NovelToon NovelToon
Batas Kesabaran Seorang Istri

Batas Kesabaran Seorang Istri

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Penyesalan Suami
Popularitas:12.2k
Nilai: 5
Nama Author: Hilma Naura

Sebuah pernikahan tanpa cinta, membuat Rosalina harus menelan pil pahit, karena ia sama sekali tidak dihargai oleh suaminya.

Belum lagi ia harus mendapat desakan dari Ibu mertuanya, yang menginginkan agar dirinya cepat hamil.

Disaat itu pula, ia malah menemukan sebuah fakta, jika suaminya itu memiliki wanita idaman lain.
Yang membuat suaminya tidak pernah menyentuhnya sekalipun, bahkan diusia pernikahan mereka yang sudah berjalan satu tahun.

Akankah Rosalina sanggup mempertahankan rumah tangganya dengan sang suami, atau malah sebaliknya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hilma Naura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ketabahan Anindya.

Raka yang baru saja sampai dirumah, langsung melempar jasnya sembarangan tanpa melihat sama sekali.

Dan alhasil, jas mahal yang dilempar Raka mendarat tepat di wajah Mbak Sri, yang baru saja keluar dari dapur sambil membawa secangkir kopi panas.

"Astaga, Mas Raka! Ya Allah… ini mau bikin saya jantungan, ya?" serunya kaget sambil menahan agar kopi di tangannya tidak tumpah.

Dengan tergopoh-gopoh ia pun menaruh cangkir kopi diatas meja kecil, lalu meraih jas milik Raka tersebut.

"Mas… jas semahal ini kok dilempar sembarangan. Kalau sampai rusak, nanti bisa membuat saya dimarahi sama Bu Anindya, lho. Harganya ini mungkin bisa buat cicilan motor. Sayang sekali kalau dijadikan lap lantai begini."

Raka tidak menanggapi ocehan Mbak Sri. Tapi ia langsung menjatuhkan tubuhnya kearah sofa dengan wajah kusut, lalu menutup mata sambil menghela nafas berat.

Mbak Sri menepuk-nepuk jas itu lalu melipat seadanya, sebelum menaruhnya di sandaran kursi.

"Mas, dari kecil saya lihat Mas Raka ini rapi sekali. Kok sekarang jadi seperti ini? Apa ada masalah di kantor?" tanyanya sambil menatap penuh rasa penasaran.

Raka hanya diam, dan sama sekali belum menjawab pertanyaan Asisten rumah tangganya itu.

Melihat hal tersebut, Mbak Sri pun mendekat lalu duduk di sofa sebelahnya, dengan ekspresi khasnya yang cerewet tapi dipenuhi oleh rasa sayang.

"Wajah Mas itu kusut sekali, seperti orang yang habis ditolak lamaran. Jangan-jangan tadi ketemu mantan, terus mantannya pamer undangan pernikahan, ya?" ujar Mbak Sri lagi, dengan separuh bercanda.

Raka membuka matanya sebentar, kemudian menatap tajam pada Mbak Sri.

Namun bukannya takut, Mbak Sri justru menyengir kecil.

"Ya ampun, Mas… jangan dilihat seperti itu. Saya kan cuma bercanda. Tapi serius, Mas. Kalau ada masalah, jangan dilampiaskan ke jas atau ke saya. Saya ini cuma pembantu di rumah ini, yang dari dulu sudah ikut menjaga Mas Raka. Walau saya cuma orang kecil, tapi saya bisa jadi pendengar yang baik, lho. Gratis, tanpa biaya konseling."

Raka menghela nafas panjang, lalu meraih kopi yang dibawa oleh Mbak Sri tadi. Ia meneguk sedikit, dan membiarkan rasa pahit dari kopi itu mengalir di tenggorokan.

Mbak Sri kembali melirik kearah Raka, lalu tersenyum tipis.

"Mas, besi saja kalau disimpan terus bisa berkarat. Apalagi hati manusia. Kalau ada yang mengganjal, lebih baik diceritakan. Supaya lega."

