Mia Maulida seorang wanita berusia 36 tahun dengan dua orang anak yang beranjak remaja menjalankan multi peran sebagai orangtua, isteri dan perempuan bekerja, entahlah lelah yang dirasa menjalankan perannya terbersit penyesalan dalam hati kenapa dirinya dulu memutuskan menikah muda yang menjadikan dunianya kini terasa begitu sempit, Astaghfirullahal'adzim..lirihnya memohon ampun kepadaNYA seraya berdoa dalam hati semoga ada kebaikan dan hikmah yang dirasakan di masa depan, kalaupun bukan untuknya mungkin untuk anak anaknya kelak.
Muhammad Harris Pratama seorang pengusaha muda sukses yang menikah dengan perempuan cantik bernama Vivi Andriani tujuh tahun lalu, nyatanya kini merasakan hampa karena belum mendapatkan keturunan. Di saat kehampaan yang dialaminya, tak disangka semesta mempertemukan kembali dengan perempuan cantik berwajah bening nan teduh yang dikaguminya di masa putih abu-abu. Terbersit tanya kenapa dipertemukan saat sudah memilki kehidupan dengan pasangan masing-masing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom Azzqa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Aris masih berdiri mematung menyaksikan sendiri betapa sedihnya Mia, jiwanya terguncang karena kepergian suaminya yang mendadak dan tiba-tiba, baru tadi pagi ia melihat status story aplikasi pesan Mia yang terlihat begitu bahagia bersama suami dan anak-anaknya yang besar kemungkinan itu kejadian baru tadi malam dilihat dari waktu unggahnya, dan terhitung belum ada 24 jam kebahagiaan itu berubah menjadi kedukaan yang mendalam. Ia ikut meneteskan air mata melihat betapa rapuhnya Mia yang masih memeluk jenazah suaminya menangis tersedu merasakan kepedihan yang mendalam akan kehilangan. Ia hanya bisa mengusap bahu Mia pelan untuk memberikan kekuatan.
Aris teringat akan nasib anak-anak Mia yang belum mengetahui kabar tentang ayahnya, ia kemudian berinisiatif untuk menelpon kakak iparnya mbak Rissa dan menceritakan semuanya, meminta tolong untuk menghandle Kakak beradik sahabat Shafa yaitu Zahra dan Zayan, untuk menjemput mereka di sekolah dan membawa pulang mereka ke kediaman Mia untuk menunggu jenazah Ayahnya di rumah.
Setelah ia menutup telponnya dengan Rissa, ada dua orang laki-laki yang salah satunya dikenal oleh Aris, berjalan cepat ke arahnya dan menganggukkan kepala menyapanya, "Pak Aris..ada di sini?" Budi bertanya mengerutkan dahinya sambil melihat ke arah Mia.
"Kamu sendiri ada apa ke sini?" Aris menjawabnya dengan pertanyaan lagi karena ia bingung Budi Santoso, adalah anak buahnya seorang Manager Pemasaran di PT. Bumi Indah Nusantara cabang dua sedang apa berada di sini ?, Astaga..Aris berfikir cepat menyimpulkan apa mungkin suami Mia bekerja di perusahaan milik keluarganya, karena dulu Mia pernah mengatakan suaminya bekerja bagian pemasaran di sebuah perusahaan property.
"Saya ke sini karena dapat kabar Andi salah seorang bagian dari tim kita mengalami kecelakaan pak."
Aris seketika menghela nafas panjang, berarti benar apa yang baru saja ia pikirkan, dunia ternyata begitu sempit.
Aris akhirnya berbincang dengan Budi bertanya tentang kronologi kejadian, yang Budi ketahui dari warga yang menolong ternyata suami Mia mengalami kecelakaan tunggal, terjatuh menabrak pembatas jalan lalu terpental mengenai pohon besar di samping jalan entah karena lelah atau mengantuk atau menghindari sesuatu belum diketahui pasti penyebabnya.
Aris memerintahkan Budi untuk mengurus administrasi kepulangan jenazah, ia lalu mengabari Antony dan meminta Nina dan Santy agar ikut ke rumah sakit untuk membantu menemani Mia dan ada yang ke rumah Mia untuk membantu persiapan di sana. Aris lalu beralih pandangannya kepada Mia yang sudah berdiri terdiam seperti melamun menatap nanar jenazah suaminya, tidak lagi membungkuk memeluk suaminya, ia kemudian berjalan mendekat berdiri di sisi Mia, "maaf saya baru tahu ternyata suamimu bagian dari Pratama Group, saya turut berdukacita yang sedalam-dalamnya, insya Allah pak Andi Husnul khatimah. saya mengerti ini seperti mimpi buruk bagimu, tapi ingat kamu harus kuat demi anak-anakmu"
Mia mengangguk dengan berlinangan air mata, lalu ia berfikir bagaimana dengan nasib anak-anaknya.
"Jangan khawatir ada mbak Rissa, maminya Shafa yang menjemput membawa pulang anak-anak" imbuh Aris seperti mengerti kekhawatiran Mia
Mia mengangguk "Terima kasih banyak pak.."
Mia seperti tersadar banyak yang harus ia lakukan, lalu ia mulai menelpon pak de Dirja kerabat Andi yang masih ada, kakak laki-laki satu-satunya mas Hilman yang berada di luar kota, pak RT dan tentu tetangga terdekat rumah, untuk mengabarkan tentang kepergian suaminya untuk selama-lamanya.
