Anin adalah seorang gadis yang diusianya baru menginjak umur 17 tahun ia sudah harus melewati berbagai rintangan dan cobaan hidup. Masalah demi masalah datang silih berganti tapi ia mencoba sabar melewatinya. Hingga suatu hari Anin harus melewati ujian yang sangat berat sepanjang hidupnya. Mamanya meninggalkan ia diusianya yang masih muda dan ia harus memulai kehidupannya setelah kepergian mamanya. Akankah Anin mampu menjalani kehidupannya tanpa sang mama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ummunafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Hampir sejam berlalu, menunggu kuliah ini selesai terasa lama bagi Anin. Namun fokusnya seketika terbuyar, melihat notif dari Sahabatnya Rika.
"Kelas gue dah kelar, gue tungguin lo di parkiran ya."
"Oke gue masih ada sekitar 15 menitan lagi baru kelar ini. Maaf ya lo jadi nungguin."
"Santai aja. Apasih yang nggak buat lo sahabatku"
Anin tak membalas pesan dari Sahabatnya, ia beralih membuka chatnya dengan Gilang.
Sedari tadi Anin mencoba mengirimi Gilang pesan. Namun sepertinya Gilang sengaja tidak mengaktifkan ponselnya. Chat dari Anin sedari tadi tak kunjung berubah. Masih centang satu abu-abu lagi. Padahal yang diharap Centang dua warna biru.
******
Akhirnya 15 menit yang berasa 30 menit itu akhirnya kelar juga. Dengan tergesa-gesa Anin langsung menyusul Rika di parkiran. Tak lupa ia membuang sampah bunga tadi, dan coklatnya ia berikan saja ke temannya. Sayangkan kalau dibuang.
"Ini serius buat gue Nin?" tanya Miska sambil memengang coklat dari Anin.
"Iya buat lo aja. Gue alergi coklat soalnya." jawab Anin padahal itu alasannya saja.
"Sejak kapan ada orang alergi coklat? Biasanya kan alergi makanan seafood lah ini alergi coklat."
"Ya ada. Guekan alergi cokkat. Udah ya gue balik duluan."
"Oke deh thank ya Nin. Sering-sering ya ngasih gue coklat."
Anin langsung menuju ke parkiran, disana tampak rika sedang memainkan ponselnya. Kasian si kaum ldr. Masih lumayan sih, dari pada Anin belum lama jadian malah putus.
"Rik...!"
"Langsung pulang kita?"
"Jangan dulu. Kita kerumahnya Gilang ya. Please anterin dan temenin gue."
"Lo ada masalah lagi?"
"Iya."
"Ribet deh kalian. Baru juga baikan eh berantem lagi."
"Dan masalahnya sekarang bukan diem-dieman lagi, malah kita putus."
"What..???"
"Nanti dijalan aja gue jelasin. Udah yuk jalan sekarang.".
Diperjalanan, Anin menceritakan awal mula permasalahan itu datang hingga surat yang tiba-tiba nangkring di motor Gilang.
"siapa ya kira-kira yang buat hubungan kalian berantakan gini? Lo nggak ada masalah kan sama orang-orang di sekitar lo?"
"Ya nggak ada lah. Lagian gue cuma dekat sama mas Gilang aja. Dan satu temen kelas gue namanya Miska."
"Ciee dapat bestie baru. Gue dilupain nih lama-lama."
"Lo nggak akan pernah terganti Rika. Lo bukan sekedar sahabat doang, tapi saudara gue."
*****
Akhirnya setelah menempuh perjalanan hampir 2 jam, kini Anin dan Rika sudah tiba di depan rumah Gilang.
Anin mencoba melangkah masuk dan mencoba mengetuk pintu itu berkali-kali.
Hingga tiba-tiba...
Kreet...
"Iya ada apa?" tanya sosok perempuan yang usianya mungkin sama dengan mama Anin.
'Anin belum pernah ketemu ya guys sama mamanya Gilang'
"Maaf tante ganggu waktunya, saya Anin tan temannya Gilang. Kak Gilangnya ada?"
"Anin? Jadi kamu yang namanya Anin. Duh masyaAllah cantik sekali kamu nak. Tante ini mamanya Gilang."
"Duh astaga maaf tan, Anin nggak tahu."
"Jangan manggil tante dong, panggil mama juga."
"I-iya ma."
"Ya udah masuk dulu yuk, mama bikinin minum. Ajak juga temannya masuk."
Tak enak menolak. Anin mencoba ikut masuk. Tak lupa Rika juga ikut.
