NovelToon NovelToon
Hadiah Terakhir Dari Ayah

Hadiah Terakhir Dari Ayah

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Cinta setelah menikah / Keluarga / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:491
Nilai: 5
Nama Author: GoodHand

Desa Tirto Wening adalah sebuah desa yang ada di pelosok sebuah wilayah Kabupaten. Dipimpin oleh seorang pemimpin berdarah biru yang merupakan keturunan bangsawan keraton, desa itu terkenal dengan kemakmuran warganya.

Mahesa Narendra, pria tampan yang di gadang - gadang akan menjadi penerus kepemimpinan sang Ayah di Desa Tirto Wening, di minta untuk menikahi seorang gadis, putri dari sahabat Ayahnya.

Pak Suteja, sahabat sang Ayah, meminta Raden Mas Mahesa untuk menikahi putrinya yang bernama Anaya Tunggadewi. Semua itu Pak Suteja lakukan untuk melindungi putri semata wayangnya dari keluarga yang sedang memperebutkan harta waris.

Bagaimanakah romansa di antara keduanya?
akankah mereka berdua hidup bahagia?
apakah Anaya akan betah tinggal bersama suaminya di desa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GoodHand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

9. Hasrat tiba - tiba

"Ada apa, Raden Mas?." Tanya Anaya yang kini sudah berada di dalam kamar bersama suaminya.

Raden Mas Mahesa membuka lemari dan mengambil kotak kayu berukuran sedang yang memiliki ukiran bunga - bunga. Ukiran yang begitu indah di pandang mata.

"Ini milikmu, Raden Ayu. Maaf karna baru sempat memberikan mahar untukmu. Aku menyimpannya atas permintaan mendiang Ayah Suteja." Ujar Raden Mas Mahesa sembari memberikan kotak yang ia pegang.

"Matur suwun, Raden Mas." Ujar Anaya sambil menerima kotak berisi mahar pemberian dari suaminya.

"Bukalah, Raden Ayu." Titah Raden Mas Mahesa.

Anaya pun menurut dan membuka kotak cantik itu. Ia sempat terkejut melihat kotak yang ia pegang saat ini. Satu set perhiasan bertahtakan berlian dan dua sertifikat beratasnamakan dirinya.

"Ini sertifikat apa, Raden Mas?." Tanya Anaya.

"Ini sertifikat perkebunan teh juga kebun kakao yang sudah ku balik nama. Ini bukanlah warisan keluarga, kebun teh dan kebun kakao ini aku beli dengan uangku sendiri, ya walaupun tak begitu lebar namun hasilnya In Syaa Allah akan cukup untuk menjamin kehidupanmu kalau nanti aku tiada." Raden Mas Mahesa menjelaskan pada Anaya.

"Raden Mas sakit?." Tanya Anaya dengan wajah khawatir setelah mendengar penjelasan dari Raden Mas Mahesa.

"Kamu mengkhawatirkanku?." Raden Mas Mahesa justru balik bertanya.

"Raden Mas ini. Jawab dulu pertanyaanku, Raden Mas sakit?." Tanya Anaya yang kini menelisik wajah suaminya.

"Mboten, Raden Ayu. In Syaa Allah aku dalam keadaan sehat sekarang." Jawab Raden Mas Mahesa dengan senyuman.

"Terus, kenapa bicara seperti itu tadi?. Memberikan mahar kok seperti memberikan wasiat!." Ketus Anaya dengan wajah kesal.

Wanita cantik itu lalu memiringkan tubuhnya menghadap ke samping, tak lagi melihat suaminya yang ada di depannya.

"Bukan begitu. Kita kan gak pernah tau umur kita sampai dimana, Raden Ayu." Jawab Raden Mas Mahesa.

"Tapi gak gitu juga, Raden Mas. Bikin jantungan saja!." Sahut Anaya dengan nada yang masih sinis sambil meletakkan kotak mahar yang ia pegang.

