Menikahi Suami Sahabatku

Dara pulang bersama pak Sigit ke mansion karena Abi masih ada acara dengan para pemegang saham. Abi malah berpesan untuk tidak usah menunggunya pulang karena kemungkinan sampai malam.

Kini di mansion, Dara memilih membuka laptopnya dan mulai mencari lowongan pekerjaan sebagai guru konseling di area sekitar rumah Abi.

"Nyonya, mau camilan apa?" tanya Mirna.

"Terserah pak Harry mau membuat apa. Oh menu makan malam nanti tolong minta pak Harry membuatkan sup iga ya. Hawa dingin begini tampaknya enak kalau makan sup panas-panas" senyum Dara. Memang cuaca Jakarta sore ini sangat tidak bersahabat dan benar, tidak lama hujan pun turun dengan derasnya.

"Baik nyonya, saya sampaikan ke pak Harry." Mirna pun pamit ke belakang.

Hasil browsing Dara berhasil menemukan dua sekolah yang membuka lowongan guru bimbingan konseling, satu SMP swasta dan satu SMA swasta. Segera dia mengirimkan email berisi curriculum vitae dan ijasah nya.

Tadi sewaktu makan siang, Dara membicarakan tentang keinginannya untuk bekerja menjadi guru BK.

***

Makan Siang di ruangan Abi

"Mas, aku mau minta ijin boleh?" tanya Dara seraya menatap Abi serius.

"Apa Adara?" Abi masih mengelap tangannya dengan tissue basah.

"Aku mau bekerja sebagai guru bimbingan konseling lagi."

Abi menatap Dara dengan wajah dingin.

"Apa aku kurang memberimu uang Adara? Kamu bahkan baru seminggu menjadi istriku tapi sudah ingin bekerja?" ada nada tidak suka terhadap permintaan Dara.

"Bukan begitu mas, tapi aku sudah terbiasa bekerja dan aku kesepian jika berada di rumah sebesar itu."

Abi mengusap wajahnya kasar. "Bukannya ada banyak pekerja di rumah, Adara. Ada bii Tarsih, ada Mirna, ada pak Harry yang kamu bisa belajar membuat cake?"

"Betul tapi passion ku menjadi guru mas. Bukan uang yang aku cari tapi kebahagiaan batinku."

Abi terhenyak. Apa segitunya kamu tidak bahagia di pernikahan kita?

"Kita memang baru seminggu menikah mas tapi aku berjanji padamu, aku tetap menghormati pernikahan kita mas. Jika sekolah yang nantinya aku ampu tidak menyenangkan, aku mundur mas."

Abi memandang Dara dengan intens.

"Apa kamu yakin? Sejujurnya Adara, aku tidak setuju jika kamu bekerja."

"Beri aku kesempatan mas. Please?"

Abi mengusap tengkuknya.

"Tiga bulan Dara. Hanya tiga bulan kamu boleh bekerja" akhirnya Abi mengijinkan.

"Terima kasih mas."

Flashback End.

***

Dara menatap ruang tengah yang luas. Sejujurnya dia merasa nyaman berada di rumah ini namun dia lebih suka jika menjadi guru bimbingan konseling.

"Nyonya, ini sudah disiapkan brownies dan hot choco" suara bik Tarsih membuyarkan lamunan Dara.

"Terimakasih Bik" Dara mengambil sepotong brownies dan memakannya.

"Nyonya ada apa? Kok melamun?" tanya Bik Tarsih. Wanita berusia 50 tahun itu adalah kepala pelayan sejak dua puluh tahun lalu.

"Nggak papa bik."

"Nyonya mau bekerja?" tanpa sengaja Bik Tarsih melihat Dara mengirimkan email lowongan pekerjaan.

"Iya Bik. Aku rindu melakukan konseling kepada anak-anak. Bik Tarsih tahu, melihat anak-anak yang tadinya bermasalah bisa menjadi lebih baik itu perasaan tersendiri bagiku Bik."

"Apa tuan Abi mengijinkan nyonya?"

"Alhamdulillah mas Abi mengijinkan" senyum Dara. "Tenang Bik, sekolah yang aku masukkan lamaran semuanya dekat dengan mansion jadi mas Abi tidak usah khawatir."

