Aydin terhenyak, dunianya seakan tiba-tiba runtuh saat seorang gadis yang bahkan dia tak tahu namanya, mengaku sedang hamil anaknya.
Semua ini berawal dari sebuah ketidak sengajaan 3 bulan yang lalu. Saat diacara pesta ulang tahun salah satu temannya, dia menghabiskan malam panas dengan seorang gadis antah brantah yang tidak dia kenal.
"Kenapa baru bilang sekarang, ini sudah 3 bulan," Aydin berdecak frustasi. Sebagai seorang dokter, dia sangat tahu resiko menggugurkan kandungan yang usianya sudah 3 bulan.
"Ya mana aku tahu kalau aku hamil," sahut gadis bernama Alula.
"Bodoh! Apa kau tak tahu jika apa yang kita lakukan malam itu, bisa menghasilkan janin?"
"Gak udah ngatain aku bodoh. Kalau Mas Dokter pinter, cepat cari solusi untuk masalah ini. Malu sama jas putihnya kalau gak bisa nyari solusi." Jawaban menyebalkan itu membuat Aydin makin fruatasi. Bisa-bisanya dia melakukan kesalahan dengan gadis ingusan yang otaknya kosong.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERSIAPAN PERNIKAHAN 2
Aydin beserta keluarganya, sudah bersiap-siap menuju rumah Alula. Mama Nara sengaja tak mengajak Ayleen dan Alfath, takut kedua anaknya itu tahu jika Aydin anak diluar pernikahan karena bernasabkan padanya. Menurutnya, cukup Aydin saja yang tahu.
"Mah, Leen pengen ikut," rengek Ayleen yang sejak dikabari kalau abangnya mau nikah langsung datang kerumah orang tuanya.
"Udah, kamu dirumah saja. Biar saat datang nanti, ada yang menyambut kakak ipar kamu."
"Bener kata Mama, kita di rumah saja Kak," Alfath menimpali. Dia memang tak ingin ikut. Menurutnya, terlalu menyakitkan melihat langsung abangnya menikahi Alula. Membayangkan saja sudah sakit, apalagi melihat langsung. Enggak, dia gak akan kuat. Takut tiba-tiba tak bisa menahan air mata dan bikin orang curiga.
"Ya udah deh," dengan sangat terpaksa, Ayleen menurut.
Selain Aydin dan kedua orang tuanya, ikut serta dengan mereka Tante Shaila dan Om Diego. Pernikahan dadakan ini, membuat saudar yang jauh tak ada yang bisa ikut, bahkan neneknya.
Om Diego yang mengemudikan mobil menuju rumah Alula, disebelahnya, duduk Aydin yang terlihat sangat tampan dengan kemeja putih. Wajahnya tampak tegang, namun itu sangat wajar.
"Gak nyangka banget Sep, kamu udah mau punya 2 cucu," ujar Diego sambil melihat Ayah Septian dari spion tengah. Tersenyum tipis seakan-akan meledek jika kakak iparnya auto menjadi tua.
"Anggap saja dapat rezeki dobel, Go. Anakkan rezeki, berarti cucu juga rezeki," jawab Ayah Septian.
"Otw dipanggil eyang kakung kamu," ujar Diego sambil menahan tawa. Pria itu memang paling juara kalau urusan ledek meledek.
"Kamu juga bakal dipanggil eyang juga Mas sama cucunya Abang," Shaila, istri Diego menimpali.
"Loh loh, kok gitu."
"Ya iyalah. Cucunya Abang, cucu kamu juga."
"Waduh, gak seru wes."
"Tenang Go, nanti kamu gak akan dipanggil eyang sama cucuku," ujar Mama Nara. "Tapi mbah, mbah kakung."
"Lah.... sama saja kalau begitu," Om Diego langsung kecewa, padahal masih pengen dipanggil om.
Disaat para orang tua sibuk memikirkan status yang akan naik pangkat, Aydin resah gelisah. Dia gugup karena sebentar lagi akan melafalkan ijab kabul. Semoga saja dia tak harus mengulang seperti Ibra waktu itu.
"Ay, kamu kok ya bisa-bisanya, ngebuntingin anak gadis orang, masih SMA pula," Om Diego menoleh kearah Aydin. Tersenyum sambil geleng-geleng, rasanya kayak masih tak percaya. "Harusnya kalau mau nakal, belajar dulu sama Om, biar gak sampai kejadian kayak gini. Gini-gini, Om sudah suhu," ujarnya sambil menepuk dada yang membusung. Seakan bangga jika dulu, dia termasuk cowok nakal.
"DIEGO," tekan Mama Nara sambil melotot. "Jangan ngajarin anakku yang enggak-enggak."
