Suaminya ketahuan selingkuh dan anak yang dikandungnya meninggal adalah petaka yang paling menyedihkan sepanjang hidup Belcia. Namun, di saat yang bersamaan ada seorang bayi perempuan yang mengira dia adalah ibunya, karena mereka memiliki bentuk rambut yang sama.
Perjalanan hidup Belcia yang penuh ketegangan pun dimulai, di mana ia menjadi sasaran kebencian. Namun, Belcia tak memutuskan tekadnya, menjadi ibu susu bagi bayi perempuan yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.
Penasaran dengan kisah Belcia? Ayo kita ikuti di novel ini🤗
Jangan lupa follow author💝
Ig @nitamelia05
FB @Nita Amelia
TT @Ratu Anu👑
Salam Anu 👑
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ntaamelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Bubur
Belcia yang suka memasak sudah tidak asing lagi dengan peralatan dan bumbu-bumbu dapur, untuk itu dia mengajukan diri membuatkan bubur untuk Jasper, meski dia tidak tahu bubur seperti apa yang disukai pria itu.
Di sana Belcia dibantu oleh Duni, sementara Lidya menemani sang cucu di kamar, karena Leticia belum mau tidur.
"Nyonya Maureen tidak pernah menambahkan jagung di buburnya, Nyonya," seru Duni saat Belcia ingin mencampurkan jagung ke bubur buatannya. Dia tahu karena sering melihat, tapi tidak pernah diperkenankan untuk membuat.
Wanita itu menoleh sekilas, lalu dengan santai melanjutkan aktivitasnya, membuat Duni merapatkan bibirnya, sepertinya dia sudah salah bicara.
"Maaf, Nyonya, saya tidak bermaksud," ujar Duni sambil menundukkan kepala dan menyimpan tangannya di depan.
"Kamu tidak salah kok, tapi karena bubur ini saya yang buat, sudah tentu sesuai dengan resep saya. Lagi pula saya hanya ingin membantu supaya dia makan, bukan supaya dia terkesan," jawab Belcia sambil tersenyum. Lalu dia lanjut mengaduk-aduk panci.
Duni yang tak bisa berkata-kata akhirnya hanya bisa bungkam dan sesekali bergerak saat menerima perintah. Hampir satu jam berlalu, akhirnya bubur buatan Belcia sudah terhidang di atas nampan, dan di sisinya ada segelas air putih.
"Bel, gimana? Buburnya udah jadi?" tanya Lidya yang masuk ke dapur sambil menggendong Leticia, meski sudah menyusu dan ditimang-timang bayi itu tetap tak mau menutup matanya.
"Sudah, Ma, ini aku mau antar ke kamarnya," jawab Belcia sambil menunjuk meja. Melihat itu Lidya merasa lega dan mengulum senyum.
"Makasih ya, Bel, tapi perlu Mama temani nggak?"
Belcia langsung menggeleng, dia akan menghadapi Jasper sendirian. Mau dihargai atau tidak, dia tidak akan peduli.
"Mamah!" panggil Leticia sambil melengkingkan badan dan mengulurkan tangan. Namun, yang dia dapat hanya sebuah usapan.
"Sebentar ya, Sayang, aku mau mengurus Papamu yang galak itu," kata Belcia dengan nada bercanda, hingga membuat Lidya ikut terkekeh.
Detik selanjutnya Belcia membawa nampan itu ke kamar Jasper. Dia sempat mengetuk pintu, tapi karena tidak ada sahutan dia menyelonong masuk. Dilihatnya kamar itu hanya diterangi oleh lampu tidur.
Belcia meletakkan bubur dan air putih di atas nakas, lalu menyalakan lampu utama, sehingga ruangan itu langsung berubah terang benderang.
Jasper yang tidak terlalu nyenyak pun akhirnya mengerjap karena merasa sangat silau. Pelan-pelan dia membuka mata, hingga bayangan tubuh Belcia yang berdiri di sisi ranjang mulai terbaca.