Suasana menjadi hening sesaat. Raka tidak langsung menjawab, tapi sorot matanya sedikit melunak.

Melihat celah itu, Mbak Sri pun kembali mencoba mencairkan suasana dengan gurauan.

"Atau jangan-jangan… Mas habis berantem sama calon adik ipar, ya? Wah, kalau benar, ini sih mirip sinetron jam delapan malam. Tinggal tunggu dramanya aja."

Raka mengusap wajahnya kasar, lalu menegakkan tubuhnya di sofa. Kemudian ia bertanya dengan suara yang terdengar serak, tapi penuh ketegasan.

"Mbak Sri… mana Mama? Apa Mama ada di rumah?"

Mbak Sri yang sedang membereskan jas di kursi itu menoleh cepat dan menatap kearah Raka.

"Ibu Anindya ada, Mas. sekarang Ibu lagi di kamar, dan baru saja istirahat. Memangnya kenapa, Mas?"

Raka menahan napas sejenak sebelum melanjutkan pertanyaannya pada Mbak Sri.

"Apa tadi… ada perempuan muda yang datang ke sini?"

Mbak Sri langsung mengangguk mantap, bahkan matanya terlihat berbinar.

"Ada, Mas. Itu si Mbak cantik yang datang kemari. Ramah sekali orangnya. Katanya adiknya Mas Raka, ya?"

mendengar perkataan Mbak Sri tersebut, dalam seketika wajah Raka berubah mengeras. Rahangnya mengatup, dan bola matanya ikut menajam.

Pria berwajah tampan itu menoleh dengan cepat ke arah Mbak Sri.

"Jangan pernah sebut dia adikku, Mbak!" bentaknya tegas.

Mbak Sri sampai terlonjak kaget, dengan kedua tangannya refleks meremas jas yang masih ia pegang.

"Lho, Mas… maaf. Saya kira memang benar dia adik Mas, soalnya dia sendiri yang bilang begitu tadi. Dan Bu Anindya juga menyambutnya dengan baik."

Raka berdiri mendadak, dengan tatapannya yang membara.

"Dia bukan adikku! Jangan pernah lagi sebut dia begitu di depanku. Sekali pun jangan pernah!"

Mbak Sri sampai tercekat, sehingga ia menelan ludahnya sendiri. Wajahnya tiba-tiba saja menjadi canggung, tapi naluri cerewetnya tetap tidak bisa padam sepenuhnya.

"Ya ampun, Mas… maaf, saya benar-benar tidak tahu. Tapi… kalau bukan adik, kenapa wajahnya mirip sekali sama Mas Raka, ya? Eh, eh, jangan marah dulu, Mas. Saya cuma ngomong apa yang saya lihat."

Disaat-saat seperti itu, tiba-tiba saja Anindya keluar dari kamarnya, karena ternyata... perempuan paruh baya itu terkejut dengan suara Raka yang terdengar membentak.

Melihat putranya itu sedang berdiri dengan wajah yang menegang dihadapan Mbak Sri, ia pun langsung mendekat.

"Ya Allah... Nak! Ada apa ini? Kenapa kamu jadi membentak-bentak Mbak Sri?" tanya Anindya sambil menatap wajah Raka yang memerah akibat menahan amarah. Namun ia langsung membuang pandangannya kesamping, tanda tidak ingin jika Mamanya terlalu lama melihat wajahnya yang seperti itu.

Beberapa saat kemudian, Anindya mengalihkan pandangannya pada Mbak Sri.

"Sri. Apa yang kamu lakukan? Kenapa Raka bisa marah-marah seperti ini sama kamu?"

Pertanyaan tersebut, membuat Mbak Sri menggelengkan kepalanya beberapa kali.

"Saya tidak melakukan apapun kok, Bu! Tapi Mas Raka langsung marah karena saya menyebut perempuan cantik yang datang tadi kerumah, dengan sebutan adiknya Mas Raka. Tapi bukankah kata perempuan itu, dia memang adiknya Mas Raka ya, Bu?"

