Azura Eliyena, seorang anak tiri terbuang. Ibu dan Ayahnya bercerai saat usia Azura masih tiga tahun. Bukan karena ekonomi, melainkan karena Ibunya tak sudi lagi bersama Ayahnya yang lumpuh. Ibunya tega meninggalkan mereka demi pria lain, hidup mewah di keluarga suami barunya. Menginjak remaja, Azura nekat kabur dari rumah untuk menemui Ibunya. Berharap Ibunya telah berubah, namun dirinya justru tak dianggap anak lagi. Azura dibuang oleh keluarga Ayah tirinya, kehadirannya tak diterima dan tak dihargai. Marah dan kecewa pada Ibunya, Azura kembali ke rumah Ayahnya. Akan tetapi, semua sudah terlambat, ia tak melihat Ayah dan saudaranya lagi. Azura sadar kini hidupnya telah jatuh ke dalam kehancuran. Setelah ia beranjak dewasa, Azura menjadi wanita cantik, baik, kuat, tangguh, dan mandiri. Hidup sendirian tak membuatnya putus asa. Ia memulai dari awal lagi tuk membalas dendam pada keluarga baru Ibunya, hingga takdir mempertemukannya dengan sepasang anak kembar yang kehilangan Ibunya. Tak disangka, anak kembar itu malah melamarnya menjadi Istri kedua Ayah mereka yang Duda, yang merupakan menantu Ayah tirinya.
“Bibi Mackel… mau nda jadi Mama baluna Jilo? Papa Jilo olangna tajil melintil lhoo… Beli helikoptel aja nda pake utang…” ~ Azelio Sayersz Raymond.
“Nama saya Azura, bukan Bibi Masker. Tapi Ayah kalian orangnya seperti apa?” ~ Azura Eliyena.
“Papa ganteng, pintel masak, pintel pukul olang jahat.” ~ Azelia Sayersz Raymond.
“Nama kalian siapa?”
“Ajila Ajilo Sales Lemon, Bibi Mackel.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom Ilaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32. ANAK TIRI TERBUANG MENJADI ISTRI TANGGUH DUDA KILLER | SEKARAT
Matthias memasuki rumah. Langkah-langkah kakinya yang biasanya tegas kini terdengar berat dan penuh amarah yang tertahan. Ia tidak melirik sedikit pun pada Arisha yang berdiri di ruang tengah menatapnya dengan tatapan bingung.
"Mas? Kau sudah pulang? Ada apa?" tanya Arisha, mencoba menghentikannya.
Namun, Matthias tak menggubris. Ia melesat menaiki tangga, seolah-olah tujuannya sudah jelas, yaitu kamar putrinya. Arisha hanya bisa melihat punggung suaminya yang dipenuhi aura gelap dan hawa dingin yang tiba-tiba memenuhi seisi rumah.
Di dalam kamarnya, Calsa duduk di depan jendela, senyum kecil terukir di bibirnya saat jemarinya sibuk menggulir layar ponsel. Ia tertawa cekikikan melihat unggahan yang lucu dari teman-temannya.
Tiba-tiba, tawa itu terhenti.
Pintu kamarnya terbuka kencang, menghantam dinding di belakangnya dengan suara BRAK yang memekakkan telinga. Calsa tersentak, hampir menjatuhkan ponselnya. Wajahnya yang semula ceria langsung pucat pasi saat ia melihat siapa yang berdiri di ambang pintu.
Matthias berdiri di sana, dadanya naik turun dengan cepat. Urat-urat di pelipisnya menonjol jelas, wajahnya memerah padam, dan matanya memancarkan nyala api yang siap melalap apa pun di depannya.
"Ayah?" suara Calsa bergetar, penuh ketakutan.
"Apa yang kau lakukan, Calsa? Apa?!" bentak Matthias, suaranya menggelegar. Ia melangkah masuk, menutup pintu di belakangnya dengan kasar, seolah memutus Calsa dari dunia luar. "Aku sudah menjodohkanmu dengan rekan bisnis Ayah! Dia pria kaya, punya masa depan cemerlang! dan kau... kau justru menodai nama keluargamu dengan laki-laki rendahan macam itu?"
Calsa menunduk. "Aku... aku tidak tahu Ayah bicara apa."
"Jangan pura-pura bodoh!" Matthias membanting ponselnya di atas meja. "Kau pikir aku tidak tahu? Kau pikir Ayah tidak tahu kau mengiriminya uang? Kau pikir aku tidak tahu dia memanfaatkanmu?" Matthias emosi, ditambah ia sudah mengecek cctv sekitar klub itu yang menunjukkan putrinya sering datang ke sana bersama Elvan.
"Dia tidak memanfaatkan aku! Kami saling mencintai!" Calsa membela diri, sedikit berani.
Matthias tertawa sinis, tawa yang terdengar lebih seperti geraman. "Cinta? Itu yang kau sebut cinta? Kau buta, Calsa! Pria itu bahkan tidak sungguh-sungguh ingin menikah denganmu!"
