Sebuah cerita tentang perjuangan hidup Erina, yang terpaksa menandatangani kontrak pernikahan 1 tahun dengan seorang Presdir kaya raya. Demi membebaskan sang ayah dari penjara. Bagaikan mimpi paling buruk dalam hidup Erina. Dia memasuki dunia pernikahan tanpa membawa cinta ataupun berharap akan dicintai.
Akankah dia bisa menguasai hatinya untuk tidak terjatuh dalam jurang cinta? ataukah dia akan terperosok lebih dalam setelah mengetahui bahwa suaminya ternyata ada orang paling baik yang pernah ada di hidupnya?
Jika batas waktu pernikahan telah datang, mampukan Erina melepaskan suaminya dan kembali pada kehidupan lamanya? Atau malah cinta yang lama dia pendam malah berbuah manis dengan terbukanya hati sang suami?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eilha rahmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hasrat Yang Tertahan
Erina reflek mendorong tubuh Arga menjauh darinya. Dia membelalakkan matanya, ternganga sambil memegang bibirnya yang masih basah bekas ciuman yang baru saja di berikan pria itu.
Entah kenapa, ciuman mendadak kali ini meninggalkan reaksi berbeda pada dirinya. Seperti tersengat aliran listrik, aneh dan membuat dadanya berdebar semakin kencang.
Erina membuang mukanya yang memerah, dia tidak mampu menatap mata elang milik suaminya yang kini sedang menatapnya dengan tatapan aneh. Arga menatapnya lembut, tangannya terjulur ke belakang. Melepas jedai yang di pakai Erina untuk mengikat rambutnya.
"Aku suka melihat rambutmu terurai begini." Arga berbisik lembut di telinga Erina.
Gadis itu reflek menjauhkan kepalanya, namun dengan cepat Arga menarik tengkuk Erina.
"A-Anda mau apa?" Erina terbata, memundurkan kepalanya dan mendorong dada bidang Arga saat pria itu menyeringai tipis.
"Aku mau imbalanku sekarang." Gusar, Arga mencoba mendekatkan wajahnya kembali, berusaha meraih bibir Erina.
Meski tangan Erina mencoba mendorong tubuh Arga menjauh, namun tetap saja tenaganya jelas kalah jauh. Dengan mudahnya bibir Arga membungkam bibir Erina, memagutnya dengan lembut.
Erina hanya mampu memejamkan matanya, ada gelenyar aneh yang muncul membuat bulu kuduknya meremang. Jujur saja, dia mulai menikmati setiap permainan lidah Arga yang sudah menyelinap masuk kedalam mulutnya. Dan tanpa sadar gadis itu membalas pagutan bibir suaminya.
Lampu hijau yang di berikan Erina membuat Arga semakin berani, dia membaringkan tubuh Erina tanpa melepas ciumannya. Dan kini badan kekar laki-laki itu sudah menindih tubuh mungil itu. Tangannya terampil melepas satu persatu kancing baju yang dikenakan istrinya.
Erina sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda perlawanan, dia seakan terhipnotis dengan permainan lidah Arga yang kini sudah menjelajahi setiap jengkal leher jenjang miliknya. Seakan tidak rela membiarkan satu inci pun terlewati.
Sampai pada akhirnya Erina benar-benar tersentak kaget. Saat Arga memberikan gigitan kecil pada gundukan kenyal di atas dadanya. Erina terbelalak, bra yang dia kenakan sudah terangkat ke atas. Dia meringsek, mulai merasa panik.
"Eh, tidak, kita tidak boleh melakukan ini." Erina berusaha memberontak, tangannya sekuat tenaga mendorong tubuh kekar Arga agar menjauh dari tubuhnya. Namun percuma, tubuh Arga sama sekali tidak bergeming sedikitpun. Yang ada kini tangan Arga menahan kedua tangan Erina di atas sandaran kasur. Sedangkan tangan yang satunya masih aktif meremas dan memijit lembut dada Erina.
"Stop! Saya sedang menstruasi!"
Glek!
Ucapan Erina barusan berhasil menghentikan semua aktivitas Arga di atas tubuh Erina. Laki-laki itu menatap istrinya pias, nafasnya yang masih memburu terlihat jelas dari gerakan dadanya yang naik turun.
"Kau bilang apa?" Suara Arga terdengar parau, seperti sedang menahan sesuatu yang membuncah dari dalam dirinya.
"Saya menstruasi." Erina mengulang kata-katanya, gadis itu membuang mukanya ke samping. Tidak mampu melihat raut kecewa di wajah suaminya.
Arga masih belum bergerak dari tempatnya, masih menatap wajah Erina berusaha mencari-cari kebohongan di sana. Dia berharap ucapan Erina barusan hanya sebuah alasan sebagai upaya dia mempertahankan diri. Namun ternyata pria itu salah, raut wajah Erina mengatakan jika dia sungguh-sungguh dengan apa yang dia katakan.
