Putri Huang Jiayu putri dari kekaisaran Du Huang yang berjuang untuk membalaskan dendam kepada orang-orang yang telah membunuh keluarganya dengan keji.
Dia harus melindungi adik laki-lakinya Putra Mahkota Huang Jing agar tetap hidup, kehidupan keras yang dia jalani bersama sang adik ketika dalam pelarian membuatnya menjadi wanita kuat yang tidak bisa dianggap remeh.
Bagaimana kelanjutan perjuangan putri Huang Jiayu untuk membalas dendam, yuk ikuti terus kisah lika-liku kehidupan Putri Huang Jiayu.
🌹Hai.. hai.. mami hadir lagi dengan karya baru.
ini bukan cerita sejarah, ini hanya cerita HALU
SEMOGA SUKA ALURNYA..
JIKA TIDAK SUKA SILAHKAN DI SKIP.
JANGAN MENINGGALKAN KOMENTAR HUJATAN, KARENA AUTHOR HANYA MANUSIA BIASA YANG BANYAK SALAH.
HAPPY READING...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Athena_25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LANGKAH PENUH MAKSUD
Dalam gelap, bayang-bayang bergegas,
Dalam debu dan duka, langkah bergegas,
Di bawah langit, hati terketuk,
Membawa beban, harapan yang tak pupus.
Di balik sunyi, bahaya mengintai,
Dua jiwa pahlawan, api berkobar,
Sebuah ikrar,
Untuk membangun dan melindungi.
🍇🍇🍇—≫∘❀♡❀∘≪—🍇🍇🍇
Matahari sore mulai merangkak turun, menebarkan cahaya jingga keemasan yang menyelimuti rumah reyot dengan selimut nostalgia yang getir. Angin sore berbisik pelan, membawa aroma tanah dan rumput kering, serta sisa-sisa ketakutan yang masih menggantung di udara.
Setelah kata-kata penuh tekad itu terucap, Sia menarik napas dalam, matanya yang biasanya cerah kini dipenuhi bayangan kesedihan dan sebuah ketegasan baja. Dia berpaling kepada Jiayu, suaranya lembut namun berisi sebuah keputusan yang tak terbantahkan.
“Yu Jia, kau tunggu di sini sebentar. Aku akan membeli makanan untuk mereka,” ucapnya, sambil bangkit dan berjalan mantap menuju kudanya. Kuda itu mendengus rendah, seakan merasakan kegelisahan tuannya.
Jiayu, yang mendengar ucapan Sia, hanya bisa mengangguk pelan. Matanya menatap lekat lekuk wajah Sia, mencoba membaca ketegangan di bahunya dan keteguhan di sorot matanya. Dia melihat bukan hanya kekuatan di sana, tetapi juga genangan emosi dan kesedihan yang berhasil ditahan oleh sebuah tekad yang lebih besar.
“Hati-hati, Sia,” bisiknya, suaranya hampir tertiup angin.
Penantian terasa panjang, diisi oleh decak anak-anak yang lelah, bayang-bayang semakin memanjang ketika akhirnya derap kuda terdengar mendekat. Sia kembali, dengan bungkusan-bungkusan besar di pelana kudanya.
Aroma hangat makanan panggang dan kuah kaldu segera memenuhi area, membangkitkan sedikit kehidupan di antara reruntuhan suasana. Mereka makan bersama dalam hening yang khidmat, hanya terkoyak oleh suara kunyahan dan rintik malam yang mulai menyapa.
Setelah makanan terakhir ditelan, Sia membersihkan tangan dan berdiri. Wajahnya kembali dipenuhi misi.
“Yu Jia, ayo kita bergegas. Kita tidak bisa hanya berdiam diri saja. Kita harus mencari bantuan dan jalan keluar,” katanya, suaranya bergetar bukan karena ketakutan, tetapi karena desakan yang membara. Tangannya mengepal di samping tubuhnya.
Jiayu melirik ke arah anak-anak yang mulai terlepas dalam tidur tidak nyenyak. Jiwanya yang selalu waspada sebagai buronan memberontak. “Sia, aku akan di sini saja menjaga mereka. Aku khawatir jika kita tidak ada di sini, mereka dalam bahaya.” Nadanya mencoba meyakinkan, matanya memohon pengertian.
