Rasa trauma karena mahkotanya direnggut paksa oleh sahabat sendiri membuat Khanza nekat bunuh diri. Namun, percobaannya digagalkan oleh seorang pria bernama Dipta. Pria itu jugalah yang memperkenalkannya kepada Vania, seorang dokter kandungan.
Khanza dan Vania jadi berteman baik. Vania menjadi tempat curhat bagi Khanza yang membuatnya sembuh dari rasa trauma.
Siapa sangka, pertemanan baik mereka tidak bertahan lama disebabkan oleh perasaan yang terbelenggu dalam memilih untuk pergi atau bertahan karena keduanya memiliki perasaan yang sama kepada Dipta. Akhirnya, Vania yang memilih mundur dari medan percintaan karena merasa tidak dicintai. Namun, Khanza merasa bersalah dan tidak sanggup menyakiti hati Vania yang telah baik padanya.
Khanza pun memilih pergi. Dalam pelariannya dia bertemu Ryan, lelaki durjana yang merenggut kesuciannya. Ryan ingin bertanggung jawab atas perbuatannya dahulu. Antara cinta dan tanggung jawab, siapakah yang akan Khanza pilih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh Tiga
Malam semakin larut, dan hawa dingin mulai menyelimuti kota. Khanza menggendong bayinya yang baru berusia satu bulan dengan erat. Bayinya, yang ia beri nama Mika, tampak tenang tertidur di dalam selimut tipis yang dikhususkan untuknya. Meski rasa lelah menggerogoti tubuh dan pikirannya, Khanza tidak bisa menyerah. Dia harus mencari tempat tinggal sementara untuk mereka. Resiko terburuk adalah membiarkan Mika terus terpapar angin malam yang dingin.
Dia baru sampai di kota ini. Tak ada kenalan atau pun saudara. Dia sengaja keluar kota agar tak mudah di temui lagi.
Langkah Khanza terasa berat saat dia mendekati jalan. Di sebelah kanan, terlihat sebuah penginapan kecil dengan papan nama yang sudah mulai pudar. Dia menghela napas, berharap ada tempat yang nyaman untuk mereka berdua. Namun, saat dia bersiap untuk menyeberang jalan, sorot lampu mobil menyilaukan matanya. Khanza menghentikan langkah, dan sebuah mobil berwarna silver berhenti tepat di sampingnya.
Dari dalam mobil, seorang wanita paruh baya keluar. Dia mengenakan baju batik dan jilbab yang terlihat rapi, meski sedikit kusut. Dengan langkah cepat, wanita itu menghampiri Khanza. "Nak, kamu kenapa? Mau kemana?" tanyanya dengan nada prihatin.
Khanza terkejut, tetapi dia mencoba untuk tersenyum meski gaung kelelahan membuatnya tampak lesu. "Saya … saya mencari penginapan, Bu," jawabnya sambil mengatur napasnya. "Saya baru saja pindah ke sini dan tidak tahu harus menginap di mana."
Khanza tak mungkin mengatakan jika dirinya pergi dari rumah temannya. Dia juga tak mungkin jujur apa tujuannya, karena dia baru bertemu. Tak mengenal wanita itu.
Wanita itu menatap Mika yang tertidur lelap di pelukan Khanza, lalu berkata, "Kasihan sekali. Anak sekecil ini harus terpapar udara malam. Bagaimana kalau kamu menginap di rumah ibu saja. Tidak jauh dari sini."
Khanza terdiam sejenak. Tawaran itu terasa menggoda, tapi hatinya berkata tidak. Karena dia baru bertemu. Tidak semua orang baik seperti Vania dan Dipta. "Ah, tidak usah, Bu. Saya tidak ingin merepotkan," ujarnya sambil berusaha tersenyum.
"Apakah kamu tidak merasa takut, malam-malam dijalan. Udara malam juga tak baik untuk anakmu." Bu Siti menimpali dengan lembut. "Rumah Ibu tidak jauh dari sini, dan jangan takut, Ibu bisa menjamin kamu dan bayimu akan aman."
Khanza merasa hatinya bergetar mendengar nada tulus dalam suara Bu Siti. Namun, pikiran tentang menolak bantuan orang asing membuatnya ragu. "Terima kasih, Bu, tapi .…" Dia tersentak ketika Mika mengeluarkan suara kecil, menggigil dalam pelukannya.
Bu Siti menyentuh bahu Khanza lembut. "Tenanglah. Tidak perlu khawatir. Ibu hanya seorang ibu juga yang ingin membantu sesama wanita. Mari, izinkan Ibu membantu kamu. Ibu tak bermaksud jahat."
Mendengar nada bujukan itu, Khanza akhirnya mengangguk pasrah. "Baiklah, kalau begitu. Mungkin sebaiknya memang saya mengikuti tawaran Ibu. Mika perlu tempat yang hangat."
Dengan penuh harapan, Bu Siti tersenyum dan melambai ke arah mobilnya. "Ayo, masuk. Rumah Ibu tidak jauh dari sini."
Khanza mengangguk dan membuka pintu mobil. Saat dia duduk di kursi belakang, dia merasakan kehangatan dalam diri Bu Siti yang hanya orang asing. Wanita itu ternyata sangat ramah. Dia memandang Khanza dengan mata lembut saat mobil mulai melaju.
"Saya Bu Siti. Dan siapa nama bayi ini?" kata Bu Siti sembari menatap wajah Mika yang halus.
"Namanya Mika, Bu," jawab Khanza sambil mengusap lembut pipi bayi yang masih tertidur itu. "Dia baru satu bulan."