Anindya menghela nafas mendengar jawaban dari pembantunya itu, sementara Raka kembali memandang Mbak Sri dengan tatapan tajam.

"Sri. sekarang kamu lanjutkan saja pekerjaanmu didapur, karena saya ingin berbicara pada Raka!" ucap Anindya dengan wajah tenang.

Dan mendengar hal itu, Mbak Sri pun mengangguk, kemudian ia kembali kedapur dengan wajah yang menyimpan sedikit rasa penasaran.

Sedangkan Anindya menatap Raka dengan bola mata yang terlihat teduh dan penuh rasa kasih sayang.

"Raka! Kenapa kamu melampiaskan kekesalan kamu pada Mbak Sri, sayang? Mbak Sri itu nggak tahu apa-apa! Mama tahu kalau kamu itu masih sakit hati dengan masa lalu, tapi tidak begitu juga, Raka."

Namun Raka seolah tidak perduli dengan perkataan Ibunya itu, dan ia langsung menatap pada Anindya dengan tatapan yang penuh dengan kekecewaan.

Tidak lama kemudian, ia pun bertanya pada Ibu kandungnya itu.

"Ma! Apa benar tadi perempuan itu datang kemari dan Mama menyambutnya dengan baik?"

Anindya memandang Raka dengan sendu, kemudian ia menganggukkan kepalanya.

"Iya Nak! Anak dari Papamu itu memang datang kemari, dan kedatangannya untuk membawa undangan pernikahannya. Dari cara dia berbicara dan meminta Mama untuk hadir itu, sangatlah sopan. Jadi mana mungkin Mama akan menyambutnya dengan wajah yang cemberut. Lagi pula, dia tidak bersalah apa-apa sama Mama. Bahkan dari nada bicaranya, dia sangat menghargai Mama sebagai orang tua."

Rona wajah Raka semakin terlihat memerah, kala mendengar jawaban dari Mamanya itu.

"Tapi Ma! Dia itu adalah anak yang terlahir dari wanita yang telah merebut Papa dari Mama, bagaimana bisa Mama memperlakukan dia dengan baik, sementara aku tahu, bahwa Mama masih merasa sakit saat melihat wajahnya?"

Anindya menatap wajah putranya yang masih memerah karena emosi. Nafas Raka naik turun dengan tidak beraturan, seakan menahan sesuatu yang selama ini membara di dadanya.

Dengan langkah perlahan, wanita paruh baya itu duduk di samping Raka. Tangannya yang lembut segera meraih jemari putranya, seraya mencoba menyalurkan ketenangan yang ia miliki.

"Raka, sayang..." ucapnya pelan, suaranya terdengar begitu tenang namun penuh ketegasan seorang ibu.

"Mama tahu betapa sakitnya hatimu setiap kali mengingat masa lalu. Mama tidak pernah menutup mata akan itu. Tapi dengarkan Mama, Nak… tidak ada alasan Mama untuk membenci anak dari istri muda Papamu itu."

Raka spontan menoleh, dan menatap mamanya dengan sorot mata yang masih penuh bara.

"Tidak ada alasan, Ma? Bagaimana bisa Mama bicara begitu? Bukankah perempuan itu wujud nyata dari pengkhianatan Papa pada Mama? Bukankah setiap kali melihat wajahnya, Mama seakan diingatkan pada luka yang dulu Papa buat?"

Anindya menghela nafas dalam-dalam, namun senyum tipis tetap terukir di bibirnya.

"Nak, luka itu memang pernah ada. Dan Mama pun dulu menangis berkali-kali karenanya. Tapi apa gunanya kalau Mama terus memelihara kebencian? Apa gunanya juga kalau Mama harus memandang seorang anak yang bahkan tidak tahu apa-apa sebagai musuh? Dia lahir bukan karena kehendaknya, Raka. Dia hanya menjalani takdir yang sudah digariskan untuknya."

Raka menggeleng keras, dengan suaranya yang mulai bergetar, ia pun kembali berkata...

