dendam adalah hidupnya. Melindungi adalah tugasnya. Tapi saat hati mulai jatuh pada wanita yang seharusnya hanya ia jaga, Alejandro terjebak antara cinta... dan balas dendam yang belum usai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rii Rya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
eps 32
Suara decitan pintu membuat Elena menoleh, tangannya masih menggenggam kuas, jemarinya kotor oleh campuran warna.
"Elena, emm... Maaf saya mengganggu pekerjaanmu," suara Damian terdengar canggung saat berdiri di ambang pintu.
Elena meletakkan kuas ke tempatnya dan berdiri pelan. "Ada apa, Pak Damian?"
Pria itu mengusap tengkuknya. Matanya sekilas menatap lukisan Elena sebelum akhirnya berkata, "Saya ingin kamu melukis wajah saya. Rumah saya terlihat kosong dan saya pikir... lukisan akan membuatnya terasa hidup."
Elena mengerutkan kening. "Lukisan wajah Anda...?"
"Saya akan bayar dua kali lipat dari harga biasanya," tambah Damian cepat, seakan menyadari keraguan Elena.
Gadis itu diam sejenak. Sorot matanya jelas tak langsung percaya. Sejak awal, ada sesuatu dari Damian yang membuatnya tidak nyaman. Tapi ketika ia teringat Alejandro, dan bagaimana lelaki itu telah banyak membantunya, hatinya mulai goyah. Belum lama ini, Dia melihat sebuah artikel tentang rumah sakit luar negeri yang mampu menyembuhkan pasien tuli. Biayanya sangat mahal. Elena bertekad untuk mengumpulkan lebih banyak uang demi pengobatannya.
Elena menunduk, berpikir keras.
"Baiklah," akhirnya ia berkata. Senyumnya kecil tapi penuh tekad. "Tapi saya akan melukis Anda sampai pukul 5 sore tidak lebih,"
Damian tersenyum, menyembunyikan kilatan puas di matanya. "Tentu. Terima kasih, Elena."
Alejandro tersenyum tipis memperhatikan sekotak kue stroberi di tangannya. Sedangkan di sebelah tangan kirinya menggenggam sebuket bunga yang ingin dia berikan pada Elena sebagai ungkapan terima kasih.
Namun langkahnya mendadak berhenti saat melihat pintu depan terbuka.
Dahi pria itu berkerut "Elena sudah kembali? Tapi kenapa pintunya di biarkan terbuka?" Pria itu menggeser pagar besi berwarna marun itu dan mempercepat langkahnya.
"Elena?" Panggilnya saat masuk kedalam rumah.
"Elena, kau sudah kembali?" Ulangnya lagi namun tak ada respons.
Tak lama kemudian terdengar suara derap langkah pelan. Alejandro refleks waspada, instingnya mulai merasakan sebuah ancaman yang mengintai.
Pria itu meletakkan sekotak kue dan sebuket bunga di atas meja dengan perlahan, lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling.
Alejandro mulai memeriksa setiap sudut hingga ke area dapur yang gelap karena lampunya tiba-tiba padam. Pria itu memicingkan matanya melihat bayangan hitam dari balik tirai karena pantulan cahaya lampu dari luar.
Alejandro menyibak tirai cepat, ternyata seseorang benar ada disana dan berusaha menyerang Alejandro dengan sebuah tongkat besi.
Keduanya mulai mengatur jarak, saling mengepalkan kedua tangan masing-masing, Alejandro menajamkan pandangannya membalas tatapan mata lawan di balik topeng hitam itu.
"Kau pasti orang suruhan nyonya Diana, bukan?"
Pria bertopeng itu berdecih "Jangan banyak tanya, persiapkan dirimu menuju kematian sebentar lagi!" Pria bertopeng itu menyerang, Alejandro menangkis serangan, meninju dan menyikut pria bertopeng itu hingga membuatnya terhuyung kebelakang sehingga membuat tongkat besi itu terlempar ke lantai.
Pria itu bergerak cepat melakukan serangan dan sepertinya kali ini Alejandro harus lebih ekstra karena pria itu agresif dan gesit.
Serangkaian pukulan keras mulai menghantam satu sama lain, sudut bibir Alejandro pecah, pelipis pria bertopeng itu berdarah sehingga merembes membasahi penutup wajahnya.
"Keparat sialan!" Pria itu tiba-tiba melakukan gerakan krav maga dan berhasil membanting tubuh Alejandro ke lantai.
Alejandro meringis, pria bertopeng itu mengeluarkan pisau dari sakunya dan mencoba menusuk bola mata Alejandro.
Alejandro menahannya sekuat tenaga, ia menggertakkan giginya, bahkan jarak mata pisau dengan bola matanya hanya tersisa dua senti.
Dan BUG! Alejandro mengunci pergerakan lawannya dengan kedua kaki dan berhasil membalikkan posisi, kali ini justru dia yang mengarahkan benda tajam itu ke arah mata pria bertopeng tersebut.