"Yaelah Bu, masih galak aja," ledeknya. "Semoga aja tuh mantu gak kabur dapat mertua galak kayak ka_"
"Diam," potong Mama Nara.
Sementara di rumah Alula, semua sudah siap untuk menyambut kedatangan keluarga Aydin. Alula duduk disofa ruang keluarga bersama Mama Iren dan Eliza, sementara Papa Jefri dan lainnya, menunggu di ruang tamu.
"Alula, Alula," suara melengking dari halaman membuat Jefri segera keluar. Dia terkejut melihat ibunya tiba-tiba ada di Jakarta. Tadi pagi, dia memang mengabari jika Alula mau menikah. Tapi dia sungguh tak tahu jika ibunya nekat datang ke Jakarta. Padahal jarak dari Purwokerto ke Jakarta, kurang lebih 6 jam. Pria itu langsung mencium tangan ibunya dan mengajak wanita itu masuk ke ruang keluarga.
"Alula, Alula."
"Nenek," ujar Alula dan Eliza berbarengan. Keduanya sangat hafal diluar kepala suara nenek mereka. Dan benar saja, tak berapa lama kemudian, wanita yang wajahnya sudah keriput itu muncul.
"Astaghfirullah Alula," Nenek Kasih langsung memeluk cucu kesayangannya itu. "Kasihan sekali kamu Cu. Ada pria yang memanfaatkan keluguan kamu," ujarnya sambil terisak. Dia tahu seperti apa Alula, cucunya itu tak mungkin menganut pergaulan bebas, ini pasti karena Alula terkena tipu daya pria berengsek, batinnya.
"Kamu ini gimana Jep, jaga anak kok gak bisa," geram Nenek Kasih sambil memukuli lengan papa Jefri. "Dan kamu Iren," dia ganti menatap Mama Iren. "Giman kamu jaga Alula, kenapa sampai kecolongan kayak gini."
"Ma-maaf, Bu," sahut Mama Iren sambil menunduk.
"Yang salah Alula kok, Nek," ujar Alula, membela kedua orang tuanya.
"Enggak, mereka yang salah," dia menunjuk Jefri dan Iren bergantian. "Gak pecus jaga anak."
Baik Jefri maupu Iren, tak ada yang berani membantah. Keduanya sama-sama diam sambil menunduk.
"Jepri, udah kamu kasih pelajaran belum laki-laki itu?"
"Su-sudah Bu. Tadi sudah Jefri hajar," bohongnya.
"Bagus, nanti giliran ibu yang akan hajar dia."
"JANGAN!" pekik Alula. "Jangan Nek," pintanya sambil memegangi tangan neneknya.
"Kenapa?"
"Kasihan."
"Orang kayak gitu gak patut dikasihani. Kamu cinta sama dia?"
Alula mengangguk cepat.
"Astaga Alula, bisa-bisanya kamu jatuh cinta sama pria bejad seperti itu. Memangnya seperti apa dia? Ganteng?"
"Ganteng."
"Jelek."
Jawab Alula dan Eliza bersamaan. Namun jawaban mereka sangat bertolak belakang.
"Apaan sih Kak Eliza, masa calon suamiku dikatain jelek," protes Alula.
"Ya emang jelek, masa harus bohong."
"Ih..Kak Eliza siwer lah matanya. Masa orang ganteng dibilang jelek," Alula tidak terima.
"Iya ganteng," ralat Eliza. "Kalau dilihat pakai mata kaki," lanjutnya sambil menunjuk kearah mata kakinya.
"Kak Eliza, kok gitu sih."
"Udah, udah, kok jadi kalian yang berantem," lerai Papa Jefri.
"Permisi Pak Jefri, tamunya sudah datang," ujar satpam rumah mereka.
"Iya, iya, kami akan segera keluar. Ayo kita keluar," ajaknya.
"Bentar," Alula menyempatkan mengambil cermin kecil yang ada diatas meja untuk melihat penampilannya. Meski pernikahan kecil-kecilan, dia tetap harus terlihat cantik.
"Udah, udah cantik, ayo buruan," Eliza menarik tangan Alula. Menurutnya, Alula sudah kelewat cantik untuk ukuran seorang Nurdin.
Mereka lalu keluar bersama menuju ruang tamu dimana sudah ada 4 orang tetangga serta keluarga Aydin.
"Aydin!" pekik Eliza. Mulut gadis itu tebuka lebar dan matanya membulat sempurna melihat pria berkemeja putih dan kopiah hitam yang duduk lesehan di ruang tamu rumahnya. "Ja-jadi calon suami kamu Aydin, La?"
"Yang baju putih itu calon suami kamu, La?" tanya Nenek kasih.
"Iya, Nek."
"Buagus tenan, La. Pentesan kamu mau ditidurin."
"Hah," Alula langsung melongo. Gak gitu juga kali Nek.