🥀 sad ending🥀
Semua orang memiliki takdirnya sendiri. Dan dalam setiap takdir memiliki masa dengan cerita yang berbeda.
Seperti dua bocah ini yang ditakdirkan untuk bertemu, saling mengenal, dan menyayangi. Mereka itu Langit dan Jingga.
Namun sebuah keadaan memaksa mereka untuk berpisah dan justru menyisakan sebuah kesalahpahaman bagi Langit.
Setelah belasan tahun berpisah. Sebuah takdir kembali mempertemukan keduanya. Tapi kali dalam situasi yang berbeda. Mereka tidak saling mengenal satu sama lain.
Hingga tumbuhlah benih -benih cinta di hati keduanya. Namun ada sebuah ikatan yang sudah terjalin sebelumnya. Dan ikatan itu tidak bisa putus begitu saja.
Disinilah semua akan diuji. Baik oleh ikatan cinta maupun ikatan persahabatan. Karena tanpa Jingga ketahui, sababatnya memendam sebuah rasa untuk tunangannya. Rasa yang disebut cinta.
Akankah kali ini takdir akan menyatukan keduanya. Langit dan Jingga. Atau takdir memiliki ketentuannya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hania Hanum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pak dokter Vs 2 Begal
Malam ini karena keadaan restoran yang ramai membuat Dinda harus lembur. Yang biasanya jam 10 malam dia sudah sampai di rumah, tapi tidak untuk malam ini.
Jam 11 malam Dinda baru saja keluar dari restoran. Dia menunggu ojek di luar restoran namun belum ada yang muncul dari tadi. Tumben. Akhirnya Dinda memutuskan untuk berjalan kaki ke ujung jalan. Siapa tahu ada ojek disana.
***
Di tempat lain, seorang Dokter juga baru keluar dari gedung rumah sakit tempatnya berdinas. Dia melajukan mobilnya agak kencang karena jalanan yang sepi menuju ke rumahnya. Dia ingin sekali segera sampai di rumah dan mengistirahatkan tubuh lelahnya.
Namun saat ia ingin berbelok di ujung jalan, dia melihat seorang gadis yang sedang dibuntuti oleh dua orang pria. Sepertinya punya niat buruk.
Dokter itu mengurangi kecepatan mobilnya dan mengemudikannya agak ke pinggir. Dia terus saja mengikuti langkah gadis itu. Entah apa yang sedang dipikirkan Dokter itu. Kenapa dia peduli pada gadis yang tak dikenalnya itu. Apa mungkin karena profesinya yang suka menyelamatkan orang, membuat nalurinya tergerak.
***
Sejak tadi Dinda memang sudah merasa bahwa dia diikuti. Dia bersikap tenang dan lanjut berjalan. Padahal pikirannya sedang sibuk mencari jalan keluar.
Sudah hampir tengah malam, setiap jalan yang ia lewati sudah sepi. Toko dan ruko pun sudah tutup dari tadi. Tak ada yang bisa dimintai tolong sekarang. Ojek pun dari tadi juga tidak ada yang lewat.
Saat ingin bersiap hendak berlari ternyata dua pria itu sudah mendahului menghadang jalan Dinda.
"Mau kemana cantik?" Goda salah seorang dari mereka. "Bersikap manislah maka kami tidak akan menyakiti mu!" lanjut yang satunya.
Kedua pria itu memiliki tampang yang bengis dan menyeramkan. Tubuhnya kekar dan berotot namun tidak membuat Dinda gentar. Sepertinya mereka begal di daerah ini.
Sejak kecil dia sudah terbiasa melihat tampang seperti itu karena Bapaknya bergaul dengan orang-orang semacam itu. Dan itulah alasannya dia belajar bela diri taekwondo sampai bisa meraih sabuk hitam.
"Aku peringatkan jangan pernah berani macam-macam pada ku atau kalian akan menyesal!" Sebuah ancaman terlontar dari mulut Dinda. Namun bukannya membuat mereka takut tapi mereka justru tertawa terbahak "Hahaha......!!! Hiiii....kami takut!" ucap keduanya mengejek.