"Kamu ngambek ini ceritanya, Raden Ayu?." Ledek Raden Mas Mahesa.

"Enggak! Aku cuma kesal di bercandain seperti itu. Gak lucu tau." Jawab Anaya dengan bibir yang mengerucut.

"Mau di bujuk, atau di biarkan sampai tenang dulu?." Raden Mas Mahesa justru kembali menggoda istrinya.

"Mboh! (Gak tau!)." Ketus Anaya yang hendak beranjak dari duduknya.

"Ampun ngambek ngoten niki to, Raden Ayu. (Jangan merajuk seperti ini to, Raden Ayu)." Ujar Raden Mas Mahesa sambil menarik tubuh istrinya hingga Anaya kembali duduk di dekatnya.

"Sudah ya, jangan ngambek lagi. Nanti cantiknya di ambil kuyang lho." Gurau Raden Mas Mahesa.

"Raden Mas jangan bicara seperti itu lagi. Kalau Raden Mas pergi, aku harus bersandar pada siapa?." Lirih Anaya dengan netra berkaca - kaca.

Pedih karna kehilangan Ayahnya masihlah sangat terasa. Ketika ia kini memiliki tempat untuk kembali bersandar dan meletakkan beban sesaat, tentu ia sangat ketakutan jika harus kembali kehilangan sosok Raden Mas Mahesa.

"Astaghfirullah. Jangan nangis to Raden Ayu." Raden Mas Mahesa sedikit panik melihat istrinya yang meneteskan air mata.

Ia mengusap air mata Anaya yang menetes dan membawa Anaya ke dalam pelukannya.

"Sepurane njih, Raden Ayu. (Maaf ya, Raden Ayu). Tolong doakan aku selalu sehat dan panjang umur, agar bisa selalu ada di sisimu." Ujar Raden Mas Mahesa sambil memeluk erat Anaya.

"Raden Ayu juga harus janji untuk selalu sehat dan jangan kemana - mana. Tetaplah berada di sisiku apapun yang terjadi." Imbuh Raden Mas Mahesa yang di jawab anggukan kepala oleh Anaya yang masih berada di pelukannya.

...****************...

Hari berlalu, tak terasa sudah satu minggu Anaya tinggal di desa Tirto Wening. Ia sendiri masih jarang keluar rumah, hanya sesekali keluar saat berkunjung ke kediaman Kanjeng Gusti bersama suaminya.

Sudah lebih dari satu minggu tinggal bersama suaminya, namun suaminya tak kunjung meminta haknya. Hubungan mereka juga baik dan semakin dekat walaupun masih tidur di kamar terpisah.

Hal ini tentu tak di ketahui oleh keluarga Raden Mas Mahesa. Hanya abdi dalem yang bekerja di rumah mereka yang mengetahui jika Raden Mas Mahesa dan Anaya tak tidur satu kamar. Mereka pun di minta oleh Raden Mas Mahesa untuk mengunci rapat mulut mereka mengenai masalah ini.

Terkadang, Anaya merasa insecure pada dirinya.

'Apa aku tidak menarik?.'

'Apa Raden Mas Mahesa memiliki wanita lain?.'

'Gak mungkin kan kalau Raden Mas Mahesa tak menyukai wanita?.'

Pikiran - pikiran itu terus saja berkecamuk di benaknya beberapa hari ini. Terlebih beberapa hari ini juga Raden Mas Mahesa kerap pulang hingga larut malam karna sibuk bekerja.

"Kamu kenapa, Raden Ayu?." Tanya Raden Mas Mahesa saat mereka sedang bersantai di halaman belakang seusai makan malam.

"Tidak apa - apa." Bohong Anaya.

"Bilang saja ada apa? Kenapa diam saja dari tadi, hm?." Desak Raden Mas Mahesa yang merasakan sedikit perubahan pada istrinya.

Anaya yang biasanya terlihat ceria dan banyak bercerita, tiba - tiba menjadi pendiam hari ini.