Namun, Sia menggeleng, tatapannya tak goyah. “Tidak!” tegasnya, tanpa memberi celah untuk bantahan.
“Kau harus tetap ikut aku pulang. Mereka akan aman selama kita pergi. Bantuan yang kita bawa akan menjadi perlindungan terbaik bagi mereka, bukan hanya pedang satu orang.” Setiap kata diucapkan dengan keyakinan yang sekeras batu, meninggalkan ruang untuk keraguan.
Jiayu menunduk. Keberadaannya yang selalu bersembunyi memang tak akan banyak membantu. Dia menarik napas, menyerah pada logika dan pada keyakinan yang terpancar dari sosok Sia. Cara bicaranya yang tegas dan meyakinkan itu seperti jangkar di tengah lautan ketidakpastiannya. “Baiklah,” katanya, suaranya lirih namun patuh.
Mereka pun berangkat malam itu juga, membelah kesunyian malam yang pekat. Duduk di atas pelana, mereka memacu kuda-kuda mereka dengan cepat, menghormati keperluan yang mendesak.
Bunyi derap tapal kuda memecah kesunyian malam, seperti detak jantung yang berdebar kencang. Dinginnya malam menyentuh kulit mereka, tetapi tekad di dada mereka terasa lebih panas dari matahari.
Perjalanan pulang mereka kini memiliki tujuan yang jauh lebih besar dan mendesak. Setiap langkah kuda dipercepat oleh kenangan ketakutan di mata anak-anak serta bayangan ancaman yang pasti akan kembali. Petualangan yang satu mungkin telah berakhir, tetapi petualangan sebenarnya—untuk membangun dan melindungi—baru saja dimulai.
🍊🍊🍊—≫∘❀♡❀∘≪—🍊🍊🍊
Sementara itu, di daerah yang jauh dari kekaisaran Long Bao, di sebuah rumah sederhana yang tersembunyi di Desa Shenzhen, seorang pemuda tengah gelisah. Jiang berjalan mondar-mandir di ruang utama, jari-jarinya berusaha mengusir kecemasan yang menggerogoti pikirannya.
Sudah hampir satu minggu sejak dia dan rombongan sampai dengan selamat, tetapi tidak ada kabar dari kakaknya. Perjalanan mereka sendiri berjalan lancar, bahkan sempat melewati rombongan megah Pangeran Mahkota Bei Liang dari Kekaisaran Bei Chu yang sedang beristirahat di pinggir jalan.
Para prajurit Kekaisaran Du Huang yang mengawal hanya melirik sekilas pada kereta mereka yang sederhana dan tidak mencolok, menganggap mereka tak lebih dari rombongan pedagang biasa, sebelum mengalihkan perhatian mereka kembali.
Mereka tidak tahu bahwa di dalam kereta yang sederhana itu tersimpan harta jarahan yang suatu hari akan berarti segalanya.
Sesampainya di Desa Shenzhen, mereka segera membagikan hasil jarahan itu kepada penduduk yang membutuhkan, sesuai janji. Selebihnya, atas saran bijak Gong Lu Yan, mereka mengubur harta mereka di belakang rumah, menyembunyikannya di dalam perut bumi, menjadikannya benih untuk masa depan yang lebih baik.
Namun, semua pencapaian itu terasa hampa bagi Jiang tanpa kehadiran kakaknya. Dia melangkah keluar rumah, menatap langit malam yang dipenuhi bintang.
Di suatu tempat di balik kegelapan itu, kakaknya sedang berjuang. Dan Jiang berjanji dalam hati, bahwa begitu fajar menyingsing, dia akan melakukan segala daya untuk menemukannya, menyatukan kembali apa yang telah tercerai-berai oleh takdir.
Malam ini, yang bisa dilakukannya hanyalah menunggu dan berharap, sambil merasakan desir angin yang seakan membawa bisikan doa dan janji akan petualangan baru yang akan segera menyapa.
.
.
🌹Hai... hai... Sayangnya Mami🥰🥰
Akankah Jiang mencari kakaknya di ibukota?
Ataukah ada bencana lain yang mengintainya?
Ikuti terus perjuangan Jiang bersaudara yaaa
JANGAN LUPA KASIH LIKE & KOMEN
TERIMA KASIH SAYANGKU🥰🥰🥰
btw dia jd Sekutu atau musuh ya klo udh saling tau