"Tapi Ma… aku tidak bisa menerimanya. Dia tetap anak dari wanita yang merebut Papa dari Mama. Setiap kali aku melihat wajahnya, yang ada di kepalaku hanya rasa sakit Mama waktu itu!"

Anindya kembali menatap putranya dengan tatapan penuh kasih. Tangannya terangkat, membelai rambut Raka yang terlihat sedikit berantakan.

"Sayang, Mama sudah menerima kenyataan itu sejak lama. Mama juga sudah memaafkan kesalahan masa lalu Papamu. Mama sudah ikhlas Nak, bahwa jodoh Mama dengan Papamu memang tidak bertahan lama. Kalau Mama sendiri saja sudah berdamai dengan luka itu, kenapa kamu masih ingin menyimpannya, Raka?"

Raka terdiam. Sorot matanya terlihat goyah, meskipun bibirnya masih terkatup rapat.

"Mama tidak ingin kamu mengikat hatimu dengan kebencian, Nak," lanjut Anindya dengan suara lembut.

"Karena kebencian itu hanya akan memakan habis kebahagiaanmu sendiri. Sementara orang yang kamu benci bisa jadi hidupnya baik-baik saja, tanpa peduli pada amarahmu. Mama tidak ingin kamu menyakiti dirimu sendiri hanya karena menolak menerima kenyataan."

Keheningan mulai menyelimuti ruang tamu itu. Raka menundukkan wajahnya, sementara tangannya malah mengepal di pangkuan. Untuk sesaat, ia terlihat seperti bocah kecil yang tersesat di tengah gelapnya jalan.

Anindya lalu menggenggam kedua tangan putranya dengan erat.

"Raka… Mama tahu bahwa kamu ingin melindungi Mama, kamu juga ingin agar hati Mama ini tidak terluka lagi. Tapi percayalah, Nak. Mama sudah kuat, dan Mama sudah bisa berdiri tegak setelah semua badai itu berlalu. Yang Mama butuhkan sekarang adalah kamu yang bisa hidup tanpa menoleh ke belakang dengan amarah. Karena walau bagaimanapun, wanita yang saat ini sangat kamu benci, dia adalah darah daging Papamu. Tidak akan adil untuknya kalau kamu terus menolak mengakui keberadaannya."

Raka terdiam dengan air mata yang mulai berlinang.

Dan tanpa Anindya atau pun Raka tahu, Rosalina yang ingin keluar dari kamarnya hendak menuju kedapur, malah mendengar obrolan Ibu dan anak itu.

Detik itu juga tubuh Rosalina terdiam dan berdiri terpaku, dengan kedua bola matanya yang mengeluarkan cairan bening. Saat mendengar ketulusan Anindya.

Bersambung...

