NovelToon NovelToon
THE SECRET AFFAIR

THE SECRET AFFAIR

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Cinta Terlarang / Cintapertama
Popularitas:9.6k
Nilai: 5
Nama Author: Neon Light

Seharusnya kehidupan Serena sempurna memiliki kekasih tampan dan kaya serta mencintainya, dia semakin yakin bahwa cinta sejati itu nyata.


Namun takdir mempermainkannya ketika sebuah malam kelam menyeretnya ke dalam pelukan Nicolás Navarro—paman dari kekasihnya, pria dewasa yang dingin, berkuasa, dan telah menikah lewat perjodohan tanpa cinta.

Yang terjadi malam itu seharusnya terkubur dan terlupakan, tapi pria yang sudah memiliki istri itu justru terus menjeratnya dalam pusaran perselingkuhan yang harus dirahasiakan meski bukan kemauannya.

“Kau milikku, Serena. Aku tak peduli kau kekasih siapa. Malam itu sudah cukup untuk mengikatmu padaku... selamanya.”


Bagaimana hubungan Serena dengan kekasihnya? Lantas apakah Serena benar-benar akan terjerat dalam pusaran terlarang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Neon Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

33

Nicholas tidak menjawab pertanyaan itu. Ia mengeluarkan krim antiseptik dan satu kapas kecil, lalu kembali duduk di samping Serena dengan gerakan yang sangat tenang—terlalu tenang hingga membuat Serena semakin gelisah.

“Biar aku sendiri,” ucap Serena cepat, mencoba menahan jarak. Suaranya berusaha terdengar tegas, namun jelas ada getaran di dalamnya. Luka batin yang belum sembuh itu masih membayang setiap kali Nicholas terlalu dekat.

Nicholas menghela napas, tetapi bukan helaan yang letih—lebih seperti helaan kesabaran yang ia pertahankan sekuat mungkin.

“Diam sebentar,” perintah Nicholas. Tidak keras, namun cara ia mengucapkannya membuat ucapan itu terdengar mutlak.

Serena tetap menggeleng, tak siap untuk kedekatan itu. Namun Nicholas kembali bicara, dan nada suaranya berubah—lebih dalam dan serius.

“Percaya padaku. Aku hanya ingin mengobatinya. Jika kamu tetap menolak,” dia berhenti sejenak, menatap Serena tepat ke mata, “aku justru akan melakukan hal lain yang kamu tidak akan suka.”

Serena membeku. Ia mengenal sisi Nicholas itu—sisi yang tidak main-main saat berbicara. Dan itu, mau tidak mau, membuat dirinya berhenti melawan. Bukan karena takut sepenuhnya. Ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang ia tidak ingin akui.

Nicholas baru menyentuh pipi Serena ketika dia yakin Serena tidak bergerak lagi. Sentuhannya sangat lembut. Berlawanan dengan citra dirinya yang dingin dan tak tersentuh.

Kapas yang Nicholas pegang menyentuh goresan tipis di pipi Serena. Luka itu tidak seberapa. Namun rasa perih yang terasa—bukan pada kulitnya, tetapi pada sesuatu yang lebih dalam.

Serena menahan napas, bukan karena sakit, tetapi karena kedekatan itu membangkitkan bayangan malam yang berusaha dia kubur jauh-jauh.

"Terima kasih." Sebenarnya Serena merasa kurang nyaman dan malu saat Nicholas memperlakukannya dengan begitu intim. Namun, dia mencoba menahan diri agar tidak memikirkan hal-hal yang tidak seharusnya.

"Ceritakanlah!" tanya Nicholas sebagai bentuk perhatiannya, mendesak Serena untuk berbagi beban pikirannya.

"Meskipun aku bercerita, sepertinya percuma. Kamu juga tidak akan percaya padaku dan akan membela selingkuhan kamu yang lain," ucap Serena, seolah dia bisa membaca pikiran Nicholas.

"Siapa yang kamu maksud selingkuhan yang lain, hah?" Nicholas menyentil kening Serena hingga membuat wanita itu memegang keningnya yang sakit.

"Aduh, sakit!" keluh Serena, membuat Nicholas tertawa.

"Alexandra, siapa lagi," lanjut Serena.

"Dia hanya adik dari sahabatku, makanya terlihat dekat. Tapi aku tidak memiliki perasaan apa pun padanya, juga pada istriku. Jadi, kamu tenang saja," jawab Nicholas singkat. Dia mengacak rambut Serena hingga membuat wanita itu menangkisnya. "Selingkuhan rahasiaku cuma kamu!"

"Nicholas!" keluh Serena dengan kesal, membuat Nicholas kembali tertawa. Dalam hati, Serena berkata, "Jujur saja, aku tidak mau menjadi selingkuhanmu! Carilah wanita lain!"

"Aku hanya menginginkan kamu," jawab Nicholas tegas, seolah mendengar bisikan hati Serena.