Dia mencoba menarik topeng itu dengan tangan satunya lagi dan bruk!
Pria itu menangkis pisau di genggaman Alejandro dan sengaja menabrakkan keningnya ke kepala Alejandro hingga berdarah.
Pria itu mencoba kabur, Alejandro melompati jendela dapur, mengejarnya dalam gelapnya malam.
Pria bertopeng itu berlari menuju ke ujung gang gelap namun tiba-tiba... Bug!
Seseorang datang dari samping gang dan memukul kepala pria bertopeng itu dengan tongkat kayu sehingga membuatnya jatuh, pria bertopeng itu mencoba bangkit, namun kedua matanya terbelalak melihat siapa yang baru saja memukulnya.
"A-anda!" ucapnya mengarahkan telunjuknya pada Damian.
Alejandro hampir mendekat, dia melihat seseorang memukuli pria bertopeng yang sedang dia kejar. Pria itu memukulinya dengan brutal hingga membuat pria bertopeng tersebut tumbang bersimbah darah. Dia sudah mati.
Alejandro mengatur napasnya yang tersengal-sengal. Dia cukup terkejut melihat atensi Damian yang tersenyum menyeringai sambil menyeka noda darah yang terpercik mengenai wajahnya. Ternyata dia!
Alejandro melihat pria bertopeng itu sudah bersimbah darah "Kau membunuhnya," ucapnya dengan suara pelan dan dingin.
Damian tertawa kecil "Kenapa kaget? Kau sendiri bahkan sudah sering membunuh orang, Alejandro, jadi jangan sok suci," Cibirnya.
"Apa yang kau lakukan disini dan bagaimana kau tahu, aku sedang mengejarnya?" Alejandro memicingkan matanya curiga.
"Apa yang aku lakukan disini? Itu bukan urusanmu, aku hanya ingin memastikan kalau Elena baik-baik saja dan dia harus tahu siapa yang lebih hebat diantara kita. Dia butuh pelindung yang kompeten," Damian melempar tongkat kayu itu ke tanah.
Alejandro terdiam, "Elena... Kenapa kau belum kembali," Gumamnya dalam hati. Enggan menjawab ocehan Damian, Alejandro mengeluarkan ponselnya dari balik jaket kulit yang dia kenakan lalu menghubungi ponsel gadis itu.
'maaf, nomor yang anda tuju sedang tidak aktif '
Alejandro mencoba kembali namun hasilnya tetap sama. Tak aktif, pria itu semakin gelisah dan cemas. Dia sempat berpikir jika ini adalah sebuah jebakan.
Damian tersenyum miring melihat ekspresi wajah Alejandro yang tampak gusar.
Damian melangkah mendekat hingga jarak diantara mereka hanya tersisa satu pijakan.
Damian mencengkram erat jaket Alejandro lalu kembali berbicara dengan tegas "Kalau kau benar-benar ingin melindunginya... Maka mundur!"
Alejandro mengepalkan tangannya dan menepis cengkraman tangan Damian kasar, tatapannya tajam seakan menusuk, napasnya terdengar memburu.
Alejandro balik mencengkram kuat jaket Damian dan kali ini Damian membiarkannya, pria itu malah menyunggingkan senyum remeh. Alejandro hampir terpancing emosi.
"Sayangnya, aku bukan tipe yang tunduk pada perintah orang asing," setelah mengatakan kalimat tersebut, Alejandro mendorong Damian dan menabrak bahunya lalu pergi tak lagi menoleh.
Dua jam yang lalu
kediaman Damian
Damian membuka pintu lebar, menyambut Elena yang tampak ragu di ambang rumah mewahnya.
"Masuklah. Semuanya sudah kusiapkan," ujarnya lembut.
Ruang lukis itu sudah tertata. Kursi untuk Damian. Kanvas besar untuk Elena. Semua terasa terlalu sempurna.
Elena duduk, memulai sketsa.
Belasan menit berlalu, lalu pelayan datang membawa segelas jus jeruk.
"Minumlah dulu. Kau butuh energi," ucap Damian dengan senyum tipis.
Elena menatap gelas itu, ragu sejenak, lalu menyeruputnya perlahan. Setengah gelas. Rasanya agak pahit di ujung lidah.
Damian tersenyum tipis melihat kearah gelas kaca itu "Kerja bagus, Elena. Malam ini kau tetap disini," gumamnya dalam hati.
Beberapa menit kemudian, kepalanya mulai terasa berat. Pandangan kabur. Tangan melemas.
"Apa... ini..."
Damian segera menangkap tubuh Elena yang terjatuh. Ia membaringkannya hati-hati di sofa.
Tangannya membelai pelipis gadis itu, menyibak rambut dari wajahnya.
"Kau akan lebih aman bersamaku, Elena," bisiknya.
Ia berdiri, menatap jam dinding. Sudah saatnya
"Aku harus pergi sekarang untuk memastikan apakah orang suruhanku berhasil melenyapkan bodyguard amatir itu atau tidak," ucapnya pelan lalu berbalik dan pergi.