NovelToon NovelToon
Fangirl Cantik Milik Tuan Antagonis

Fangirl Cantik Milik Tuan Antagonis

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Obsesi / Transmigrasi ke Dalam Novel / Kaya Raya / Fantasi Wanita / Ruang Ajaib
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: BlackMail

Aluna, seorang pekerja kantoran, punya satu obsesi: Grand Duke Riven Orkamor, antagonis tampan dari game otome yang seharusnya mati di semua rute. Baginya, menyelamatkan Riven adalah mimpi yang mustahil.

​Hingga sebuah truk membuatnya terbangun sebagai Luna Velmiran — putri bangsawan kaya raya yang manja dan licik, salah satu karakter dalam game tersebut.

​Kini, Riven bukan lagi karakter 2D. Ia nyata, dingin, dan berjalan lurus menuju takdirnya yang tragis. Berbekal pengetahuan sebagai pemain veteran dan sumber daya tak terbatas milik Luna, Aluna memulai misinya. Ia akan menggoda, merayu, dan melakukan apa pun untuk merebut hati sang Grand Duke dan mengubah akhir ceritanya.

​Namun, mencairkan hati seorang antagonis yang waspada tidaklah mudah. Salah langkah bisa berarti akhir bagi mereka berdua. Mampukah seorang fangirl mengubah nasib pria yang ia dambakan, ataukah ia hanya akan menjadi korban tambahan dalam pemberontakannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlackMail, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30 : Pustaka

Riven mendorong gerbang batu raksasa di ujung istana esnya. Berbeda dengan gerbang-gerbang sebelumnya, yang ini tidak tertutup es, seolah menghormati penciptanya. Saat gerbang terbuka, tidak ada cahaya terang yang menyilaukan, hanya sebuah lorong hangat yang mengundang mereka masuk.

Mereka melangkah melewatinya, dan hawa dingin dari istana es seketika lenyap, digantikan oleh kehangatan dan aroma kertas tua yang menenangkan, bercampur dengan wangi samar vanila dari lembaran-lembaran kuno.

Pemandangan di depan mereka berubah total. Mekanisme menara sudah berubah; mereka sudah naik sampai ke lantai yang tidak terendam oleh air.

Mereka kini berdiri di ambang pintu sebuah perpustakaan kuno yang tak berujung. Rak-rak buku dari kayu gelap menjulang tinggi hingga menyentuh langit-langit gua yang melengkung, dipenuhi jutaan buku bersampul kulit.

Cahaya hangat datang dari lentera-lentera sihir yang melayang pelan di antara rak, membuat debu-debu kuno tampak menari di udara seperti kunang-kunang emas.

Di antara lorong-lorong buku, puluhan Golem dari batu duduk diam di meja-meja besar, mata kristal mereka yang bercahaya fokus membaca lembaran-lembaran buku tebal. Mereka tidak tampak mengancam, justru terlihat seperti para cendekiawan yang tenggelam dalam lautan pengetahuan.

Setiap Golem terbuat dari jenis batu yang berbeda; beberapa dari granit kasar, yang lain dari marmer putih bersih, seolah masing-masing memiliki kepribadiannya sendiri.

Suasana di sini begitu sunyi hingga suara napas Luna pun terdengar keras. Di dekat pintu masuk, sebuah plakat batu terukir dengan tulisan kuno.

"Pengetahuan berbisik, bukan berteriak. Hormatilah keheningan, atau jadilah bagian darinya."

Luna bergidik ngeri membaca ancaman halus itu. Ia melirik Riven, yang hanya meletakkan satu jari di bibirnya, sebuah isyarat yang jelas. Mereka harus bergerak tanpa suara.

Ini adalah tantangan yang berbeda. Bukan pertarungan kekuatan atau kecepatan, melainkan ujian kesabaran dan penghormatan. Mereka berjalan tanpa suara di atas lantai marmer yang dingin. Setiap langkah terasa begitu berat, setiap derit sepatu yang nyaris tak terdengar terasa seperti genderang perang di telinga Luna.

"Jangan sampai aku bersin," batinnya panik. "Atau kesandung. Apalagi tiba-tiba berteriak, Riven tampan sekali. Tapi dia memang tampan... Sangat tampan..." Ia mengamati Riven yang berjalan di depannya.

Di tengah istana es rawa, dia tampak seperti seorang raja iblis yang agung. Di sini, di antara buku-buku kuno, dia terlihat seperti seorang cendekiawan misterius dari novel fantasi timur. "Sial, kenapa dia cocok dengan semua konsep!?"

Mereka melewati salah satu Golem yang terbuat dari marmer putih bersih dengan mata safir. Golem itu sedang membalik halaman sebuah buku tentang konstelasi kuno. Jari-jarinya yang kaku bergerak dengan kelembutan yang tak terduga, seolah takut merusak kertas yang rapuh itu.

Luna bertanya-tanya, apakah para Golem ini adalah penjaga? Atau mereka adalah pustakawan abadi yang ditakdirkan untuk merawat pengetahuan ini selamanya?

Setelah berjalan selama beberapa menit, mereka tiba di pusat perpustakaan. Sebuah ruangan melingkar yang luas, di mana cahaya dari atas menyorot sebuah altar batu.