"Oh, sudah pasti banyak yang harus dilakukan oleh seorang ibu baru sepertimu. Bagaimana kamu bisa sampai di sini sendirian?" Bu Siti bertanya sambil tetap fokus berkendaraan.
Khanza menghela napas, merasakan kembali semua beban pikiran yang tertimbun. "Sebenarnya, saya sedang berusaha mencari kehidupan baru setelah … setelah meninggalkan rumah. Banyak hal yang terjadi." Khanza termenung mengingat semua yang terjadi dengannya.
Bu Siti mengangguk dengan pengertian. "Kehidupan memang kadang sulit. Tapi kita harus tetap berjuang, bukan? Bagaimana pun juga, ada harapan di depan. Kamu jangan canggung begitu. Jangan terlalu formal dalam berucap."
Khanza tersenyum sambil menatap jalanan yang semakin gelap, merasakan kedamaian sedikit demi sedikit mengalir masuk. Dia menatap Mika, lalu berkata, "Ya, aku percaya akan ada kehidupan yang lebih baik di depan sana jika kita tetap berusaha."
Khanza akhirnya menyebut dirinya dengan kata aku. Dia dapat merasakan jika Bu Siti adalah orang baik.
Mobil melaju lagi, dan tak lama kemudian mereka sampai di depan sebuah rumah sederhana namun terlihat nyaman. Bu Siti menghabiskan beberapa saat untuk memarkir mobilnya sebelum membuka pintu dan mengajak Khanza keluar. “Selamat datang di rumah Ibu, Khanza. Semoga kamu merasa nyaman.”
Khanza keluar dari mobil dengan ragu. Bu Siti membimbingnya masuk ke dalam rumah. Di dalam, suasana hangat dan sederhana. Dinding rumah dipenuhi dengan foto-foto anak-anak yang tersenyum. Sangat terasa aura kasih sayang di sini. "Ini rumah yang indah, Bu," puji Khanza.
Bu Siti tersenyum bangga. "Terima kasih. Ini adalah rumahnya anak-anak di yayasan kami. Ibu berusaha memberi mereka tempat yang hangat dan penuh cinta."
Khanza tertegun, melihat berbagai ornamen dan foto di dinding. "Jadi, Ibu mengurus yayasan anak yatim piatu?" tanyanya heran.
"Ya. Sudah bertahun-tahun Ibu menjalankan yayasan ini. Ibu percaya setiap anak berhak mendapatkan cinta dan perhatian," jawab Bu Siti sambil menunjukkan hal-hal di sekeliling mereka. "Ayo, Ibu tunjukkan kamar tamu untukmu."
Khanza merasa terharu. Dia berterima kasih sambil menggendong Mika lebih erat. Akhirnya mereka sampai di kamar tamu yang bersih dan sederhana. "Kamu bisa menginap di sini. Ibu akan menyiapkan kebutuhan untuk Mika sebelum kamu tidur."
Khanza melangkah masuk, mengamati ruangan yang mempunyai jendela besar yang menghadap ke kebun. "Terima kasih … terima kasih banyak, Bu Siti. Ini sangat berarti bagiku" ucap Khanza dengan terharu.
"Kamu tidak perlu berterima kasih. Ini adalah bagian dari hidup Ibu untuk saling membantu. Kamu tidak sendiri, Khanza. Hayati setiap saat jalan hidupmu dan temukan bahagia di antara kesulitan," Bu Siti memberi semangat.
Mata Khanza berkaca-kaca. Sangat terharu karena lagi-lagi dia mendapat pertolongan dari orang baik. "Aku benar-benar merasa beruntung bisa bertemu Ibu malam ini," katanya lirih.
Tiba-tiba Mika bangun dan mulai menangis kecil. Khanza segera menggendongnya lebih dekat. "Ada apa, Sayang?" tanya Khanza lembut. "Bunda di sini."
Bu Siti segera mengambil langkah untuk membantu. "Ibu ambilkan air hangat dulu. Mungkin dia butuh susu," kata Bu Siti. Dia lalu berjalan pergi meninggalkan kamar itu.
Khanza mengusap kepala Mika yang tampak terganggu. "Ini malam yang panjang, ya, Sayang. Tapi Bunda janji akan melindungi kamu." Dia bisa merasakan bebannya terlepas secara perlahan. Meski situasi masih kaku, harapan tentang hari esok mulai tumbuh dalam hatinya.
Tak lama kemudian, Bu Siti kembali dengan botol susu hangat. "Berikan ini kepada Mika, semoga setelah minum susu dia bisa tidur nyenyak," ucap Bu Siti sambil menyerahkan botol itu.
Khanza menerima dengan penuh rasa syukur. Saat dia memberi Mika susu, suasana tenang mulai menyelimuti ruangan. "Terima kasih, Bu. Aku tidak tahu harus bagaimana tanpa bantuan Ibu," ucap Khanza dengan tulus.
"Jangan pikirkan itu. Kamu dan Mika adalah bagian dari keluargaku mulai malam ini," jawab Bu Siti lemah, menatap penuh kasih.
"Terima kasih, Bu," ucap Khanza sekali lagi. Air mata mengalir dari sudut matanya. Dia bersyukur karena dipertemukan dengan orang baik lagi.
Semoga kalean selalu dalam lindungan Alloh SWT dan selalu di jaga oleh mama Reni 🤗🤗😍😍
tapi kali ini dia berada di tempat yang tepat.
tanpa ada konflik dalam hubungan orang...
semoga kamu betah ya Khanza...
hadapi rintangan dengan senyuman...