping. Deru mobilnya keluar dari garasimembuatku waspada.

Sekarang, aku sendirian di rumah ini. Tidak ada siapapun di sini.Kenapa aku ditinggalkan sendirian di sini setelah interogasi mengerikan itu? Aku tidak ingin sendirian, aku tidak sanggup.

Embun, tenang. Tidak apa-apa. Ini masih siang, kamu aman. Tidak akan ada yang terjadi.

Untung saja pikiranku yang mulai mengembara diinterupsi perutku yang minta diisi ulang. Aku melangkah ke dapur dan menemukan ruang makan dan dapur yang kosong. Di lemari es ada beberapa sayuran dan buah. Di lemari lemari dapur tidak ada persediaan makanan sama sekali. Apa yang bisa aku makan? Aku tidak akan kenyang dengan apel dan anggur. Kalau salad sayuran?

Sekali lagi aku menggeledah lemari dan rak di dapur hingga ke pojok-pojoknya, tapi aku tidak menemukan bumbu untuk memasak. Hanya ada garam di atas meja. Aku bisa menumis sayuran kalau saja ada bawang putih atau bombai, tapi tidak ada bawang sama sekali atau yang sejenisnya. Bagaimana kalau aku merebus sayuran pakai garam? Tanpa sambal atau saos? Aku tidak bisa memakannya. Tidak ada beras maupun roti. Pasta dan sejenisnya pun tidak. Apa yang bisa mengisi perutku?

Aku mengambil sebuah apel, mencucinya, memotongnya dan meletakkannya di piring. Saking laparnya, aku menghabiskannya dalam sekejap. Aku masih lapar, tapi tidak ingin makan apel lagi.

Kutatap isi kulkas, memandangi sayuran berwarna hijau dan ungu di dalam kulkas dan menutupnya. Lebih baik aku kembali ke kamar.

Aku berganti pakaian dan berbaring di ranjang. Tidak ada yang bisa aku lakukan. Aku tidak memiliki ponsel sekarang, tidak ada buku bacaan atau pun televisi. Aku terus memandangi gunung di hadapanku tanpa memikirkan apapun sampai aku ketiduran.

Sebuah tangan memegangiku, dingin. Aku gemetar. Mataku terbuka lebar dan memandang pemandangan yang sama yang aku lihat tiga hari terakhir ini. Berapa lama aku tertidur?

Perutku berbunyi. Aku lapar.

Dapur masih sama, begitu juga isi kulkas. Apa yang aku harapkan? Jin yang baik hati akan mengisi kulkas agar aku bisa makan? Setidaknya aku masih bisa minum.

Tiba-tiba terdengar suara seperti sesuatu diseret. Kufokuskan telingaku mencoba mendengar lebih jelas.

Hening, tidak ada suara apapun.

Sreet… sreet….

Suara apa itu? Aku meletakkan gelas di meja dan menajamkan pendengaranku.

Sreet… sreet… sreet… sreeet…sreeet….

Suara itu semakin dekat. Suara langkah kaki yang agak diseret. Aku kenal suara itu. Itu suara yang sama seperti yang aku dengar di rumah di Perancis. Keringat dingin terasa meluncur dari dahiku. Apa yang harus aku lakukan sekarang?

Sreeet… sreeet… sreeet….

Dekat sekali, semakin dekat. Tubuhku tidak bisa bergerak, pikiranku kosong. Aku ingin lari dan bersembunyi, tapi kakiku serasa seperti dipaku di lantai. Aku harus bergerak, pindah, keluar dari ruangan ini. Lari…

Aku tidak bisa lari. Aku hanya bisa jongkok dan menutup kedua telingaku dengan kedua tangan. Mataku terpejam.

Sreeet… sreeet….

Dia sudah di dekatku, sudah di belakangku.

Hening, tidak ada suara lagi. Di mana dia? Ke mana dia pergi? Aku tidak berani membuka mata dan telingaku. Napasku memburu. Aku ingin berteriak minta tolong, tapi itu tidak akan berguna.

“Tidaaaak…” Bahuku diremas, aku meronta, berusaha melepaskan diri, tapi pegangannya semakin kuat.

Teriakanku semakin keras, aku mengibas-ngibaskan tangan dan kaki, masih dengan mata terpejam. Takut melihat topeng dengan lubang mata hitam mengerikan yang memandangku.

