Ayla, pegawai biasa yang diangkat menjadi resepsionis di perusahaan terkenal, terpaksa menjadi wanita malam demi biaya pengobatan adiknya. Di malam pertamanya, ia harus melayani pria yang tak disangka—bosnya sendiri. Berbeda penampilan, sang CEO tak mengenalinya, tapi justru terobsesi. Saat hidup Ayla mulai membaik dan ia berhenti dari pekerjaan gelapnya, sang bos justru terus mencari wanita misterius yang pernah bersamanya—tanpa tahu wanita itu ada di dekatnya setiap hari. Namun, skandal tersebut juga mengakibatkan Hana hamil anak bosnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lestari sipayung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ini Bukan Anakmu!
"Kenapa kau tidak mengatakannya lebih awal? Aku tidak akan membuang waktuku untuk melakukan itu. Kau tahu, aku merasa jijik telah menyentuhmu," ucapan tajam Leo benar-benar menusuk Ayla, setiap kata yang terlontar seperti duri yang menghujam hatinya. Ayla hanya diam, tubuhnya masih terasa lemas, tidak ada tenaga tersisa untuk membalas, meskipun dadanya terasa sesak oleh perasaan terluka yang tak terlukiskan.
Leo melangkah lebih dekat, sorot matanya dingin dan penuh kecurigaan. "Katakan jika itu bukan benihku," lanjutnya, nada suaranya semakin rendah namun sarat dengan ancaman yang membuat udara di sekitarnya terasa lebih berat.
Ayla, yang sejak tadi membuang muka, mencoba menghindari tatapan Leo, tiba-tiba mengangkat wajahnya. Pandangan mereka bertemu, sejenak waktu terasa berhenti. Ia melihat ketegangan di wajah Leo, pria itu benar-benar belum tahu siapa ayah dari anak yang dikandungnya. Ini kesempatan yang tak boleh ia lewatkan. Jika dia cukup pintar, Leo pasti akan mempercayai kebohongannya. Dia tidak boleh mengatakan yang sebenarnya, demi keselamatan anaknya.
Namun, di balik keteguhannya untuk berbohong, hatinya justru bergemuruh dengan konflik batin. Apakah ia harus terus menutupi kebenaran, ataukah menghadapi segala konsekuensinya? Ayla terdiam, matanya tak berkedip, mencoba mencari keberanian di tengah badai perasaan yang menghempasnya tanpa ampun.
Ayla tersenyum miring di tengah wajahnya yang pucat, bibirnya bergetar seolah menahan sesuatu. "Ini anakmu? Kau bodoh atau bagaimana? Aku melayani banyak pria. Tentu saja ini bukan anakmu," ucapnya cepat, mencoba menutupi kebenaran yang sesungguhnya. Dalam hatinya, ia merasakan kepedihan yang sulit dijelaskan, karena meski kata-katanya terdengar penuh kepalsuan, ia tahu pasti bahwa anak yang dikandungnya adalah darah daging Leo.
Leo menatapnya tajam, matanya menyipit seolah mencoba mencari kebohongan di wajah Ayla, namun kemudian mengangguk, seolah menerima jawaban itu tanpa ragu. "Bagus jika begitu," gumamnya dengan nada rendah yang penuh ejekan. "Kau kan pelacur hebat," lanjutnya, kalimatnya begitu dingin, menusuk, seperti pisau yang tanpa ampun merobek hati Ayla.
Ayla merasakan matanya mulai memanas, berusaha sekuat tenaga menahan tangis yang hampir tumpah. Ucapan Leo seperti tamparan keras yang mengingatkannya pada masa lalunya, pada pilihan kelam yang pernah ia buat demi bertahan hidup. Ia tahu, inilah konsekuensi dari pekerjaan kotor yang kini telah ia tinggalkan, namun bayang-bayang masa lalu itu masih melekat erat, seolah tak ingin pergi.
"Jangan datang ke kantor mulai besok," lanjut Leo dengan suara tegas, matanya tetap dingin tanpa sedikit pun belas kasih. "Pengunduran dirimu sudah diterima," ucapnya, sebelum berbalik tanpa sepatah kata lagi, langkah kakinya mantap meninggalkan Ayla yang masih terdiam.
Ayla hanya bisa menatap punggungnya yang semakin menjauh, hatinya terasa kosong, bagai dihisap ke dalam lubang tak berdasar. Namun, Leo pun sebenarnya merasa ada yang aneh. Dalam hatinya, ia sedikit heran, kenapa Ayla begitu pendiam semenjak di rumah sakit? Ia tidak lagi melawan atau memberontak seperti di kantor tadi. Tapi Leo memilih mengabaikan perasaan itu, meyakinkan dirinya bahwa Ayla tak lebih dari seorang wanita yang sudah kehilangan semua harga diri.
Saat pintu tertutup di belakang Leo, Ayla akhirnya melepaskan napas panjang yang sejak tadi tertahan. Air matanya pun mulai bergulir, membasahi pipinya yang semakin pucat. Hatinya terasa remuk, namun ia berusaha bertahan, meski dunia seolah runtuh di sekelilingnya.