Afnaya Danuarta mengalami suatu musibah kecelakaan hebat, hingga membuat salah satu pada kakinya harus mendapati sakit yang cukup serius. Disaat hari pernikahannya tinggal beberapa waktu lagi, dan calon suaminya membatalkan pernikahannya. Mau tidak mau, sang adik dari calon suami Afnaya harus menggantikan sang kakak.
Zayen Arganta, adalah lelaki yang akan menggantikan sang kakak yang bernama Seynan. Karena ketidak sempurnaan calon istrinya akibat kecelakaan, membuat Seyn untuk membatalkan pernikahannya.
Seynan dan juga sang ayahnya pun mengancam Zayen dan akan memenjarakannya jika tidak mau memenuhi permintaannya, yang tidak lain harus menikah dengan calon istrinya.
Akankah Zayen mau menerima permintaan sang Ayah dan kakaknya?
penasaran? ikutin kelanjutan ceritanya yuk...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemburu
Zayen masih membantu istrinya untuk turun dari mobil. Setelah itu, Afna melangkahkan kakinya dengan pelan. Zayen berada disisi kanannya, takut jika dari arah berlawanan tiba tiba ada orang yang menyenggol istrinya. Zayen tidak ingin sesuatu yang buruk menimpa istrinya, ditambah lagi banyak orang yang lalu lalang.
"Kita mau membeli apa, Zayen?" tanya sang istri sambil celingukan mencari sesuatu.
"Terserah kamu saja, apa yang kamu beli aku akan membelinya."
"Tapi.... aku takut menjadi boros, dan aku takut uang kamu habis."
"Uangku tidak akan pernah habis kalau cuman untuk belanja di pasar, jangan khawatir."
"Baiklah, aku akan membeli seperlunya saja."
"Lihat itu, ada yang jual daging ayam dan juga daging sapi. Kamu menyukainya, 'kan? ayo kesana." Ucap Zayen sambil menunjuk ke arah pedagang daging.
"Iya, aku suka sup ayam. Kamu suka? kalau kamu suka aku akan membelinya."
"Apa yang kamu suka, aku akan menyukainya. Begitu juga sebaliknya, jika kamu tidak menyukainya akupun tidak akan menyukainya. Karena aku menyukai kesamaan, meski dirasa berbeda." Ucapnya berusaha meyakinkan istrinya.
"Aku mengerti. Kalau begitu, ayo kita kesana." Jawabnya, kemudian Zayen dan Afna langsung menuju ke penjual daging.
Setelah sampai, Afna memilih daging sapi dan juga daging ayam.
"Pak, beli daging sapinya 1 kg dan dada ayamnya 2 kg." Ucap Afna sambil menunjuk daging ayam dan daging sapi.
"Baik, Non. Tunggu sebentar, saya tumbangkan dulu." Jawab penjual daging. Setelah itu, Zayen membayarnya.
"Berapa pak Subur, harga semuanya."
"Tiga ratus ribu, Nak."
"Ini pak, sisanya buat bapak. Anggap saja, itu rizki untuk anak bapak.
"Tapi... ini kebanyakan, saya tidak berani mengambil yang bukan milik saya." Ujarnya merasa tidak enak hati, karena penjual daging tersebut sering diberi lebih oleh Zayen ketika membeli daging ditempat pak Subur.
Lagi lagi, Afna tercengang saat melihat lembaran kertas merah pada dompet suaminya. Zayen segera memberi lembaran kertas kepada penjual daging tersebut sekitar lima lembar kertas merah.
"Zayen, itu kebanyakan." Ujar Afna sambil berbisik ditelinga sang suami sambil mengingatkan, Zayen sendiri tidak meresponnya. Hanya tersenyum mendengar penuturan dari sang suami.
Setelah melakukan pembayaran, Afna mengajaknya untuk pindah ke tempat lain. Tepatnya pada penjual sayuran dan bumbu dapur lainnya.
"Pedagang daging tadi apakah saudara kamu? kok kamu baik banget sama bapak tadi." Tanya Afna penasaran sambil melangkahkan kakinya.
"Bukan, bapak penjual daging yang tadi orangnya baik. Aku sering melihatnya berbagi dengan anak anak panti asuhan. Disitulah, aku merasa kagum terhadap beliau. Ceritanya panjang, jika aku ceritakan sekarang takut pasarnya akan tambah ramai." Jawabnya dan bergurau dengan kalimat terakhirnya. Afna hanya tersenyum sambil berjalan.
"Sekarang kamu pilih, sayuran mana yang kamu suka. Aku nurut saja dengan apa yang akan kamu pilih, aku tidak akan pernah protes." Ucapnya, Afna pun segera memilih berbagai macam sayuran. Setelah merasa sudah cukup, Afna pindah ke penjual bumbu dapur. Zayen pun tersenyum saat memperhatikan sang istri yang begitu telaten saat berbelanja. Zayen benar benar tidak pernah menyangka, meski Afna tidak bisa memasak tetapi tetap berusaha untuk bisa melakukannya.