"Sebenarnya tuan Abi tidak begitu suka kalau istrinya bekerja. Dulu almarhum nyonya Yanti juga ingin bekerja namun tidak diijinkan."

"Sebenarnya mas Abi itu orangnya gimana sih bik?"

"Tuan Abi memang agak kaku tapi sebenarnya perhatian. Dia agak susah untuk mengungkapkan perasaannya namun ada cara tersendiri untuk menunjukkan bagaimana dirinya."

"Terimakasih atas informasinya bik. Aku akan lebih mecoba memahami mas Abi."

Bik Tarsih memegang tangan Dara. "Tuan Abi pria yang baik nyonya. Semoga pernikahan tuan Abi dan nyonya langgeng. Jujur saya berharap banyak ini menjadi pernikahan yang diharapkan banyak orang."

"Aamiin."

***

Malam ini hujan deras disertai angin kencang membuat Dara agak takut karena bukan di rumahnya sendiri. Meskipun yakin rumah Abi aman namun tetap saja Dara tidak nyaman.

Dara melirik jam di ponselnya yang menunjukkan pukul 00.30. Tadi Dara memutuskan untuk tidur cepat sehingga dia tak tahu jam berapa Abi pulang.

Tiba-tiba listrik pun padam dan membuat Dara berteriak kaget. Suara pintu terhubung terbuka membuat Dara berteriak lagi kedua kalinya

"Adara! Adara! Ini aku!" Abi segera berjalan ke tempat tidur Dara menggunakan senter dari ponselnya.

"Mas...mas Abi?" bisik Dara.

"Iya ini mas. Kamu kaget ya mati lampu?" Abi sekarang sudah duduk di tepi tempat tidur Dara.

Dara langsung menghambur memeluk Abi dengan badan gemetaran. Abi membalas pelukan Dara seolah memberikan kenyamanan bagi istrinya.

Suara ketukan di pintu Dara membuat keduanya menegang.

"Mas Abi? Mbak Rara? Kalian nggak papa?" suara Antasena terdengar di balik pintu.

"Sebentar Adara, aku buka pintunya dulu." Dara pun melepaskan pelukannya.

Abi berjalan menuju pintu dan membukanya. Tampak Antasena dengan ponsel dan senter berdiri disana.

"Kalian baik-baik saja?" tanya Anta.

"Kami baik-baik saja" jawab Abi.

"Baiklah, aku dan penjaga bawah sedang berusaha menyalakan genset tapi tampaknya ada yang lupa mengisikan solar."

"Pasang emergency lamp saja kalau gensetnya tidak bisa digunakan." Abi pun bersiap menutup pintu

"Mas, jangan lupa pakai baju!" bisik Antasena ke Abi.

Abi melongo namun Antasena sudah berbalik menuju lantai satu.

Setelah menutup pintu, Abi pun berbalik ke arah Dara.

"Adara, kamu tunggu sini, aku mau pakai baju." ucapnya kaku.

"Jangan pergi mas! Aku ... takut!" Tiba-tiba Dara menjerit ketika petir bergemuruh. Reflek Abi langsung naik ke tempat tidur dan memeluk Dara.

"Jangan tinggalkan aku" bisiknya.

"Tidak Adara, aku disini bersamamu" jawab Abi.

Keduanya kini berbaring saling berpelukan. Wajah Dara langsung berdekatan dengan dada bidang Abi, hidungnya mencium bau musk bercampur kayu yang membuat jantungnya berdetak lebih kencang. Bau khas pria maskulin yang belum pernah sedekat ini di hidung Dara.

Abi sendiri pun merasakan hal yang sama, wangi Dara yang berbeda dari Yanti, ditambah tubuh yang dia peluk hanya mengenakan daster tali spaghetti membuat Abi bisa mengelus lengan halus Dara.

Keduanya merasa hawa aneh mulai terasa di kamar Dara. Abi semakin mengencangkan pelukan nya dan tanpa sadar bibir Dara menyentuh dadanya yang polos.

"Adara..." suara Abi pun menjadi parau.

"Aaa..apa mas?" cicit Dara.

"Kamu... Apa aku boleh meminta hak ku?"

Dara mendongakkan kepalanya ke arah Abi yang menatapnya sayu.

"Aaa...aku ..."

***

Yuhuuu

Maaf baru Up

Thank you for your support

Don't forget to like vote n gift

Tararengkyu ❤️🙂❤️