Dua puluh tahun setelah melarikan diri dari masa lalunya, Ayla hidup damai sebagai penyintas dan penggerak di pusat perlindungan perempuan. Hingga sebuah seminar mempertemukannya kembali dengan Bayu—mantan yang terjebak dalam pernikahan tanpa cinta.
Satu malam, satu kesalahan, dan Ayla pergi tanpa jejak. Tapi kepergiannya membawa benih kehidupan. Dilema mengungkungnya: mempertahankan bayi itu atau tidak, apalagi dengan keyakinan bahwa ia mengidap penyakit genetik langka.
Namun kenyataan berkata lain—Ayla sehat. Dan ia memilih jadi ibu tunggal.
Sementara itu, Bayu terus mencari. Di sisi lain, sang istri merahasiakan siapa sebenarnya yang pernah menyelamatkan nyawa ayah Bayu—seseorang yang mungkin bisa mengguncang semua yang telah ia perjuangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Sebelum Semua Jadi Resmi
Tapi Bayu tak melangkah mundur, tak merentangkan jarak yang menyejukkan di antara mereka—Bayu menarik Ayla dan menciumnya.
Ayla membeku. Detik itu, waktu seolah berhenti.
Lalu… kesadarannya kembali. Ia berusaha melepaskan diri. “Ini salah… Bayu, jangan…”
Namun pelukan Bayu menguat. “Tidak lagi. Aku tak akan membiarkanmu pergi… bukan malam ini.”
Ciuman yang awalnya lembut berubah menjadi luapan rindu, luka, dan cinta yang tak pernah sembuh. Ayla terombang dalam pelukan dan perasaan yang selama ini ia kubur dalam-dalam. Tubuhnya mengingat kehangatan itu, bibirnya mengingat rasa yang dulu ia sebut rumah.
Dan malam itu…
Di bawah lampu temaram kamar hotel, di antara bayang-bayang masa lalu yang belum tuntas dan masa depan yang masih kelabu, dua hati yang retak kembali menyatu. Bukan karena semuanya telah pulih, bukan karena luka telah sembuh—tetapi karena cinta, kadang, memilih untuk membara meski dunia memadamkannya.
Ayla masih dalam pelukan Bayu. Jantungnya berdetak tak karuan. Ia menunduk, matanya terpejam, mencoba meredam perasaan yang selama ini ia kubur dalam. Tapi justru dalam diam itu, ia tak bisa memungkiri satu kenyataan pahit: ia masih mencintai Bayu. Sepenuh hati. Sebegitu dalamnya hingga ia merasa sesak hanya dengan mengingat kenyataan bahwa lelaki ini masih milik orang lain.
Meski ia tahu, mungkin selamanya ayah Bayu tak akan merestui hubungan mereka. Meski dunia mungkin akan mencapnya pelakor—wanita perusak rumah tangga orang—namun hatinya tetap menyimpan satu keinginan yang tak bisa dihapus: keinginan memperjuangkan cinta mereka.
Tapi tidak sekarang.
Tidak saat status Bayu belum benar-benar bebas. Tidak saat luka masih terbuka dan nama mereka belum bersih.
Bayu menunduk dan mengecup pelipis Ayla dengan lembut. “Maaf,” bisiknya pelan, “aku tak bisa menahan diri.”
Tangannya lalu bergerak, menyentuh perut Ayla dengan hati-hati, seolah ingin memastikan keajaiban kecil di sana benar-benar nyata.
“Apakah dia baik-baik saja?” tanyanya dengan suara pelan, seperti takut merusak keheningan suci di antara mereka.
Ayla hanya mengangguk. Kata-kata tak sanggup keluar dari bibirnya yang tadi lantang menolak, namun tubuhnya sendiri justru menyambut Bayu. Ia malu. Pada dirinya sendiri. Tapi juga pada kenyataan bahwa Bayu masih jadi satu-satunya tempat pulang yang ia tahu, satu-satunya pelukan yang bisa membuat hatinya utuh.
“Aku akan menikahimu, Ras,” ucap Bayu tiba-tiba, suaranya mantap. “Kita nikah secara agama dulu… lalu setelah perceraianku dengan Ellen selesai, aku akan menikahimu secara sah. Di hadapan siapa pun.”
“Apa…” Ayla menarik napas, masih ragu, “apa kata orang nanti…?”
“Jangan pikirkan apa kata orang,” Bayu menggenggam tangannya erat. “Sekali ini saja… aku ingin egois. Aku ingin bahagia… bersamamu.”
Ayla menunduk lagi. Suaranya gemetar. “Ayahmu… dia tak akan membiarkan aku jadi bagian dari hidupmu…”
“Dia tak akan,” potong Bayu cepat, “karena dia tak akan bisa. Kali ini… tidak ada satu orang pun yang bisa jadi penghalang di antara kita.”
Dan Ayla hanya bisa diam.
Diam… sambil merasakan betapa cinta yang dulu ia pikir telah mati, ternyata masih hidup. Masih hangat. Masih bernapas. Dan kini… mulai menuntut untuk diperjuangkan.
Uap hangat dari kamar mandi masih melekat di kulit Ayla saat ia melangkah keluar, mengenakan gaun sederhana yang baru saja ia kenakan buru-buru. Rambutnya masih setengah basah, dan mata itu—mata yang masih penuh cinta dan kehangatan untuk Bayu —masih memancarkan kebingungan yang ia coba sembunyikan.