"Tapi aku tidak mau menjadi selingkuhanmu, Tuan," Serena kembali menggunakan panggilan 'Tuan' dengan nada tegas.

"Semakin manis saja sih, kalau marah-marah begitu! Jadi ingin aku kurung lagi!" Nicholas tersenyum manis kepada Serena. "Bersabarlah, aku tidak akan menempatkanmu menjadi selingkuhanku selamanya. Tapi seru juga kalau kamu menjadi selingkuhanku selamanya!"

Serena terkejut mendengar ucapan Nicholas. Dia pun segera menjauh, tetapi Nicholas menahannya. "Nicholas!"

Pria berambut putih itu tertawa, lantas berkata, "Aku hanya bercanda, Serena!"

"Tapi candaanmu tidak lucu!" Serena mulai kembali meneteskan air matanya, kedua bola matanya menatap tajam ke arah Nicholas.

Nicholas pun menyadari, ternyata Serena trauma dengan kejadian malam itu. Dia menjadi semakin yakin kalau Serena memang perempuan baik-baik dan hanya menjadi korban keegoisan seseorang.

"Aku janji, aku akan mengurus surat perceraianku dengan Isabella. Bersabarlah dan percayalah!" Nicholas menatap mata Serena dengan tulus. Dia melihat wanita itu langsung menundukkan kepalanya seraya menangis.

Pada saat itu juga, secara perlahan tangan Nicholas langsung memeluk Serena. Dia menghela napasnya saat merasakan rambut Serena menyentuh dadanya.

Akan tetapi, sorot mata Serena langsung tertuju padanya, meminta jawaban yang tulus. Nicholas membuka suara seraya semakin mengeratkannya. "Ceritakanlah dengan jujur, apa yang sebenarnya terjadi?"

Serena kembali menghela napasnya yang sarat beban. Dia pun berkata, "Sakit, Nicholas! Sumpah, bukan aku yang melakukan semua itu!" Serena mulai menceritakan dari awal dengan jujur kepada Nicholas, seraya terisak. Nicholas mendengarkan begitu seksama. "Kamu pasti tidak akan percaya kalau bukan aku yang melakukannya, kan? Ya, aku maklum. Kamu, kan, dekat dengan Alexandra, tentu kamu lebih percaya sama dia."

Nicholas melihat wajah Serena, di sana ada kesedihan yang begitu mendalam. Entah mengapa, perasaannya menjadi sakit melihat wanita yang ada di sampingnya menangis dengan wajah terluka.

"Bicara apa kamu?! Kan aku sudah mengatakannya padamu, tidak ada wanita lain, Salvatierra. Jelas aku percaya! Bukan kamu orangnya," ucap Nicholas tersenyum. Senyum tulus yang jarang ia tunjukkan. "Kamu tidak perlu khawatir, aku akan membantumu mencari siapa yang sudah menjebak kamu."

Jawaban Nicholas cukup membuat Serena tenang. Mereka lantas menyudahi sesi belajar kali ini, mengingat Serena yang sedang tidak bisa fokus, walaupun sebenarnya Nicholas sendiri sudah mencurigai seseorang di balik insiden itu.

"Terima kasih, Nicholas," jawab Serena yang sekarang menjadi lebih tenang.

Nicholas belum menjauhkan tangannya dari dagu Serena. Sentuhan itu lembut, namun tetap mengandung sesuatu yang tidak dapat dibantah. Serena merasa jantungnya berdenyut perlahan—teratur—seakan sedang dipaksa untuk mendengarkan ritme yang datang dari pasangan tatapan di hadapannya.

Keduanya masih berada begitu dekat. Tidak ada jarak, seakan udara pun enggan menengahi.

“Sekarang boleh giliranku berbicara?” suara Nicholas rendah, tidak mendesak namun jelas memiliki kuasa yang tidak bisa ditolak.

Serena menoleh sekilas. Tatapannya masih redup, masih tersisa bekas tangis yang belum kering benar. Dia tidak menjawab, hanya melirik sambil menarik napas pelan. Nicholas mengerti jawaban itu sebagai izin yang cukup.

“Serena.”

Nada itu mengandung sesuatu yang jujur, yang tidak pernah dia tampilkan di hadapan orang lain.

“Ya sudah, bicara saja,” jawab Serena. Suaranya tetap terdengar serak, tetapi tidak lagi bergetar.

Nicholas menatapnya tanpa berpaling sedikit pun. “Aku ingin kamu mengabari aku untuk setiap hal yang terjadi padamu. Apapun itu. Aku ingin kamu menepati janjimu.” Tatapannya menajam, bukan galak—melainkan dalam dan berat. “Kamu tahu seberapa cemburunya aku menahan diri ketika melihatmu menangis dalam pelukannya?”

Serena menunduk. Hatinya ikut tertekan hanya karena mendengar itu.

“Apapun yang kamu rasakan, apapun yang menyakitimu, kamu harus mengatakan padaku. Mengerti?” Nicholas mengulang, kali ini lebih tenang.

