Luna Arindya, pemanah profesional dari dunia modern, meninggal tragis dalam sebuah kompetisi internasional. Saat membuka mata, ia mendapati dirinya berada di dalam novel fantasi yang pernah ia baca—dan menempati tubuh Putri Keempat Kekaisaran Awan. Putri yang lemah, tak dianggap, hidupnya penuh penghinaan, dan dalam cerita asli berakhir tragis sebagai persembahan untuk Kaisar Kegelapan.
Kaisar Kegelapan—penguasa misterius yang jarang menampakkan diri—terkenal dingin, kejam, dan membenci semua wanita. Konon, tak satu pun wanita yang mendekatinya bisa bertahan hidup lebih dari tiga hari. Ia tak tertarik pada cinta, tak percaya pada kelembutan, dan menganggap wanita hanyalah sumber masalah.
Namun semua berubah ketika pengantin yang dikirim ke istananya bukan gadis lemah seperti yang ia bayangkan. Luna, dengan keberanian dan tatapan tajam khas seorang pemanah, menolak tunduk padanya. Alih-alih menangis atau memohon, gadis itu berani menantang, mengomentari, bahkan mengolok-olok
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 33
Langit bulan purnama menyinari kediaman Zhao Kun. Di dalam aula rahasia, beberapa pejabat berkumpul. Mereka bicara dengan suara rendah, namun mata mereka penuh ambisi.
Zhao Kun mengangkat cawan araknya. “Saudara sekalian, malam ini kita teguhkan sumpah. Kaisar terlalu lama menguasai sendirian. Saatnya kekuasaan dibagi.”
Beberapa cawan terangkat, tanda setuju.
Namun tiba-tiba, pintu aula terhempas keras. Prajurit Kaisar menyerbu masuk. Di depan mereka, berdiri Jun Hao dengan pedang terhunus. “Atas nama Kaisar! Semua kalian ditangkap!”
Kekacauan pecah. Zhao Kun bangkit dengan wajah murka. “Pengkhianat! Ada yang membocorkan!”
Dan saat itulah, dari balik bayangan, Rui melangkah masuk. Jubah putihnya berkilau di bawah cahaya bulan. Suaranya dingin, tajam:
“Tidak ada yang membocorkan. Karena sejak awal, aku sudah di sini.”
Mata Zhao Kun membelalak. “Kau…!”
Ia berusaha kabur, tapi sekelompok pengawal menghadang. Pertarungan singkat terjadi, namun akhirnya Zhao Kun berhasil dibekuk.
Para pejabat yang hadir pun dipaksa berlutut, wajah mereka pucat.
Keesokan paginya, seluruh pejabat dipanggil. Zhao Kun diikat, wajahnya penuh amarah.
Rui berdiri di sisi Kaisar, tenang seperti biasa.
Jun Hao maju, menyerahkan gulungan catatan yang disita dari kediaman Zhao Kun. Bukti pertemuan, rencana pengkhianatan, bahkan daftar nama pendukung. Semua terbuka di hadapan seluruh istana.
Riuh rendah memenuhi ruangan. Kali ini, tak ada lagi yang bisa membela.
Tian Ze berdiri, suaranya bergemuruh. “Zhao Kun. Kau memberontak, menjual rahasia negara, dan bersekutu dengan musuh. Hukumanmu hanya satu: kematian.”
Zhao Kun tertawa terbahak, meski tubuhnya terikat. “Kau pikir dengan membunuhku, kau bisa tidur tenang? Kaisar… kau lupa satu hal. Rakyat tidak akan pernah mencintai kegelapan. Mereka akan selalu takut padamu. Dan takut… bisa berubah jadi benci.”
Kata-kata itu menggema, membuat beberapa pejabat terdiam.
Namun Tian Ze tidak gentar. Dengan satu gerakan, ia memberi tanda. Algojo maju, dan dalam sekejap, kepala Zhao Kun terpisah dari tubuhnya.
Keheningan memenuhi aula.
Rui menatap tubuh itu tanpa berkedip. Akhirnya, ular besar telah mati. Namun ia tahu, masih banyak ular kecil yang bersembunyi.
Istana tampak lebih tenang, tapi ketenangan itu rapuh.
Rui duduk di beranda paviliunnya, menatap bulan. Angin malam menyentuh lembut rambutnya.
Langkah berat terdengar lagi. Kali ini, Tian Ze datang tanpa jubah hitam, hanya pakaian sederhana.
Ia berdiri di belakangnya lama, sebelum akhirnya berkata pelan, “Hari ini kau menang. Tapi aku…” suaranya tertahan, “…aku takut aku justru kalah.”
Rui menoleh, menatapnya. “Kalah apa, Yang Mulia?”
Tian Ze maju, duduk di sampingnya. Untuk pertama kalinya, wajahnya tidak dingin, tidak keras. Ia hanya seorang pria lelah yang membuka dirinya.
“Aku kalah… pada hatiku sendiri.”
Hening menyelimuti mereka. Rui merasa dadanya bergemuruh, tapi ia tetap tersenyum tipis. “Kalau begitu, biarkan kita kalah bersama.”
Malam itu, tanpa ciuman, tanpa janji manis, mereka hanya duduk berdua di bawah cahaya bulan. Namun kedekatan itu lebih nyata daripada semua kata.
Zhao Kun sudah tiada, tapi intrik istana tidak pernah berakhir. Ular kecil masih bersembunyi, menunggu saatnya.
Namun kini, Kaisar Tian Ze tidak lagi sendirian. Di sampingnya, Rui berdiri—bukan hanya sebagai Permaisuri, tapi sebagai cahaya yang perlahan meruntuhkan kegelapan di hatinya.
Dan keduanya tahu: badai berikutnya akan datang lebih besar. Tapi kali ini, mereka akan menghadapinya… bersama.
Bersambung
karna ego dan ambisi, bisa membunuh rasa kemanusiaan yang ada di dalam dirinya.
ayo Rui, taklukkan sang kaisar baja hitam itu.
topeng yang selama ini bersemayam di wajah cantik kalian, akhirnya koyak satu persatu.
yang dianggap dan diabaikan belum tentu buruk, bisa jadi dia adalah permata yang paling berharga.
dan yang dianggap baik dan sempurna selama ini, bisa jadi dia adalah hanya fatamorgana
bercahaya dari jauh, burek dan lenyap dari dekat.
MC nya gokil, smart, baddas, gak plin plan, serta kuat.
good job thor.