Sedangkan di sekolah Al-Abrar, Zahra yang sedang menikmati waktu istirahat setelah tadi ke masjid untuk melakukan sholat bersama Shafa, sekarang lagi duduk-duduk santai di depan kelas sambil menikmati cemilan Snack yang dibelinya di kantin melihat Miss Amel sang wali kelas datang dan menghampiri, "Zahra ditemani Shafa berdua boleh ambil tasnya dan segera pulang, sudah ditunggu mami Shafa di ruang guru BK sekarang " keduanya saling bertatapan bingung, Shafa berfikir maminya tumben ke sekolah menjemput sebelum waktunya pulang, perasaan maminya itu nggak ada bilang apa-apa tadi pagi. Apalagi Zahra yang masih bengong kenapa mami Shafa menjemput Shafa sebelum waktu pulang, dan ia disuruh untuk ikut pulang juga, "maaf Miss, Zahra juga ikut pulang sama Shafa?" Zahra bertanya dengan menunjuk dadanya sendiri dan dijawab dengan anggukan kepala oleh Miss Amel.
Ketika sampai di ruang guru BK sudah menunggu mami Shafa dengan muka yang tidak ceria sama sekali, membuat tegang ada apa ini? Mami Shafa langsung berdiri memeluk Zahra lembut yang makin membuat Shafa dan Zahra bingung
"Mi kenapa kita dijemput sebelum waktu pulang?" Shafa yang bertanya, Mami Shafa menghela nafas dan mengangguk
"nanti ceritanya di rumah Zahra aja, kakak temani Zahra ya.."
Lalu Zayan diantar wali kelasnya datang juga ke ruang BK dengan membawa tasnya, semakin bertambah bingung saja mereka, Zayan menyalami mami Shafa dengan sopan lalu ia melirik ke kakaknya, "ada apa kak?" Zahra menggelengkan kepalanya pelan tanda ia juga bingung. Pak Arif sang guru BK menghampiri menepuk pundak Zayan pelan, "yang tabah ya..anak laki-laki harus bisa kuat" membuat Zayan menegang, lalu mami Shafa berpamitan kepada guru BK, wali kelasnya dan juga wali kelas kakaknya mereka semua bersalaman dengan ucapan yang intinya sama menyiratkan penyemangat akan kesedihan.
Setelah masuk ke halaman parkir sekolah, sudah ada supir maminya Shafa yang menunggu, berdiri tegak, menganggukkan kepala lalu dengan sigap membuka pintu penumpang bagian depan dan belakang, Mami Shafa meminta Zayan lebih dulu masuk lalu diikuti Zahra dan Shafa, kemudian Mami Shafa duduk di depan bersama supir.
Di dalam mobil selama perjalanan semua terdiam tidak ada yang memulai pembicaraan dan suasananya menjadi tegang, ketika mobil masuk ke komplek perumahan perlahan terdengar sayup-sayup pemberitahuan yang bersumber dari pengeras suara masjid komplek, "Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Raji'un telah berpulang ke Rahmatullah siang ini bapak Andi Pradana warga komplek perumahan..." seketika Zahra menoleh menatap Zayan dengan matanya yang mulai mengembun dan berteriak lirih "papa...??!!" Mami Shafa menoleh ke belakang mengulurkan tangannya, menggenggam tangan Zahra memberinya kekuatan, Shafa merangkul sahabatnya ketika melihat Zahra mulai menitikkan air mata dan menggelengkan kepala seolah menyangkal kabar yang baru saja didengar, sedangkan Zayan tertegun, mencerna dan berfikir apa yang sudah terjadi dengan papanya? Bukankah tadi pagi papanya sehat, segar bugar saat mengantarkannya berangkat ke sekolah dan baru tadi malam membimbing dan mengajarkannya mengendarai motor.
Semakin dekat dengan rumah terasa lebih mencekam lagi karena ada banyak orang yang berkerumun, beberapa tetangga rumah dan orang yang tidak dikenal, apakah berarti kabar tadi benar adanya? Zahra semakin nggak mau menerimanya, ia terus menggelengkan kepala sambil menutup mulut dengan tangannya, dengan berlinangan air mata dan tubuhnya yang terasa lemas seperti tak bertulang. Saat mobil perlahan berhenti di depan rumah, semua mata tertuju pada mereka dan saat turun disambut oleh pak RT dan Tante Santy yang ikut memeluk Zahra dan Zayan dengan mata yang berkaca.
Zahra semakin lemas dan ia seperti tidak punya tenaga untuk berjalan, matanya berkunang lalu menjadi gelap dan Akhirnya Zahra ambruk, dengan sigap Zayan, Santy, Shafa dan Rissa menahannya agar tidak sampai terjatuh lalu Zayan yang panik lekas mengambil kunci dari tasnya membuka pintu rumahnya dengan tergesa, lalu ia langsung masuk ke dalam rumah diikuti yang lain membopong kakaknya yang tak sadarkan diri dan ketika sudah di dalam rumah, sambil menempelkan minyak kayu putih ke hidung Zahra maminya Shafa yang menceritakan kalau papanya mengalami kecelakaan motor, dan tidak bisa diselamatkan. Sekarang menunggu kedatangan jenazah papanya dari rumah sakit membuat Zayan shock, dan Zahra yang sudah mulai siuman mendengar cerita maminya Shafa, ia pun tak kuasa menahan diri untuk tidak menangis.