1
kalea rizuky
cerai aja lah
☠ᵏᵋᶜᶟℕ𝔸𝔹𝕀𝕃𝕃𝔸
idiiihhh suudzon terhadap Rosalina gak sadar kelakuan sendyyg begitu bejat, berhubungan intim dengan orang lain istri sah jadi pajangan 🙄🙄🙄
Hilma Naura: 🤣🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
☠ᵏᵋᶜᶟℕ𝔸𝔹𝕀𝕃𝕃𝔸
wahhh rosslyharus gugat cerai secepatnya inii biarr gak sakit hati teruss, lagian keluarga suaminya kejam gitu kok gak punya hati🙄
Hilma Naura: Bener, bener itu kak😄
total 1 replies
Sunaryati
Benar tebakan aku ibu dan putrinya sama- sama pelakor. Ayah Raka kok hidup enak dengan keluarga barunya, di atas penderitaan mantan istri dan Raka putranya. Ku yakin sebentar lagi karma akan menghampiri mereka, termasuk Handrian. Lina sejak awal kau diabaikan Handrian, mengapa harus sakit dan menangisi suami pecundang itu. Berdiri tegak dan tatap mereka dengan anggun jangan lemah. Tunjukkan kau tidak terpuruk namun tetap berdiri kokoh. Itu malah mempercepat perceraian kamu.
Hilma Naura: Masih cinta Rosalinanya kak🤭🤭
total 1 replies
Sunaryati
Bikin penasaran, saja. Tak usah nangis Lina. Jika benar yang menikah Handrian dan Adel, jadi fix ibu dan anak pelakor. Aku menunggu kebahagiaan keluarga Bu Anindya dan keluarga mantan suami Anindya dan Handrian.
Hilma Naura: 😄😄😄👍👍
total 1 replies
☠ᵏᵋᶜᶟℕ𝔸𝔹𝕀𝕃𝕃𝔸
bakalan lebih kaget lagi nanti saat Rosalina tahu mempelai laki-laki adalah suaminya sendiri 🤣😅
Hilma Naura: Hehehe... besok ya kak😁
total 3 replies
☠ᵏᵋᶜᶟℕ𝔸𝔹𝕀𝕃𝕃𝔸
ditunggu updatenya kak, yg rutin tiap hari ya
Hilma Naura: Oke kakak🙂🙂🙂
total 1 replies
☠ᵏᵋᶜᶟℕ𝔸𝔹𝕀𝕃𝕃𝔸
seru cerita nya, tolong semangat update nya ya kak, lancar terus setiap hari update gitu
☠ᵏᵋᶜᶟℕ𝔸𝔹𝕀𝕃𝕃𝔸
terharu dengan perjuangan Anim🥺
☠ᵏᵋᶜᶟℕ𝔸𝔹𝕀𝕃𝕃𝔸
ealahh Adel memikuti jejak ibunya yg pelakor dong🙄🙄🙄 bibit pelakor lahir lah pelakor juga🤣🤣
Hilma Naura: 🤣🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
☠ᵏᵋᶜᶟℕ𝔸𝔹𝕀𝕃𝕃𝔸
jadilah wanita kuat jangan kemah begitu, tinggal pergi urus perceraian sendiri dan mulai hidup baru Rosalina
☠ᵏᵋᶜᶟℕ𝔸𝔹𝕀𝕃𝕃𝔸
terlalu berbelit-belit cerita nya
☠ᵏᵋᶜᶟℕ𝔸𝔹𝕀𝕃𝕃𝔸
ealahh selingkuhan nya ituu anakk bosnya🙄🙄🙄🙄
Hilma Naura: Bener kak🙂🙂
total 1 replies
☠ᵏᵋᶜᶟℕ𝔸𝔹𝕀𝕃𝕃𝔸
sahabat itu musuh dalam selimut 🤣😅
Hilma Naura: 😁😁😁😁😁😁
total 1 replies
☠ᵏᵋᶜᶟℕ𝔸𝔹𝕀𝕃𝕃𝔸
sudah ketebak kalo Rosalina ditikung sahabatnya sendiri, pasti dibelakang mereka sudah selingkuh itu Tania dengan Hermawan, sudah sering baca novel yg alurnya begini dari persahabatan menjadi pelakor🤣😅
Hilma Naura: 😁😁😁😁😁
total 1 replies
☠ᵏᵋᶜᶟℕ𝔸𝔹𝕀𝕃𝕃𝔸
sudah ketebak kalo Rosalina ditikung sahabatnya sendiri, pasti dibelakang mereka sudah selingkuh itu Tania dengan Hermawan, sudah sering baca novel yg alurnya begini dari persahabatan menjadi pelakor🤣😅
Sunaryati
Wanita itu Adel, berarti mengikuti jejak ibunya jad pelakor
Sunaryati
Sudah jangan menangis hanya untuk suami dan mertua lucnut, bangkit dan ambil barang- barangmu ketika Handrian ke kantor.
Sunaryati
Rossalina itu jika kamu tak mengindahkan nasehat Mbak Sri, untung ada Mas Raka yang diganti. Sudah kali lho gendong kamu. Belum pernah kan digendong Handian😄😄
Hilma Naura: 🤣🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
Sunaryati
Biar kecelakaan jadi Adek juga tidak secepatnya menikahi Handrian, atau nikahnya di rumah sakit
Hilma Naura: 🤣🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!