Di atas altar itu, bukan hanya dua buku, melainkan dua rak buku kecil bercahaya melayang perlahan. Satu rak buku diselimuti aura sihir gelap yang pekat, sementara yang lain memancarkan cahaya putih yang lembut. Masing-masing berisi selusin buku.

"Apa ini hadiah dari lantai ketujuh?" Riven mendekat tanpa khawatir.

"Sepertinya begitu...." Luna tahu ia harus memilih satu. Matanya menjelajahi rak buku putih. Ada begitu banyak buku sihir yang menggiurkan.

Satu buku bersampul kulit merah seolah berdenyut dengan energi api, mengingatkannya pada sihir barbar Darius. Buku lain yang terikat perak mengeluarkan aura dingin yang menenangkan, mirip dengan sihir es Riven.

Ada juga [Dasar-Dasar Sihir Roh], [Teori Sihir Peledak Tingkat Lanjut], [Panduan Memanggil Golem]... Semuanya bisa memberinya kekuatan ofensif yang luar biasa. Namun, dia tidak membutuhkannya saat ini.

"Aku sudah melihat kekuatan tersembunyi dari Desera berkat Riven, aku tidak membutuhkan kekuatan ofensif yang lain lagi," pikirnya.

"Daripada itu, ramuan penyembuh yang lebih kuat, bom asap untuk melarikan diri, atau formula artefak sihir... itulah yang lebih aku butuhkan" Luna melirik Riven. "Aku akan menjadi pemberi dukungan terbaik untuk Riven agar dia bergantung padaku terus, hihihi!"

Mengikuti insting, Luna memilih secara acak di bagian rak berisi buku pendukung. Membiarkan takdir menuntunnya ke satu buku catatan sederhana bersampul kulit polos di bagian paling bawah rak.

Sementara itu, Riven tanpa ragu melangkah maju. Ia tidak melihat buku-buku lain di rak gelap itu. Matanya tertuju pada satu buku tebal yang terikat rantai tipis dari bayangan. Ia mengulurkan tangannya, dan buku itu seolah tertarik padanya, mendarat dengan lembut di telapak tangannya. [Buku Mantra: The Lesser Key of Solomon].

"Apa ini? Simbol iblis?" pikir Riven singkat saat melihat sampulnya. Dia membukanya secara acak. "Mantra terlarang? Buku yang aneh," gumamnya pelan, lebih pada dirinya sendiri.

Luna pun mengambil buku catatan putih yang berada tepat di ujung rak paling bawah. Saat menyentuhnya, sampulnya yang kosong menampakkan tulisan: [Resep & Metode Magi-tech Legendaris]

"Oh, ini lumayan bagus," bisiknya pelan. Sebagai non-kombatan, pengetahuan pendukung adalah senjatanya yang terkuat. Luna membuka bukunya. Ada banyak hal dan simbol rumit di sana, tetapi beberapa bagian menunjukkan soal kontrol teknologi sihir. Sangat cocok dengan Artefak Holder seperti dirinya.

Riven membaca mantra yang tertulis di bukunya. Halaman-halaman yang dipenuhi oleh rune-rune kuno itu memancarkan cahaya dan semus simbol mantranya bergerak dan menggeliat di atas kertas. "Ini sulit..."

Luna juga memutuskan untuk membaca bagian resep buku Magi-tech-nya. Halaman pertama hanya berisi satu kalimat yang ditulis dengan tinta emas: "Untuk menciptakan, pertama kau harus memahami." Lalu halaman berikitnya merujuk pada pengembangan beberapa teknologi sihir yang melampaui zaman. Di antara daftar panjang itu, mata Luna tertarik pada perangkat yang punya fungsi mempengaruhi alat sihir atau artefak di sekitar. Ini mungkin berguna untuknya.

Mereka berdua terdiam sejenak, tenggelam dalam harta karun baru yang mereka dapatkan. Sebuah pemahaman tanpa kata terjalin di antara mereka di altar itu.

Mereka telah membuat pilihan. Saat mereka berbalik, semua Golem di perpustakaan serempak mengangkat kepala mereka. Mata kristal mereka yang bercahaya menatap lurus ke arah Luna dan Riven, bukan dengan permusuhan, melainkan seolah memberi restu. Mereka mengangguk sekali secara bersamaan.

[Lantai 7 Menara Alat Tersihir Ditaklukkan!]

Di dinding di belakang altar, sebuah pintu batu yang tadinya tidak ada di sana, kini terbuka dengan sendirinya, menampakkan lorong remang-remang menuju lantai delapan.

[Lantai 8 Menara Alat Tersihir Dibuka!]

Luna memasukkan buku ke dalam kuil mimpi di cincinnya dan mengeluarkan gelang penghitung skor untuk melihat sisa waktu. [Total Poin: 71.840] [Posisi Saat Ini: 3/22] Tersisa sepuluh menit. Ini adalah waktu dimana tim Iselyn dengan Alther Miraglen berselisih poin dengan timnya Darius Orphan. Harusnya poin mereka ada di 100.000 sekian poin saat ini.

"Baguslah aku memutuskan untuk berhenti meraih poin. Jika tidak poin kami sudah berapa, ya? Satu juta? Sepuluh juta?" batin Luna.

1
aku
TIDAK. mak jlebb 🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!