Dewi Ular Seosen 3
Angkasa seorang pemuda yang sudah tak lagi muda karena usianya mencapai 40 tahun, tetapi belum juga menikah dan memiliki sikap yang sangat dingin sedingin salju.
Ia tidak pernah tertarik pada gadis manapun. Entah apa yang membuatnya menutup hati.
Lalu tiba-tiba ia bertemu dengan seorang gadis yang berusia 17 tahun yang dalam waktu singkat dapat membuat hati sang pemuda luluh dan mencairkan hatinya yang beku.
Siapakah gadis itu? Apakah mereka memiliki kisah masa lalu, dan apa rahasia diantara keduanya tentang garis keturunan mereka?
ikuti kisah selanjutnya.
Namun jangan lupa baca novel sebelumnya biar gak bingung yang berjudul 'Jerat Cinta Dewi Ular, dan juga Dunia Kita berbeda, serta berkaitan dengan Mirna...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiga puluh tiga
"Sebab kasihan!" jawab Dewi Pandita dengan memanyunkan bibirnya, lalu menyingkir dari tubuh sang pria.
"Oh, hanya kasihan, ku kira karena Kasih Sayang." jawab Angkasa yang semakin membuat sang gadis merah padam.
Dewi Pandita beranjak bangkit, lalu mendengus kesal, sebab merasa dibully oleh sang Dekan.
Ia menatap tebing jurang yang cukup tinggi. Terlihat Shasa begitu sangat kecil sekali jika ia lihat dari bawah.
"Kita harus segera naik ke atas, Pak. Sebelum malam tiba." Dewi Pandita mengacakkan pinggangnya.
"Jangan panggil saya bapak jika bukan jam belajar atau dikampus," sahut Angkasa yang ikut mendongak keatas tebing.
Dewi Pandita menoleh ke arahnya. "Lalu aku haru panggil apa? Om-kah?"
Angkasa tercengang. "Terdengar seperti om genit jika kau memanggil dengan sebutan itu, apakah tidak ada yang lebih manis lagi?" pria itu menatap sekelilingnya, merasakan ada getaran ghaib yang tak biasa.
"Terserah bapak aja-lah," Dita menyerah meladeni sang Dekan. Masa iya mereka harus menghabiskan tenaga dengan berdebat?
Ditempat lain, Adhisti merasakan perasaannya tak nyaman. Ia merasakan ada bahaya yang mengancam jiwa puterinya.
"Sayang, aku merasakan jika Dita dalam bahaya, aku akan menyusulnya," ucap sang wanita dalam perasaan yang tak tenang.
"Ia dapat mengatasinya," sahut Kenzo dengan santai.
"Mengapa kau mengatakan itu?"
"Karena ada yang selalu menjaganya," mengapa kau mengatakan itu?"
Kenzo menutup laptopnya. "Karena firasatku lebih tajam," pria itu menaikkan satu alisnya, dan menarik tubuh sang istri kepangkuannya.
Kenzo mengecup pipi kanan sang istri yang terlihat manyun. Lalu membelainya dengan lembut.
"Aku akan menghubunginya." Adhisti meraih ponsel sang suami, lalu menekan tombol panggilan pada kontak nama puterinya.
Panggilan tersambung, namun tidak terjawab. Ia kembali menekannya, dan lagi-lagi tidak terjawab.
"Aku tak bosa tinggal diam. Ia berada didasar jurang," ucap Adhisti dengan panik.
Wanita itu beranjak dari pangkuan suaminya, lalu ingin beranjak pergi, namun Kenzo menarik pergelangan tangannya.
"Tunggu, aku ikut." Kenzo beranjak dari duduknya. Lalu mengamit pinggang sang istri dan melangkah keluar dari ruangnnya.
Ia tak dapat membiarkan wanita itu pergi sendirian, sebab tak ingin kehilangannya seperti waktu itu.
Apakah ia sebucin itu?
Sementara itu, Angkasa dan juga Dita terpaksa mendaki tebing jurang dengan posisi spiral, agar tidak terjatuh.
Wuuuuusssh
Sesuatu melintas dari arah belakang, dan hal itu membuat keduanya menghentikan langkah mereka.
"Sepertinya ada yang mengawasi kita," ucap Dita dengan pandangan yang awas.
"Mungkin bapaknya," sahut Angkasa sesantai mungkin.
"Bapaknya siapa?"
Angkasa tersenyum geli mendengar pertanyaan sang gadis. Apakah ia akan mengatakannya? Ah, sudahlah.. Tak ada juga gunanya gadis itu mengetahuinya.
Wuuuusssh
Kembali sekelebatan bayangan melintas dibelakang mereka, dan membuat mereka menoleh ke arah belakang, namun tidak ada sesiapapun yang mereka temui.
Dita menghela nafasnya dengan berat, dan ia kembali memutar tubuhnya kedepan, untuk melanjutkan perjalanan.
"Pak, aku haus sekali. Tapi tidak ada sumber air disini," ucap Dita yang mulai merasa kehausan.
"Saya juga haus, tapi mungkin kita dapat menemukan buah-buahan dihutan ini." Angkasa mencoba menemukan sumber makanan yang mengandung air, semisal jambu air.
Dita juga mencoba mencari buah-buahan untuk dapat ia konsumsi, setidaknya tak membuat ia dehidrasi.