“Hentikan. Ini aku.”

Suara itu terdengar familiar. Aku tetap meronta, terbaring di lantai.

“Hentikan!!!”

Seketika aku terdiam dan membuka mata.

Suamiku, jongkok di depanku, memegang kedua tanganku. Dengan wajah keras memandangiku yang kini berlinang air mata, napasku memburu.

Dia melepaskan tanganku dan berusaha mengangkatku berdiri. Aku menepiskan tangannya dan berlari ke kamar, membenamkan diri di antara bantal dan selimut. Air mataku tidak bisa berhenti keluar, aku terus terbayang teror itu, terus berulang-ulang. Sangat menakutkan.

Aku tidak tahu berapa lama aku menangis hingga tertidur. Saat terbangun, kegelapan memenuhiku. Panik, aku meronta dan berteriak.

Aku melihat cahaya masuk, diikuti sesosok gelap. Teriakan semakin menjadi. Aku meringkuk di bawah selimut dan terus berteriak.

“Pergi, jangan ganggu aku, pergi…. Pergiiii…!!!”

Tenggorokanku seperti tercekat, suara yang keluar terdengar aneh di telingaku, tapi aku terus berkata ‘pergi’ berulang kali, seolah hanya kata itu yang aku tahu.

Cahaya membanjiri sekitarku, aku bisa melihatnya dari balik selimut. Apakah tadi aku bermimpi? Apakah ini siang?

Masih sesenggukan aku mengintip dari balik selimut dan melihat cahaya lampu terang benderang menyelimuti kamarku. Ini masih malam, gelap. Itu hanya cahaya lampu. Aku kembali ke dalam selimut, meringkuk dan tertidur.

1
Pena dua jempol
satu mawar + subscribe + follow... follback aku ya kak... main2 ke karya aku 🌹 🫰🏿😊
Pena dua jempol
mimpiku juga /Sob/
Arvilia_Agustin
sampe disini dulu thor
Arvilia_Agustin
Aku tertarik dengan kursus bahasa Jerman, ingin ikut kursus juga Thor, aku dah mampir lagi ni thor
Bilqies
emnagta terus Thor menulisnya 💪
Bilqies
aku mampir lagi Thor
Bilqies
aku mampir lagi nih Thor
Arvilia_Agustin
Sampe disini Thor, nanti di lanjut lagi
Bilqies
aku mampir nih thor
Bilqies
semangat terus Thor menulisnya...
Ai: Siaaaaap /Good/
total 1 replies
Bilqies
aku mampir Thor
Ai: Makasih 😊
total 1 replies
Arvilia_Agustin
Sampai disini dulu ya ka, 😊
Ai: Makasih sudah mampir /Heart/
total 1 replies
Arvilia_Agustin
Mahal-mahal sekali harga jacket nya
Ai: Bikin keringat dingin baca label harganya
total 1 replies
Alletaa
mampir lagi Thor
Ai: Makasih
total 1 replies
xoxo_lloovvee
satu mawar untukmu thor, jangan lupa mampir ya 😉
Ai: Makasih, ya
total 1 replies
xoxo_lloovvee
Apa ini akuu? 😭😭
Ai: Semangat /Smile/
total 1 replies
Bilqies
aku mampir lagi Thor /Smile/
mampir juga ya di karyaku
Ai: Makasih /Smile/
total 1 replies
marrydianaa26
semangat thor,nanti mampir lagi
Ai: Makasih /Smile/
Semangat juga
total 1 replies
Zeils
Bagus, pemilihan kata dan alurnya cukup baik dan mudah dipahami.
Hanya saja, perbedaan jumlah kata di bab satu dan dua membuatku sedikit tidak nyaman saat membacanya. Perbedaannya terlalu signifikan.
Ai: Makasih udah berkunjung.
Novel pertamaku mmg banyak kekurangannya, makasih udah diingatkan lagi.
Bisa mampir di novel keduaku, bisa dibilang lbh stabil dr yg ini. Mohon sarannya jg 🙏🏻
total 1 replies
Arvilia_Agustin
Aku kasih bunga ni thor
Arvilia_Agustin: sama-sama
Ai: Makasih /Heart/
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!