Serena terdiam, lalu menelan sisa sesaknya. “Maafkan aku,” ucapnya pelan. “Aku sudah terbiasa—”

“Mulai sekarang,” potong Nicholas tanpa memberi ruang untuk ragu, “terbiasalah padaku.”

Tangan Nicholas terulur dan jemarinya menyentuh dagu Serena, menariknya untuk kembali menatap mata miliknya. Mata yang seakan menyimpan seluruh ketenangan dan bahaya dalam satu waktu.

Serena terpaku.

Kedekatan seperti ini tidak pernah mudah baginya. Terutama dengan Nicholas. Lelaki itu selalu menjadi dinding yang sulit ditembus—tapi ketika akhirnya retak, ternyata kehangatannya justru lebih menyesakkan dibanding ketidakpeduliannya.

“Bagaimana jika suatu saat istrimu tahu?” bisik Serena akhirnya. “Aku tidak mau jika suatu hari nanti ada yang datang sepert—” nama itu tercekat di tenggorokannya, “seperti Alexandra.”

Nicholas tidak mundur. Tidak gentar.

“Tidak akan pernah terjadi,” jawabnya mantap. “Aku menjamin itu.”

Serena mengerjap, tidak menyangka jawabannya bisa sejelas itu.

“Percayalah.” Nicholas mendekat sedikit. Ciumannya jatuh lembut di kening Serena. Singkat, namun terasa membekas sampai ke dada. “Kalau sampai itu terjadi, aku akan tetap berada di pihakmu.”

Serena membeku.

Nicholas—yang selama ini dingin, pendiam, pria yang selalu tampak jauh dari dunia yang ditempati orang lain—bisa berbicara sepanjang itu hanya untuknya? Dengan nada sehangat itu? Dengan tatapan sejelas itu?

Kebingungan total mengambil alih pikiran Serena. Kehangatan yang dipancarkan Nicholas merembes ke dalam dirinya tanpa bisa dia cegah.

Apakah ini titik di mana hatinya mulai goyah? Apakah perasaan benci yang ia tanam selama ini telah terkikis oleh perhatian dan janji perlindungan?

Apakah ini saat di mana dia mulai menyerah pada hubungan yang selama ini diperjuangkan bersama Gabriel? Hubungan yang kini terasa rapuh dan penuh kekecewaan.

Pertanyaan-pertanyaan itu menggantung di udara, menciptakan kekosongan yang menyesakkan.

Dan untuk pertama kalinya, Serena tidak memiliki jawaban pasti atas perasaannya.

Nicholas menatap mata Serena, jeda itu terasa panjang dan penuh makna. Dia lantas berkata, "Bagaimana sekarang? Haruskah aku menghukummu lagi karena sudah melanggar janji? Haruskah aku menyebarkan—"

Belum sempat Nicholas menyelesaikan kalimat ancamannya, Serena sudah mencium bibirnya sekilas dengan cepat. Dia melepaskannya dan berkata, "Maafkan aku."

"Jangan sebarkan video itu!" ucap Serena, kemudian kembali mencium bibir itu dengan lembut, kali ini lebih lama, seolah ingin mengunci ucapan Nicholas.

Nicholas terkejut saat Serena mencium bibirnya lagi atas inisiatifnya sendiri. Meskipun tanpa melibatkan lidah, dia langsung tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dan membalas ciuman itu dengan lidahnya.

Ciuman itu begitu lembut dan manis. Di sela-sela Nicholas mencium Serena dengan lidahnya, dia berkata, "Gunakan lidahmu!"

Serena pun mengikuti, menggunakan lidahnya hingga Nicholas semakin erat memeluk Serena dan memperdalam ciuman mereka. Nafas mereka berdua memburu, menggenapi janji-janji yang terucap tanpa kata.

To be continued

1
noname
bagus dan sangat menarik ceritanya..ayo lanjut thor..yang banyak 💪
Macrina Catharina
Cerita yg sangat bagus. lanjut nya di tunggu yaaa 👍👍👍
Macrina Catharina
dibalik semua kejadian ada yg anehh antara sahabat ttp musuh...
noname
lanjut
Macrina Catharina
Suka banget ceritanya, tentang cinta dn seru...
Macrina Catharina
Novelnya bagus semkin penasaran.
Amelia Kesya
ap kah gebie musuh dlm selimut?
Haris Saputra
Keren banget thor, semangat terus ya!
Belle: Halo kak baca juga d novel ku 𝘼𝙙𝙯𝙖𝙙𝙞𝙣𝙖 𝙞𝙨𝙩𝙧𝙞 𝙨𝙖𝙣𝙜 𝙜𝙪𝙨 𝙧𝙖𝙝𝙖𝙨𝙞𝙖 atau klik akun profilku ya, trmksh🙏
total 1 replies
Nana Mina 26
Terima kasih telah menulis cerita yang menghibur, author.
riez onetwo
Ga nyangka sebagus ini!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!