Suamiku Anak Mami

Jennie menggigit bibir bawahnya kelu, memikirkan nasib yang tidak ada bagus-bagusnya. Tinggal di sebuah rumah bak istana, namun hidupnya sangat jauh dari kata senang. Sesekali ia menendang meja yang ada di depanya. Gadis itu sedang duduk santai di ruang keluarga sendirian, untung rumah ini besar, jadi Jennie jarang sekali bertemu dengan si Medusa. Gadis itu selalu kabur terlebih dahulu ketika mendengar suara Ibunda Ratu Medusa dari jarak sepuluh meter.

"Jennie ...." Gadis itu menoleh kesamping, suami manjanya datang dengan senyum cerah seperti pelangi. "Lihat dong, hape baru." Menunjukan ponsel mewah barunya.

Cih! dasar pamer.

"Selfie yuk, Je." Reyno mulai membuka kamera pada ponselnya, mengambil gambar mereka berdua sebanyak-banyaknya.

Ya ampun, punya suami begini amat.

Dari sekian banyak gambar yang sudah diambil, tidak ada satupun pose Jennie yang tersenyum, membuat Reyno semakin kesal jadinya. Otaknya mulai berfikir yang tidak-tidak. Cowok itu mulai berulah, menaruh kepalanya di pangkuan Jennie, tubuhnya selonjor dengan kaki yang menumpang pada bibir sofa.

"Eh, apaan?" Jennie tersentak.

"Reyno mau bobo di sini." Menekan kedua paha Jennie dengan kepala belakangnya."Emang gak boleh?" Kesal karena melihat dahi Jennie menyerngit tidak senang.

"Boleh, kok." Pura-pura tersenyum.

Dasar cowok nyebelin, inikan termasuk kontak fisik, sekarang sepertinya Reyno semakin lupa dengan aturan yang kita buat di awal pernikahan.

Reyno memiringkan badanya, hingga wajahnya itu menyentuh bagian perut Jennie yang masih mengenakan baju. Cowok itu mengalungkan kedua tanganya di pinggul Jennie.

"Apaan, sih! ngapain begini-begini?" Kesal, mencoba menyingkirkan kepala Reyno dari perutnya. Tentu saja perbuatan itu tidak nyaman untuk seorang gadis tomboy seperti Jennie.

"Reyno cuma mau usel-usel aja." Mengusak kepalanya di perut Jennie seperti kucing. "Dulu Reyno sering begini sama Mami," ucapnya sembari membalik posisinya kembali. Menatap Jennie dengan wajah agak sedih sedikit.

"Ya sudah, sana sama Mami kamu, aku bukan Mami kamu. Ngapain sama aku?" Jennie semakin kesal. Memangnya aku Mami kamu apa? Cih, dasar anak manja!

"Sana, Akh!" Jennie menyingkirkan kepala Reyno dari pangkuanya, hingga cowok itu nyaris terguling ke bawah lantai.

"Ngga mau!" Reyno mengeratkan pelukanya. "Reyno lagi kangen suasa begini, Reyno udah ngga pernah lagi manja-manjaan sama Mami, tau."

"Terus apa hubunganya sama aku?"

"Karena Reyno sudah menikah dengan Jennie." Jawabnya logis. Namun sepertinya Jennie bertambah bingung dengan arah bicara suaminya itu.

"Emangnya kenapa kalau menikah, aku ngga ngelarang kamu manja-manjaan sama Mami kamu kok," ucap Jennie sambil menatap wajah jenaka Reyno yang sangat memikat hatinya.

"Karena Reyno itu milik Jennie, jadi sekarang Reyno cuma boleh manja-manjaan sama Jennie aja, ngga bisa sama yang lain."

Eh, imut banget sih, dia. Aku jadi gemes begini. Merem*s kedua pipi Reyno tanpa sadar.

"Dapat teori dari mana itu?" Iseng-iseng bertanya. Kali saja dapat hadiah.

"Memang begitu seharusnya, Reyno milik Jennie dan Jennie milik Reyno. Kadang Reyno pengin di manja-manja sama Jennie, tapi kamu galak begitu, baru dekat saja Reyno langsung takut. Kamu ngga kayak Mami yang selalu manjain Reyno, padahal sekarang hal itu sudah menjadi tugas kamu," tutur Reyno sesuai dengan isi pemikiranya.

Siapa saja tolong beritahu aku, apa memanjakan suami termasuk dalam kewajiban seorang istri yang sudah menikah. Jennie.

"Aku ngga tahu gimana caranya manjain kamu," Memang tidak tahu, kamus manja tidak pernah ada di dalam hidup Jennie. Kosa kata itu baru pertama kali ia ketahui semenjak mengenal Reyno.