Dinda sudah mengepalkan tangannya menahan amarah. Dua lawan satu. Harus dicoba. Dinda sudah bersiap melakukan kuda-kuda namun gerakannya dihentikan oleh sebuah suara.
"Hei, apa kalian berdua tidak malu ingin mengeroyok seorang gadis?" Perkataan sang Dokter yang mengagetkan semuanya. Entah datang darimana tiba-tiba saja dia sudah berdiri di samping Dinda.
Suara itu sangat familiar di telinga Dinda dan benar saja. "Pak Dokter!" seru Dinda saat melihat orang yang berada di sebalahnya. "Anda mengagetkan saja!" lanjutnya.
"Kamu lagi!" pekik Dokter itu tak kalah terkejut. "Kenapa keluyuran di tengah malam? Cari penyakit saja!" omelnya.
"Saya ini baru pulang kerja bukannya keluyuran, Dok!" bantah Dinda.
Kedua begal itu hanya memperhatikan perdebatan kedua orang itu. Mereka tersenyum menyeringai melihat penampilan orang yang baru datang itu. Terlihat kaya. Sekarang mereka menjadi lebih bersemangat.
"Sudah selesai berdebat?" Sentak salah satu begal itu.
Dinda dan Dokter kembali tersadar bahwa di hadapan mereka masih ada begal.
"Berdiri di belakang ku, biar aku yang akan melawan mereka!" Dokter itu langsung menarik tubuh Dinda ke belakang tubuhnya.
"Mereka ada dua, Dok. Yakin bisa menghadapinya seorang diri?" Perkataan Dinda semakin menciutkan nyali sang Dokter yang dari tadi ditutupinya.
"Sebaiknya saya hadapi satu, Dokter satu!" saran Dinda.
"Tidak perlu. Menjauhlah! Ini pertarungan Dokter vs 2 Begal!" Tegas sang Dokter.
Dokter itu pun memulai gerakannya. Bergerak melompat ke kanan ke kiri. Tangannya pun dia gerakkan seperti seorang petinju ulung. Begitu meyakinkan gaya Sang Dokter.
Dia segera menghampiri kedua begal itu. Pukulan bertubi-tubi langsung ia luncurkan ke arah begal itu. Bahkan tendangan pun tak lulut dia berikan. Dan akhirnya,
Bugh...bugh...Dua buah pukulan mendarat mulus ke bagian perut. Hal itu membuat korbannya langsung terhuyung ke belakang dan berakhir tumbang.
"Dok, Pak Dokter baik-baik saja kan?" Dinda yang khawatir langsung mendekati Sang Dokter yang baru saja terkena pukulan. Dinda membantu mendudukkan Pak Dokter itu dari posisi tidurnya dan membawanya ke pinggir.
"Sakit sekali!" rintik Dokter itu.
Kedua begal itu tertawa terbahak-bahak. Awalnya mereka mengira Dokter itu pandai berkelahi hingga membuat mereka gentar. Gerakan yang dilakukan Sang Dokter di awal begitu mengesankan bagai orang yang sudah terlatih. Tapi nyatanya....
Hahaha.....tawa kedua begal semakin kencang bahkan mereka sampai memegangi perut mereka karena sudah mulai merasa sakit.
"Lihatlah cantik, pahlawan mu ini tak berguna. Satu pukulan pun tak ada yang kena...hahaha...!" Mereka kembali tertawa mengejek.
"Larilah...selamatkan diri mu!" Bisik Dokter itu.
"Anda lupa kemampuan saya yang hampir mematahkan tangan anda!" Sarkas Dinda.
"Gayanya saja seperti petinju tapi waktu mukul seperti penari yang lemah gemulai...wahahaha...!" Ejak begal yang satunya.
"Diam!" Bentak Dinda. "Sekarang kalian rasakan yang ini!" Seru Dinda sembari mendekati begal itu dan langsung mengayunkan kepalan tangannya.
