Zhavira adalah seorang gadis yang manja. Dibesarkan oleh ayahnya seorang diri setelah mamanya pergi entah kemana.
Kehidupan zha berubah total ketika ayahnya meninggal, terutama setelah seorang pria datang dan mengambilnya atas wasiat sang ayah. Pria bernama Edo Lazuardo itu mengemban amanat untuk mengurus zha setidaknya hingga ia dewasa.
Zha merasa hidupnya terkekang bersama Om bekunya, dan selalu saja ada masalah diantara mereka berdua. Apalagi dengan jarak usia yang cukup jauh untuk saling mengerti satu sama lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erna Surliandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sudah bisa tertawa?
"Wika_" panggil om edo pada asisten rumah tangganya. Wika saat itu juga segera menghampiri, lalu menceritakan kejadian yang ada disekolah berdasarkan penjelasan dinda.
"Itu salah satu alasan aku menahan hpmu," ucap Om edo dengan wajah datarnya.
"Zha masih sedih Om, bisakah menunda untuk memarahi zha?" timpal gadis yang masih lemah membuang muka di ranjangnya. Apalagi saat itu van dan dinda masih disana, kenapa om edo sama sekali tak menunjukkan belas kasih padanya.
"Om_" Dinda mencoba melerai, namun om edo mengulurkan tangan padanya.
"Kalian pulang, atau kembali ke sekolah. Terimakasih telah mengantar gadis ini pulang," balasnya. Dan saat itu van segera berdiri dan menatap om edo sama datarnya. Tatapan mereka saling beradu disana, wika dan dinda merinding ngeri membayangkan sesuatu yang akan terjadi diantara kedua pria yang tampak begitu sayang pada zha dengan caranya yang berbeda.
" Kak van, dinda... Makasih udah antar zha pulang. Sampai ketemu besok," ucap zha tanpa menoleh pada keduanya. Rasanya memang sudah terlanjur malas, kecewa dan benar-benar sakit saat ini dibuatnya. Dan entah kenapa, ucapan om edo semakin membuat sakit didalam hatinya.
"Bolehkah hp ini ku bawa? Aku akan berusaha memperbaikinya sebisaku," tanya van dengan begitu lembut pada zha, dan gadis itu hanya menganggukkan kepalanya.
Bahkan zha sama sekali tak menoleh ketika van pamit pergi meningalkan dirinya, hanya wika yang mengantar mereka keluar dan meninggalkan zha bersama om edo dikamarnya.
Om edo duduk dikursi yang sempat van duduki, ia bersandar santai disana dan sesekali terdengar hembusan napas kasar dari mulutnya. Dan itu sontak membuat zha sedikit kesal, "Kalau ngga suka disini keluar aja. Zha tahu om sibuk, dan zha ngga akan repotin om dengan kesedihan yang Om anggap HANYA ini." Zha meluapkan segala rasa kesalnya.
"Sudah berapa jam kau menangis dan merenung? Apa kau tak lelah?"
"Om ngga akan pernah ngerti bagaimana perasaan zha. Om hanya tahu jika_"
"Kau lemah_" potong om edo pada ucapan zha saat itu. Zha langsung menggigit bibir dan mengepalkan tangannya mendengar itu semua. Om edo sangat berbeda seperti van, yang memperlakukannya dengan penuh kelembutan dan perhatian.
"Udah zha bilang, kalau ngga mau nemenin om mending keluar!!" tegas zha padanya. Suara itu bahkan terdengar hingga keluar, terdengar oleh van dan dinda yang baru saja menuruni tangga terakhir mereka hingga menoleh bersama.
"Ehmmm... Ngga papa, mereka emang sering begitu. Terimakasih ya, udah bantuin zha dan anter sampe kerumah." Wika berusaha mengalihkan perhatian mereka berdua dan secepatnya membuat mereka pergi dari sana.
Zha menarik selimut lalu menutup tubuhnya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Ia juga menutup telinga dari semua ucapan om edo padanya, berharap om edo kesal dan segera keluar dari sana dan tak lagi mengganggunya. Tapi salah, om edo saat itu justru berdiri dan segera membuka selimut itu dengan paksa hingga zha langsung memutar tubuh memberikan tatapan tajam padanya.
"Bangun_"
"Engga!! Zha males ngapa-ngapain! Jangan paksa zha untuk jadi seperti yang om mau. Zha bukan anak om!" sergah gadis itu yang bahkan tak segan menunjuk omnya didepan mata.
"Aku bahkan sama sekali tak pernah mau menganggapmu sebagai anakku," datar om edo yang kemudian menggulung lengan kemeja panjangnya.