Namun langkahnya terhenti seketika.
Bayu duduk di tepi ranjang, mengenakan kemeja putih yang lengannya digulung setengah. Ia menatap Ayla dengan senyum yang entah kenapa terasa lebih menyakitkan ketimbang melegakan. Senyum itu bukan senyum biasa. Ada luka yang masih basah, cinta yang masih utuh, dan tekad yang tak bisa digoyahkan.
Ayla menelan ludah. Canggung. Hening mendadak menggantung di antara mereka. Mungkin karena ia tahu apa yang terjadi semalam—meski dipenuhi cinta dan kerinduan—adalah kesalahan. Kesalahan yang manis tapi pahit. Mereka telah menyatu tanpa ikatan. Tanpa restu. Dan Bayu... masih berstatus suami orang.
Belum sempat Ayla membuka mulut, Bayu lebih dulu bicara.
“Kita akan menikah hari ini.”
Ayla terperanjat. Bahkan sebelum ia bisa mengungkapkan sepotong keberatan atau satu kata pun, Bayu kembali bersuara—lebih tenang, tapi terdengar tak bisa dibantah.
“Aku tak ingin alasan apa pun, Ayla. Tak ingin penolakan. Kita akan menikah hari ini, secara agama. Dan nanti, setelah aku resmi bercerai dari Ellen… kita akan menikah secara hukum.”
Napas Ayla tercekat. Dadanya sesak. Dunia seolah memeluknya terlalu erat. Ia tahu, sejak semalam, Bayu tak lagi ragu. Lelaki itu sudah memutuskan jalannya. Dan ia… tak bisa mundur, tak bisa lagi berdalih.
Ayla menunduk, mencoba menyembunyikan air mata yang mulai berkaca di sudut matanya. Lalu dengan suara pelan, namun tegas, ia menjawab, “Baiklah. Tapi aku… aku tak ingin siapa pun tahu soal ini. Bukan sekarang.”
Bayu berdiri. Langkahnya perlahan menghampiri Ayla. Jarak di antara mereka menguap dalam sekejap.
“Aku mengerti.” Suaranya serak. “Aku tak akan membiarkan nama baik yang kau jaga seumur hidup… hancur karenaku. Aku akan menjaga itu. Kita akan menjaga itu.”
Ayla mengangkat wajahnya, menatap mata Bayu yang tak berkedip memandangnya. Dan di sana ia lihat—semua luka, semua janji, semua tekad yang tak akan pernah bisa ia lawan.
“Akan ada seseorang yang menjemputmu nanti,” lanjut Bayu. “Aku keluar lebih dulu. Biar tak menimbulkan kecurigaan.”
Lalu ia membungkuk pelan, mengecup kening Ayla dengan lembut. Lama. Dalam diam yang menyayat. Sebuah ciuman yang bukan sekadar pamit… tapi penguat. Janji diam-diam bahwa mulai hari ini, hidup mereka tak akan pernah sama.
Ayla memejamkan mata, meresapi kehangatan itu seolah mencoba mengabadikannya. Saat Bayu melangkah pergi, ia tak bersuara. Hanya matanya yang mengikuti punggung lelaki itu—punggung yang terasa kokoh namun penuh luka.
Dan saat pintu tertutup di belakangnya, Ayla terjatuh di tepi ranjang, menggenggam perutnya yang masih rata, meremas gaun yang dikenakannya seolah bisa meredam gejolak di dada.
Ia akan menikah hari ini.
Secara diam-diam.
Dengan lelaki yang masih milik orang.
Namun untuk pertama kalinya… ia merasa akan benar-benar dimiliki. Sepenuhnya.
-----
Janji yang Tak Pernah Mati
Langit tampak pucat. Mentari pagi tak bersinar garang, seolah mengerti bahwa hari ini bukan untuk gemerlap, tapi untuk sebuah kesunyian yang agung. Sebuah momen sakral yang tak butuh kemewahan, hanya hati yang tulus dan saksi yang jujur.
Pernikahan itu berlangsung sederhana. Tak ada bunga mawar. Tak ada gaun putih. Tak ada keluarga yang bersorak bahagia. Hanya ruangan kecil, saksi dua orang, penghulu, dan dua hati yang saling mencari selama dua dekade lebih.
Saat ijab kabul terucap, suara Bayu bergetar namun pasti. Matanya menatap Ayla seolah tak percaya bahwa hari ini, setelah semua luka, penantian, dan penyangkalan, ia akhirnya bisa memanggil wanita itu: istriku.
Begitu kata-kata “sah” keluar dari bibir penghulu, suasana mendadak menjadi hening.
Bayu mengeluarkan kotak beludru kecil dari sakunya. Satu cincin berlian mungil mengintip dari baliknya, berkilau. Ia meraih jemari Ayla perlahan. Jemari yang dulu pernah ia genggam, yang pernah ia lepaskan karena keadaan. Jemari yang sekarang kembali dalam genggamannya, penuh harap dan doa.
Dengan hati-hati, Bayu hendak menyematkan cincin itu ke jari manis Ayla. Namun tangannya terhenti.
...🍁💦🍁...
.
To be continued
jangan takut Ayla semoga ayah Bayu mau menerima kamu dan cucunya.
semangat kak ditunggu kelanjutannya makin seru nih,aku suka aku sukaaaaa
Syailendra sekali ini saja, tunjukkan cinta & tanggung jawabmu pada kebahagiaan keturunanmu