Bugh...bugh...Dinda berhasil memukul kedua begal itu. Kini keduanya memegang pipi yang terkena pukulan.
"Tenaga mu lumayan juga cantik!"
Mereka pun balas menyerang. Dua lawan satu..pertarungan yang tidak adil.
"Hei, apa begini cara begal berkelahi? Main keroyokkan. Apalagi hanya melawan seorang wanita. Apa kalian tidak malu. Dimana kejantanan kalian hah?" Teriak Sang Dokter mencoba mengalihkan fokus para begal.
Klotak...sebuah sepatu selop mendarat mulus mengenai kepala Sang Dokter.
"Hei, kenapa kamu menimpuk ku?"
"Anda berisik. Diamlah!"
"Hei, saya hanya ingin membantu mu dengan membuyarkan konsentrasi mereka!"
"Tapi perkataan anda membuat otak saya berkelana Dok, lebih baik anda diam!"
Mereka kembali berkelahi. Semakin lama tenaga Dinda mulai terkuras. Dan beberapa pukulan pun sudah dia dapatkan. Hingga pukulan yang terakhir yang mengarah ke perut Dinda membuatnya terhuyung ke belakang. Dan saat akan terjatuh, tangan Sang Dokter menahannya.
"Bagaimana? Apa sakit?" Pertanyaan konyol macam apa yang Dokter itu lontarkan.
"Seperti yang Dokter rasakan tadi. Sakit bukan?" Dokter pun mengangguk.
Dinda tidak ingin membuang waktunya. Kini dia sudah siap untuk menghabisi kedua begal itu. Namun Sang Dokter menghentikan gerakannya.
"Ambilah suntikkan ini. Ini akan membuat mereka lumpuh seketika dan membuat mereka menjadi gila nantinya!" Kata Dokter itu dengan suara yang begitu keras agar terdengar pada telinga para begal.
Dinda mengangguk dan segera mengambil benda itu. Dengan senyuman iblisnya dia memperlihatkan benda itu di hadapan para begal.
"Tidak percuma anda menjadi Dokter orang gila!" puji Dinda.
Kedua begal sudah gemetaran. Kedua kakinya bahkan sudah bergoyang. Dinda semakin mendekatkan dirinya dengan jarum yang sudah siap disuntikkan.
"Rasakan ini!" teriak Dinda sambil berlari. Kedua begal itu bukannya melawan tapi ikut berlari juga.
Kedua begal itu akhirnya melarikan diri. Dinda segera menghentikan langkahnya kemudian tertawa terbahak. Melihat wajah mereka yang ketakutan dan berlari tunggang langgang.
Dinda menghampiri Sang Dokter dan mengembalikan suntikkan yang dibawanya.
"Kenapa tidak dari tadi Dokter memberikan benda ini? Kalau dari awal pasti saya tidak susah-susah melawan mereka!"
"Hem...!" Dokter itu menghela napas lega. "Saya baru mendapat idenya sekarang!" Jawabnya.
"Sebaiknya kita segera pergi dari sini. Takutnya mereka akan kembali dan membawa bala bantuan!"
"Kamu benar!" Ucap Dokter membenarkan. "Aku akan mengantar mu pulang!"
"Hah, tidak perlu Dok. Saya bisa pulang sendiri!"
"Jam segini sangat susah mendapatkan ojek atau angkutan. Menurutlah. Aku tidak ingin hal seperti ini terjadi lagi!" Tutur Dokter itu.
Dinda pun menurut dan mengikuti langkah Sang Dokter menuju mobilnya. Hari ini keduanya selamat. Tetapi apa suatu hari nanti mereka bisa menyelamatkan hati mereka? Hanya Dia yang tahu.
Bukan gk menghargai cerita othor tp kehidupan mereka berdua di awal saja sudah susah eh malah ko'it peran utamanya. Hadeh...
Kalau mau bikin cerita sedih bilang di awal kak, biar pembaca gk kecewa.