"Begini." Reyno menarik lengan Jennie agar mengus-usap dahinya. "Lakukan itu sampai Reyno bobo."

Eh, kok kayak kucing peliharan bunda, ya? Jadi kamu mau diperlakukan seperti kucing manisnya bunda, ya?

"Oh, ya. Hape baru yang tadi itu buat Jennie." Reyno menunjuk ponsel yang ia letakan di samping ponsel Jennie, mengambil keduanya, lalu memberikan ponsel barunya pada Jennie. "Yang jelek ini biar Reyno yang pegang, yang baru buat kamu." Memberikanya pada Jennie.

"Eh, kok begitu?" Jennie menerima ponsel yang Reyno berikan. Memang ia senang mendapat ponsel baru, tapi kenapa harus ada acara menghina segala coba? dan juga ini, kenapa wallpapernya foto Reyno sendirian? Apa lagi kontaknya, hanya ada nomer Reyno seorang. Belum sempat Jennie mengutarakan isi pikiranya, Reyno sudah berbicara kembali. Menarik ponsel di tangan Jennie, lalu menaruhnya di atas meja kembali.

"Ini hape baru Reyno yang di berikan Mami, mulai sekarang kita tukeran hape."

What? Memang masih jaman, ya? tukeran ponsel begitu. Bukanya norak, ya?

"Hemmm. Reyn, kita kan tinggal serumah. Aku rasa ngga perlu tukeran ponsel segala, deh. Lagian aku ngga macem-macem, kok." Reyno sudah membuka isi pesan di aplikasi whatspap Jennie, memeriksanya pesan itu satu-persatu.

"Mulai sekarang Reyno akan hapus semua nomor cowok di kontak Jennie, nomor Kaka juga harus di blokir." Ya ampun, itukan nomor Kaka kamu sendiri. Umpat Jennie dalam hatinya. "Ini apa? kenapa Jennie menyimpan banyak sekali foto laki-laki?" Reyno menunjukan foto Jennie saat melakukan turnament motor dengan teman satu gengnya, menghapus semua foto itu tanpa ampun.

Foto kenang-kenanganku, huaaaaaaa ... hikss ... hiksss.

"Mulai sekarang hanya boleh ada foto Reyno di hape Jennie." Menarik tangan Jennie saat ia berhenti mengusap bahu Reyno. "Jangan berhenti usap-usapnya." Kesal.

Reyno kembali mengecek ponsel Jennie. "Siapapun yang mau menghubungi Jennie, mulai sekarang harus melalui Reyno dulu." acamnya possesif.

Ya ... Ya ... Ya ... Terserah kamu saja, asal kau bahagia. Mengalah.

"Terus usap-usap! Jangan berhenti sampai Reyno bobo."

Gimana mau tidur? kamu main hape begitu. Sudah gila apa?

"Bobo di kamar aja, yuk." Dalam arti kepala kamu berat, paha aku pegel kalau begini terus. Peka dikit, dong. Itulah maksud dari perkataan Jennie sebenarnya.

"Ngapain bobo di kamar? Ini masih siang, nanti kita di tuduh melakukan macam-macam.

Bobo dengan posisi begini juga merusak pandangan orang Tau! Ngga lihat apa? para pelayan dari tadi ngelirik ke arah kita.

Lagi-lagi Jennie hanya mengumpat dalam hati, tanpa berani membantah sama sekali.

"Kok, diam? Kamu marah?"

Duh, mati aja apa aku?

Diam salah, ngomong dikatain bawel, ngga nurut suami. Aku harus gimana?

"Ngga marah, kok. Mana mungkin aku marah sama kamu. Kamu kan suami terbaik aku." Cih! aku harus segera gosok gigi setelah mengatakan hal ini.

"Kamu ngga mau bilang makasih? Aku kan udah kasih kamu hape baru, itu edisi BTS, loh!" Tidak tahu diri.

"Makasih suamiku, ini adalah pertama kali aku dapat hape mahal seperti ini." Melengos kesamping, menggigit bibir bawahnya karena terlalu emosi.

Siapa yang peduli itu edisi BTS. Apa itu BTS, yang aku tahu kamu terlalu possesif diluar batas. Menghapus semua kontak teman-temanku, menghilangkan foto-fotoku, dan yang terakhir, apa ini? menjadikan fotomu sebagai wallpaper hapeku. Narsis sekali. Kalau sampai ketahuan teman gengku, aku bisa di ejek manusia bucin alay.

***

Mulai menuju ke konflik ya, niatnya aku mau bikin konflik tanpa pelakor. hehehe. Ada yang penasaran, kah?

Jangan lupa like, biar mood aku baik buat nulis haha. Terimmss...