"Om mau apa sama zha?" tatap gadis itu sedikit takut.
"Menjinakkanmu." Om edo menunduk. Kedua tangannya bertumpu pada pinggiran ranjang dan membungkuk menatap zha, yang saat ini ada tepat didepan matanya seakan tanpa jarak diantara mereka.
Gleeekk! Zha menelan saliva. Tatapan om edo begitu tajam dan menggetarkan jiwa, membuat aliran darah seakan lebih cepat mengalir dari biasanya. Apalagi ketika om edo semakin mendekat, ketika hembusan napasnya begitu terasa hangat diwajah zha yang kemudian memejamkan mata.
Greepp!! Om edo menelusupkan tangannya dibawah paha zha, dan rupanya pria itu membopong paksa gadisnya. Ia membopong paksa gadis itu dan membawanya ke kamar mandi. Zha sontak berteriak dan meraung sekuat tenaga untuk melawanya.
"Aaaa! Lepasin!! Om mau apain zha!"
"Membersihkan semua isi negatef dalam dirimu agar lebih bersih." Om edo memasukkan tubuh zha kedalam bathup, lalu tangan panjangnya meraih shower yang ada disana. Ia menyalakan itu dan langsung mengguyur zha dengan air dingin, yang bahkan zha menggigil karenanya.
"JAhaaat!!" cicit zha yang melipat tangan berusaha menutupi bagian tubuhnya meski memakai baju olahraga. Meski tak tembus pandang, pastinya bahan itu sudah basah dan membentuk lekuk tubuh zha yang dapat dilihat oleh omnya. Dan benar saja, om edo saat itu membulatkan mata dan meneguk saliva.
"Om Me-sum!!" tukas zha yang meski basah masih bisa meraup wajah omnya.
Om edo bahkan menuangkan shampo ke kepala zha dan segera menggosoknya hingga berbusa. Tak perduli ketika zha terus melawan padanya, hingga...
Byuuurrr!! Tubuh om edo ia Tarik dan ikut masuk ke dalam bathupnya.
"HAhhahhahaha!!!" tawa zha menggelegar memenuhi ruangan itu, begitu puas ketika melihat om edo begitu basah didepan matanya.
"Sudah bisa tertawa?" datar om edo menatapnya. Zha langsung mengatupkan bibir dan menutupnya dengan telapak tangan.
"Kau teruskan mandimu sendiri." Om edo lantas berdiri, ia membelakangi zha lalu membuka kemeja didepan mata gadisnya. Tampaklah cetakan tubuh dengan otot yang tercetak didada hingga perutnya yang begitu sempurna. Zha langsung menutup mata, tapi ia tak munafik jika ia mengagumi apa yang ia lihat saat ini dan mengintipnya sesekali.
"Om!! IIiih!!" tegur zha yang memalingkan wajahnya.
"Aku pinjam handukmu, nanti ku pinta wika mmebawa gantinya kemari."
"He'emhh," angguk zha dari tempatnya. Ia kemudian memutar kepala ketika benar-benar yakin jika om edo sudah keluar dari sana.
Ya, zha tahu jika bentuk tubuh itu sempurna untuk pria apalagi dengan usia matang seperti omnya. Ia sering membaca komik, dan rata-rata visual sempurna pria di komik memang seperti itu dan jiwa dewasa zha mengakui kesepurnaannya.
"Zha, kok ngelamun?" panggil wika yang mengagetkannya. "Dingin, bukannya cepet bangun malah berendem makin lama."
"Ehmmm... Kan itu, tadi masih ada om. Malu ini, bajunya ngepres basah." Zha berkilah. Padahal ia masih terpesona dengan kekagumanya pada tubuh om beku saat itu.
Wika segera membantu zha berdiri, membuka baju zha dan kemudian melilitkan handuk ditubuh basahnya. Wika menyadari jika zha sudah mendingan dari tangisnya, meski matanya masih bengkak dan suaranya masih serak. Wanita itu segera membawa zha masuk ke kamar, mempersiapkan ganti dan mengeringkan rambut selama zha memakai pakaiannya.
"Masih sedih?"
"Gimana? Zha kehilangan satu-satunya kenangan ayah untuk zha."
"Bangkit... Karena jika kamu seperti ini terus, maka mereka akan semakin senang membuly kamu yang lemah. Kamu belum paham, apa maksud om edo memperlakukan kamu seperti ini?" tanya wika yang tengah menyisir rambutnya.
Zha diam, ia ada diantara menggeleng dan mengangguk untuk mencerna segala perlakuan om edo padanya. Andai bisa lebih lembut, pasti zha akan segera mengerti dan paham dengan apa yang ia lakukan saat ini.