"Ayah tidak tahu apa-apa!" Calsa bangkit, matanya mulai berkaca-kaca. "Ayah tidak pernah mendengarkan Calsa! Ayah hanya peduli bisnis, dengan perjodohan itu! Aku tidak mau! Aku tidak mencintai pria tua itu!"
"Cinta?!" teriak Matthias lagi, suaranya memecah keheningan kamar. "Cinta tidak akan memberimu masa depan yang terhormat! Cinta tidak akan menjamin nama baik keluarga! Berani-beraninya kau berbicara tentang cinta, saat kau bertindak seperti perempuan murahan yang gampang dimanfaatkan?!"
Lalu Matthias menunjuk ke arah ponselnya dengan jari gemetar. "Rekaman ini... kau dengar dia membicarakan apa?! Dia menganggapmu apa?! Kau hanyalah sapi perah baginya! Hanya ATM berjalan! Apa lagi yang harus kau lihat agar kau sadar, Calsa?!"
Air mata Calsa langsung tumpah, tetapi kali ini, air mata itu bercampur amarah yang membara. "Aku bukan perempuan murahan, Ayah!"
"Tentu kau murahan! Kau sudah menjual harga dirimu demi seorang bajingan tidak berguna! Kau itu aib! Aib keluarga sama seperti Ibumu itu!" caci Matthias lalu mendorong tubuh putrinya hingga mundur beberapa langkah. "Aku malu punya putri sepertimu! Ayah malu, kau tahu itu?!"
Kata-kata itu menghantam Calsa bagai godam. Ia menatap ayahnya, matanya tidak lagi dipenuhi kesedihan, melainkan nyala api. Rasa sakit, malu, dan amarah yang selama ini ia pendam meledak di dalam dirinya. Semua bentakan, tuntutan, semua penghinaan yang ia terima terasa memuncak di saat itu juga. Calsa merasa otaknya pecah, dan ia tidak lagi bisa berpikir jernih.
Tanpa sadar, tangannya bergerak sendiri. Di atas meja di sampingnya, sebuah piring berisi apel dan sebilah pisau tergeletak. Ia menyambar pisau itu, genggamannya erat, seolah-olah pisau itu adalah satu-satunya pelampiasan dari segala rasa sakitnya.
"Aku membencimu!" jerit Calsa, suaranya parau.
Matthias tertawa sinis, tidak menyadari bahaya di depan matanya. "Benci? Kau pikir kebencianmu itu ada artinya? Kau tidak lebih dari... "
Jleb!
Kata-katanya terhenti.
Mata Matthias membulat sempurna. Ia merasakan sensasi perih yang tajam di perutnya. Pandangannya turun, menatap tangan Calsa yang memegang pisau buah, dan mata pisau itu tertancap di perutnya.
"AAAAAAA!!!"
Sebuah jeritan nyaring memecah ketegangan. Arisha yang berdiri di ambang pintu, kaget dan histeris melihat pemandangan itu. Tubuhnya bergetar, wajahnya pucat pasi.
Calsa menatap kosong ke arah ayahnya, yang kini memegang perutnya dengan satu tangan. Darah segar mulai mengalir deras, membasahi kemeja putih Matthias. Ia melihat kilatan mata Arisha yang ketakutan, lalu menoleh ke pisau di tangannya.
"Tidak... tidak..." gumam Calsa. Ia menjatuhkan pisau itu ke lantai dengan suara ting yang menggema di dalam ruangan. Kakinya gemetar, dan lututnya terasa lemas.
Di luar kamar, Arisha sudah menghubungi ambulans dengan tangan gemetar. Ia panik, berusaha menjelaskan situasi dengan terbata-bata. Matthias jatuh berlutut, wajahnya memucat, dan darah terus mengalir.
Semua terasa kabur bagi Calsa. Pandangannya buram, dan semua suara menghilang, digantikan oleh dengungan di telinganya. Calsa hanya bisa menatap ayahnya yang bersimbah darah sebelum tubuhnya tak lagi sanggup menopang dirinya sendiri. Ia jatuh ke lantai, pingsan karena syok, tepat di samping ayahnya yang sekarat.
_________
Like, komen, subscribe, vote, 🌹
apakah msh bisa marah sama kang joeson
nyari mampus nama ny.
gak jera2 nech si Rmes. udah pernah hampir mm ati di tngan Zander.
sekarang benaran mati di tangan Joeson, 😁😁😁
kutu di skak cewek tomboy Azurra 😀😀😀
up lagi donk
tapi sayang ny yg satu mulai jatuh cinta, yg satu lagi terobsesi. hingga gak peduli kalau yg xewek udah menikah
ori setimal drngan petbuatan ny di mada lalu. dan itu lah karma ny. nebedatin anak hatimau atau buaya, udah besat di terkam ny. dan akhor ny minta tolong ss mm a ansk srndiri