"Kenapa kamu melamun, aku sudah memilihnya dan juga sudah dikemas oleh pedagang. Sekarang giliran kamu untuk membayarnya, maafkan aku jika pengeluarannya membengkak." Ucap Afna mengagetkan sang suami yang masih melamun.
"Sudah? kalau sudah, ayo kita pulang." Jawab Zayen yang tidak menyadari, bahwa dirinya belum membayar belanjaan istrinya.
"Belum, kamu belum membayarnya." Ucap Afna sambil memasang muka masamnya.
"Maaf, aku lupa."
"Berapa keseluruhannya, Bu."
"Seratus lima puluh tiga ribu lima ratus, nak." Zayen yang pusing mendengar nominal belanjaan sang istri, tanpa pikir panjang Zayen langsung memberikan tiga lembaran kertas merah pada pedagang.
"Sisanya buat ibu saja, anggap saja rizki ibu." Ucap Zayen yang langsung membawakan belanjaannya dan mengajak istrinya untuk pulang.
Afna masih bingung dengan suaminya sendiri, setiap suaminya membayar selalu melebihi jumlah total pembayaran.
'Apa iya, suamiku tidak bisa menghitung. Buktinya saja dari semalam sampai saat ini selalu menyodorkan uang lembaran kertas merah, dan selalu tidak mau menerima kembaliannya. Jadi penasaran, semiskin apa dianya. Makan apa adanya, tetapi untuk melakukan pembayaran selalu uangnya mulus. Seperti baru keluar dari Bank. Benar benar misterius, aku jadi penasaran.' Gumamnya terus menerus menerka nerka tentang suaminya.
"Selagi kita masih berada dipasar, kamu ingin membeli makanan apa."
"Aku tidak ingin membeli apa apa. Oh iya, bukankah tadi kamu mau membelikan makanan untuk teman kamu tadi. Siapa tadi, Viko ya."
"Kamu ingat, kok aku tidak. Apa kamu mengaguminya karena Viko terlihat tampan. Atau.... atau yang lainnya."
"Maksud kamu? mengagumi teman kamu, yang benar saja. Aku hanya mengingatkan kamu, itu saja. Kenapa kamu berpikiran seperti itu, aku saja tidak sampai."
"Biar aku yang membelinya, sekarang aku antar kamu sampai kedalam mobil. Aku tidak ingin kamu menungguku dengan posisi berdiri, nanti kaki kamu semakin sakit."
"Tapi..." ucapnya terpotong.
"Apa kamu ingin membuktikan, bahwa kamu dengan tertatih tatih membelikan makanan untuk Viko, hah?" jawab Zayen sedikit memasang muka masam.
"Bukan begitu maksudku, ah sudahlah. Ayo antar aku sampai ke mobil." Ujar Afna mengalihkan pembicaraannya. Sedangkan Zayen hanya mengangguk dan mengantarkan istrinya sampai kedalam mobil.
Afna sendiri bingung dengan sikap suaminya, padahal tidak ada yang aneh dengan ucapannya sendiri. Tetapi suaminya seakan akan seperti menunjukkan kecemburuannya. Afna hanya bisa menggelengkan kepalanya, tatkala Zayen sedang berjalan beriringan dengannya.
Setelah sang istri sudah berada didalam mobil, Zayen segera pergi ke warung makan untuk membeli makanan. Sesuai permintaan Viko, Zayen membelikan makanan untuk temannya.
Sambil berjalan Zayen berkomat kamit tidak jelas. "Awas kamu, Viko. Kalau sampai istriku tertarik sama kamu, akan aku jadikan kamu perkedel." Gerutu Zayen sambil mempercepat langkahnya.
Setelah sudah membeli makanan untuk Viko, dengan cepat Zayen menuju mobilnya. Kemudian segera masuk dan memakai sabuk pengaman. Afna yang memperhatikannya pun merasa heran dengan suaminya.
"Kamu kenapa? kok muka kamu terlihat kesal. Apa makanannya sudah habis? kasihan sekali." Tanyanya tanpa memperhatikan bungkusan pada sebuah plastik yang berada didepan suaminya.
Zayen hanya melirik kearah istrinya itu, dan sama sekali tidak merespon pertanyaan dari Afna. Entah ada angin apa, Zayen terlihat kesal dan jutek. Kemudian Zayen segera melajukan mobilnya dengan kecepatan sedikit tinggi.
"Jangan ngebut ngebut, aku takut." Ucap Afna merasa tidak nyaman saat Zayen meninggikan kecepatannya. Zayen masih terus diam, Afna bingung dibuatnya.
"Kamu kenapa sih? kenapa kamu terlihat cemberut begitu. Kamu marah denganku? jika aku punya salah, aku minta maaf. Tapi katakanlah apa kesalahanku." Ucap Afna yang merasa bingung dengan sikap suaminya yang tiba tiba berubah menjadi dingin.
"Tidak ada apa apa, aku hanya sedang tidak enak badan saja." Ujarnya berbohong.
'Tidak mungkin aku menjawab, jika aku cemburu. Konyol sekali pemikiranku.' Gumamnya sambil fokus menyetir.
semoga tidak ada pembullyan lagi di berbagai sekolah yg berefek tidak baik