Sesaat ia melihat sebatang pohon kelapa gading. Hal itu membuat wajahnya berbinar ceria. Ia berlari menuju kearah pohon kelapa tersebut, dan berdiri dibawahnya. "Pak, kemarilah, ini ada pohon kelapa," panggilnya dengan penuh semangat.
Angkasa menggelengkan kepalanya. Tidakkah bisa gadis kecil itu peka sedikit saja tentangnya? Sungguh sangat merepotkan jika jatuh hati pada gadis belia yang terlalu polos.
Pria itu menghampirinya. Lalu menatap pohon kelapa yang memiliki tinggi hanya dua meter setengah saja.
"Kamu mau minum airnya?" tanya sang pria dengan pertanyaan yang terkesan konyol.
"Nggak, mau makan sabutnya!" jawab Dita dengan kesal.
Angkasa hanya menggedekkan kedua pundaknya. "Ya sudah, ambil saja sendiri,"
Dita mengerutkan alisnya. Ia sepertinya pusing menghadapi sang Dekan yang memiliki sikap kepribadian ganda.
"Bapak tega liat aku manjat kelapa?" tanyanya dengan nada tak percaya.
"Iya,"
"Serius?"
Angkasa menganggukkan kepalanya. Hal ini membuat sang gadis semakin kesal.
"Coba karakan, Mas, ambilkan kelapa itu intukku," ucapnya dengan cengiran.
Dita mengulas senyum tipis. Lalu tanpa tersuga, ia memanjat pohon kelapa itu dengan cepat dan menjatuhkan buahnya satu tandan sekaligus. Lalu merosot turun dengan gerakan yang lincah.
Angkasa tercengang dibuatnya. "Hah! Kau melakukannya?"
"Ini sangat mudah bagiku!" sahut Dewi Pandita. Lalu ia berjalan mendekati sang pria, semakin lama semakin dekat, dan membuat jantung pria berdetak tak karuan.
Tiba-tiba saja gadis itu menempelkan tubuhnya pada sang Dekan, yang membuat pria matang itu rasanya ingin pingsan.
Srrreeeet
Dewi Pandita mengambil keris milik Angkasa yang tersimpan secara ghaib dengan gerakannya yang cepat, dan ternyata tipu daya wanita itu sangat begitu hebat, sehingga membuat Angkasa tak menyadarinya.
"Heeei, mau kau apa---,"
Craaasssh
Craaaaas
Ucapan Angkasa terhenti saat sang gadis tanpa permisi menggunakan kerisnya untuk melubangi kelapa yang baru saja diturunkannya.
Ia meneguknya dengan begitu dahaga, setelah menghabiskan satu buah, ia melubangi sebuah lagi, lalu memberikannya pada sang pria, beserta dengan kerisnya.
Gadis itu duduk dibawah pohon kelapa dengan santainya, sedangkan Shasa diatas tebing sudah sembab matanya memikirkan nasib sang sahabat.
Hingga bantuan datang untuk membawanya pulang, ia meronta-ronta untuk dibiarkan tetap menunggu Dita kembali keatas.
Setelah Galuh membujuknya dengan seribu cara, akhirnya ia mau dievakuasi dan kembali pulang.
Angkasa duduk disisi Dewi Pandita. Ia meneguk air kelapa muda tersebut, lalu menatap pepohonan yang tumbuh tinggi menjulang dan beberapa tumbuhan perdu yang sangat subur.
"Mengapa kau dapat melihat keberadaan kerisku?" tanyanya dengan nada datar.
Dita menoleh kearah sang Dekan, dan tanpa sadar jarak wajah keduanya begitu dekat. Kedua mata mereka saling beradu, lalu terdiam dalam bisu.
Sang gadis kembali mengalihkan pandangannya. "Memangnya ada apa dengan keris itu? Bukankah mahasiswa lainnya juga dapat melihat keberadaannya?"
Angkasa mendenguskan nafasnya. Mungkin sulit baginya untuk menjelaskan siapa dirinya, apalagi tentang garis silsilahnya.
"Keris ini tersimpan secara ghaib. Tidak semua orang dapat melihatnya,"
Dita tercengang. Ia merasa jika ucapan sang Dekan hanya bualan belaka. Bagaimana mungkin tersimpan secara ghaib? Sedangkan ia melihatnya seperti biasa saja pada umumnya.
"Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihat keberadaannya, apalagi memegangnya, karena jika tidak memiliki kekuatan bathin, mata bathin dan tenaga dalam, maka orang yang mencoba memegangnya akan mengalami muntah darah, bahkan tewas ditempat," ungkap sang pria mengenai benda keramat tersebut.
Lagi-lagi Dita terkejut mendengar penuturan pria tersebut. Jika begitu, lalu darimana ia mendapatkan kekuatan bathin, sehingga matanya dapat menembus hal ghaib? Siapa ia sebenarnya?
yaaa mereka q rasa lgsg bertemu karna tau itu samaw sling cinta dan titisan suman wkwkwkkm
kedua orang tuanya langsung bertemu biar bisa langsung nikah trus tamat, soalnya kak Siti mau fokus ke begu ganjang 😙😙
aduhh knp g di jelasin sih kannksihan dita nya klo kek gtu ya kann