"Buset nin. Tajir bener ya ayang lo. Ini rumah apa istana sih?"
"Husst diam deh."
Yang dibilang Rika bener. Rumah Gilang bak istana. Ruang tamunya aja seluas lapangan. Gimana sama ruangan lainnya. Dua kali lipat rumah Anin ini mah.
Tak lama Mamanya Gilang menghampiri Anin dan rika. Ia duduk di sofa yang tak jauh dari Anin. Disusul dibelakangnya seperti asisten rumah tangganya membawa sebuah nampan berisi tiga minuman dingin dan beberapa cemilan.
"Makasih ya bi. Tolong siapin makanan yang enak buat mereka ya bi." titah mamanya Gilang pada ARTnya itu.
"Eh ma, nggak usah repot-repot. Ini aja udah cukup kok." tolak Anin
"Nggak papa. lagian kamu baru pertama kali kesini kan. Udah nggak papa."
"Oh iya ma. Kak Gilangnya ada?"
"Ada. Tapi sejak pulang dari dia langsung masuk ke kamarnya. Mama sempat ngajak ngobrol katanya dia capek banget."
"emm ma.. Boleh Anin izin ketemu sama Kak Gilang?"
"Oh boleh. Kamu langsung ke kamarnya aja. Kamu naik ke lantai dua, kamar dia paling ujung, ada namanya kok di pintunya."
"Anin naik dulu ya ma."
"Rik, lo diem aja disini. Jangan bilang sama mamanya kalau kita lagi berantem." bisik Anin pada Rika.
"Aman sana gih."
Anin mencoba menaiki tiap anak tangga. Saking luasnya rumah ini, baru naik tangga aja nafas udah ngos-ngosan. Akhirnya Anin tiba di depan kamar Gilang.
Sebenarnya ia tak pernah masuk ke kamar cowok, tapi mau gimana lagi.
Tok...tok...tok....
Kreet.....
"Ma, Gilang kan udah bilang, Gilang lagi nggak pengen di gang.....".
"Mas."
Gilang langsung hendak masuk ke kamarnya dan menutup pintu. Namun Anin yang paham gerak gerik itu ia menahan pintu itu.
"Mas izinkan aku bicara."
"Tidak usah manggil mas lagi. Muak aku dengernya."
Tes..tes...
Tetesan air mata Anin yang sedari tadi ia coba tahan akhirnya menetes juga. Entah kenapa ada rasa sakit yang dirasa Anin.
"Maafkan aku kak." lirih Anin
"Mending kamu pulang, aku mau istirahat."
"Kak kita selesaikan baik-baik ya."
"Apanya yang mau diselesaikan baik-baik? Semua bukti sudah ada. Bunga, coklat, surat. apa lagi?"
"Kak apa susahnya sih dengerin penjelasan aku dulu. Please kak jangan kek gini dong.
Bukannya menjawab, Gilang malah mencobs menutup pintu kamarnnya namun ia tidak sadar, tangan Anin terjepit.
"Aduh sakit.." rintih Anin. Saking kerasnya mungkin pintu itu ketutup, membuat jemari Anin terluka dan berdarah. Gilang langsung berbalik, ia kaget melihst tangan Anin terluka karenanya.
"Ya ampun tangan kamu!! Maafin aku. Masuk sini aku obatin." Gilang menuntun Anin dan mendudukkan anin di pinggiran tempat tidur Gilang. Sementara Gilang mengambil kotak P3k yang selalu ia simpan di dalam lemarinya.
"Sini tangan kamu, maaf ya mungkin agak sedikit perih soalnya ini alkohol."
"Iya kak."
Dengan telaten gilang mengobati jemari Anin dan menutupi lukanya.
Anin tersenyum melihat perlakuan Gilang. Ia tahu Gilang masih ada rasa padanya, tidak mungkin semudah itu rasanya hilang. Ini hanya kesalahpahaman saja. Anin harus memikirkan cara agar Gilang mempercayainya.
"Terimakasih kak. Aku tau kamu masih khawatir sama aku. Sekali lagi makasih ya."
"Jangan geer kamu. Ini kan gara-gara aku, aku sebagai lelaki harus bertanggung jawab. Mending kamu pulang. Aku capek."
Namun bukannya menuruti, Anin tetap berdiam disitu.
"Kenapa malah bengong sana keluar!!"
Lagi dan lagi, Anin menghiraukannya. Ia sibuk memikirkan cara agar Gilang mau percaya padanya.
******