"Tidak ada apa - apa, Raden." Jawab Anaya yang tetap berbohong. Rasanya aneh jika ia harus menyampaikan keresahannya pada suaminya.

Tak percaya begitu saja, Raden Mas Mahesa terus menatap wajah ayu istrinya yang sedari tadi terlihat murung.

"Kamu sakit?." Tanya Raden Mas sambil menempelkan punggung tangannya ke dahi Anaya untuk memeriksa suhu tubuh istrinya.

"Aku baik - baik saja, Raden Mas." Jawab Anaya sambil menurunkan tangan Raden Mas Mahesa dari dahinya.

"Aku gak akan tau apa masalah yang kamu hadapi kalau kamu gak cerita, Raden Ayu." Kata Raden Mas Mahesa yang tetap memaksa istrinya bercerita.

"Dibilang gak apa - apa, kok!." Jawab Anaya yang mulai kesal karna terus di paksa.

Ingin sekali rasanya ia berteriak menyampaikan semua pertanyaan di benaknya, namun ia tidak bisa.

"Aku ke kamar dulu." Pamit Anaya yang kemudian meninggalkan Raden Mas Mahesa yang masih kebingungan.

Tak tinggal diam, Raden Mas Mahesa lalu mengumpulkan semua orang yang bekerja di rumahnya. Ia mengintrogasi semua pekerjanya dan menanyakan prihal Anaya yang tampak murung hari ini.

"Tidak ada yang terjadi, namun memang Raden Ayu terlihat murung dua hari ini." Begitulah kesimpulan yang di dapat oleh Raden Mas Mahesa setelah menintrogasi semua pekerjanya malam itu.

Raden Mas Mahesa yang khawatir, kemudian mendatangi kamar Anaya yang tampak tertutup rapat sedari tadi.

"Raden Ayu..." Panggil Raden Mas Mahesa setelah mengetuk pintu.

"Raden Ayu, boleh aku masuk?." Tanya Raden Mas Mahesa saat tak mendengar jawaban dari istrinya.

"Raden Ayu, aku masuk ya!." Ujar Raden Mas Mahesa kemudian karna tak kunjung mendapatkan jawaban.

Gleeg!

Raden Mas Mahesa menelan kasar ludahnya saat tak sengaja melihat tubuh molek istrinya yang sedang berganti pakaian.

Sejujurnya, selama ini ia terus menahan hasratnya karna ia takut jika Anaya belum siap memberikan haknya. Ia tak ingin memaksa istrinya, ia akan menunggu sampai Anaya siap dan ikhlas utuk memberikan haknya.

"Astaghfirullah! Raden Mas, ada apa?." Tanya Anaya yang langsung merapikan piyama yang ia kenakan.

"Maaf, Raden Ayu, aku sudah mengetuk pintu tapi tak ada jawaban. Aku khawatir karna tak mendengar suaramu." Jawab Raden Mas Mahesa yang berjalan mendekat ke arah istrinya.

"Aku sedang di kamar mandi tadi, Raden. Raden Mas perlu sesuatu?." Tanya Anaya saat Raden Mas Mahesa berjalan mendekatinya.

"Tidak ada, Raden Ayu." Jawab Raden Mas Mahesa sambil membelai rambut lebat Anaya yang tergerai.

Seperti kehilangan akal, ia terus menyusuri setiap lekukan di wajah Anaya dengan ibu jarinya. Anaya pun tampak tak menolak perlakuan suaminya yang sedang memendam hasrat.

"Raden Ayu, apakah boleh aku meminta hakku sekarang?." Tanya Raden Mas Mahesa yang tak mampu lagi melawan hasratnya.

1
FDS
Bagus, berlatar di desa. alurnya juga menarik
Codigo cereza
Teruslah menulis, ceritanya bikin penasaran thor!
GoodHand: terima kasih
total 1 replies
riez onetwo
Mupeng
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!