Namun, karena memiliki bentuk rambut yang sama, dan postur tubuh yang hampir mirip dengan Maureen, pria itu menyangka kalau Belcia adalah istrinya. Dia hampir saja tersenyum, tapi saat matanya melihat dengan jelas, lengkungan itu terkubur lagi.
"Baguslah, tanpa perlu saya bangunkan, akhirnya Anda sudah bangun sendiri. Sudah waktunya minum obat, jadi Anda harus makan," ujar Belcia sambil menunjuk nakas menggunakan gerak dagunya.
Jasper melirik sesaat, lalu membuang wajahnya. Gengsinya yang teramat tinggi membuat dia bersikap sok tidak butuh bantuan dan perhatian orang lain.
"Aku tidak lapar!" katanya sambil mengubah posisi.
"Saya tidak peduli, saya melakukan semua ini juga bukan karena saya perhatian pada Anda. Saya hanya menolong para pelayan yang takut dengan mulut pedas Anda!" tandas Belcia tanpa ada yang ditutup-tutupi, sehingga Jasper langsung melayangkan tatapan tajam. Tidak percaya jika pelayannya berkata demikian.
"Jangan membual. Mereka sudah lama bekerja di keluargaku!" cetus Jasper yang sudah duduk dan bersandar di kepala ranjang. Ternyata sedang sakit pun tak dapat merubah sikapnya yang selalu ketus itu.
"Terserah, yang penting saya sudah menyampaikannya," balas Belcia sambil tersenyum, senyum yang sangat menyebalkan di mata Jasper karena terkesan mengejek.
Setelah itu Belcia langsung membalik badan untuk meninggalkan kamar tersebut, sementara Jasper menyambar gelas dan meminumnya. Namun, belum sampai air masuk ke tenggorokan, Jasper tiba-tiba menyemburkannya.
Byur!
Cipratan air mengenai selimut, mata Jasper menungkik dan langsung melayangkan seruan. "Hei, kau sengaja ya?!"
Di balik tubuh itu Belcia menyeringai penuh. Kemudian melirik ke samping tanpa menoleh.
"Kalau Anda tidak mau makan bubur itu dan minum obat, saya pastikan apa yang masuk ke mulut Anda terasa asin semua!" balas Belcia tanpa merasa takut sedikit pun, sedangkan Jasper sudah mengepalkan tangannya dengan kuat.
'Berani-beraninya dia mengancamku seperti ini?' batinnya menggeram.
Sementara dari arah pintu, terlihat Sharon yang berjalan dengan tergesa-gesa. Dia baru saja pulang setelah bersenang-senang dengan teman-temannya, dan dia mendengar bahwa Jasper sedang sakit.
Buk!
Wanita itu menyenggol bahu Belcia dengan keras, hingga Belcia sedikit bergeser. Tapi dia tidak merasa bersalah, dan malah duduk di sisi Jasper untuk memeriksa keadaan pria itu.
"Kamu sakit apa, Jas? Kenapa bisa begini?" cerocos Sharon sambil menempelkan tangannya di beberapa anggota tubuh Jasper. Jasper yang masih memegang gelas, langsung menangkapnya dengan satu tangan, sementara tatapannya masih tertuju pada Belcia.
"Berhenti!" ujarnya memberi peringatan. Namun, tetap saja Sharon tidak mengindahkan itu semua, karena selain Belcia, dia pun sudah sangat kebal terhadap pria itu.
"Kamu belum makan ya, biar aku suapi ya, Jas," lanjut Sharon, menarik tangannya dari cekalan Jasper dan beralih mengambil bubur di atas nakas.
"Aaaaa!" titah Sharon sambil mengulurkan sendok ke depan mulut Jasper. Akan tetapi tatapan pria itu masih saja belum beralih, sehingga Sharon pun memberengut kesal.
"Sudah pergi sana, kenapa masih di situ?" usir Sharon yang melihat Belcia masih di kamar Jasper.
"Tanpa disuruh pun saya akan pergi!" balas Belcia seraya melanjutkan langkah. "Baguslah, masih ada orang yang tahan dengannya." sambungnya mengomentari Sharon yang tak menyerah untuk menaklukkan Jasper.