Arga menggulingkan badannya lemas di samping tubuh Erina. Gerakan dadanya masih naik turun berusaha mengatur nafasnya. Kepalanya tiba-tiba pusing, seperti ada palu godam yang habis menghantamnya.
"Sejak Kapan?" Suaranya serak, tatapnya nanar pada langit-langit kamar.
"Saat pulang dari makam." Erina masih memalingkan wajahnya.
"Kenapa tidak bilang tadi?"
"Saya sudah mau bilang, tapi anda tiba-tiba saja mencium saya."
Arga mendengus kesal. Rasanya benar-benar susah menahan hasrat yang sudah lama ia tahan. bahkan kali ini dia sudah hampir berhasil menjebol pertahanan Erina. Namun gagal, hanya karena satu kata 'menstruasi'.
Sialan! Sialan! Sialan!
Arga memaki dalam hatinya. Jika saja dia tidak berperasaan dan tidak peduli pada istrinya, dia pasti akan tetap menidurinya saat itu juga. Persetan dengan menstruasinya, persetan dengan tangisan dan rintihannya.
Tetapi Arga bukan laki-laki semacam itu. Hatinya tidak akan sekeras batu, hanya untuk memuaskan nafsunya dia harus mengorbankan istrinya.
Erina segera menjauh, dia duduk di tepian ranjang sambil buru-buru membenarkan pakaiannya yang sudah amburadul karena ulah Arga. Dia meraih jedai yang terlempar ke bawah kemudian merapikan rambutnya yang tergerai tak beraturan. Tak dapat di pungkiri, jika Erina juga merasakan sedikit kekecewaan di hatinya. Pasalnya belaian dan sentuhan Arga barusan benar-benar berhasil membuat bagian sensitifnya berkedut. Gadis itu juga menginginkannya.
Dia tahu suaminya saat ini sedang kesal, terlihat kekecewaan yang besar dari raut wajahnya. Erina pasrah, jika Arga ingin menghukumnya biarlah. Dia akan menerima apapun yang di lakukan laki-laki itu setelah ini.
"Siapkan air dingin, aku mau mandi."
Erina yang tadinya hanya berani menunduk, kini menoleh ke arah suaminya.
"Tapi cuaca di luar sedang dingin, apa tidak sebaiknya mandi air hangat saja?"
Erina masih bertanya dengan wajah polosnya. Arga menggerutu sebal melihat wajah polos istrinya itu.
Dalam keadaan seperti ini masih sempat-sempatnya dia bertanya begitu. Sial, sial, sial, kenapa melihat wajah polosnya makin membuatku tidak tahan begini.
Arga tiba-tiba saja beringsek membelakangi Erina sambil memeluk bantal dengan sengat erat. Tangannya meremat pinggiran kasur, membuat spreinya sedikit terangkat.
"Sudah jangan banyak tanya, siapkan saja!" Teriaknya kesal.
"Baik."
Erina bergegas masuk kedalam kamar mandi, menyiapkan air dingin sesuai dengan apa yang di minta suaminya.
Gadis itu menunggu dengan gusar, berusaha mengatur nafasnya dan gemuruh di dadanya.
Rasanya sangat aneh dan aku takut, tapi kenapa aku malah menginginkannya.
Tanpa sadar ia meraba dadanya, berusaha kembali merasai setiap buaian tangan suaminya.
Ternyata seperti ini rasanya.
Di dalam kamar, terlihat Arga masih meringkuk memeluk bantal. Dia memejamkan matanya, merutuki dirinya sendiri. Entah siapa yang harus dia salahkan atas kejadian gila ini. Hasrat yang tadi sempat naik tidak kunjung mereda. Dia pusing, benar-benar pusing.
.
.
(BERSAMBUNG)
...Sengaja upload malam ya gaes. Biar puasanya tetap lancar jaya....
...Kalau ada yang baca esok siangnya, ya... Salah kalian sendiri sih, gak buru-buru baca saat Othor Up bab yang baru. Hehe... Bercanda yaa......
...BeTeWe Semangat puasanya. 😘...
...Oh, ya! Maapin yak kalau ada yang ikutan kecewa kaya si Arga (xixixi)...
...Jangan lupa like, subscribe, dan vote karya Othor ya, biar Othor semakin semangat untuk menulis... 🥰🥰...
...Minal Aidzin wal Faidzin dulu deh kalau gitu......
...Maapin Othor yaaa semuanya......
...Babay.......
jujurlah sama erina tentang apa yg kamu rasakan dan kejadian dikantor tadi
erina harus tegas, hempaskan clara walau belum ada cinta ke arga setidaknya pertahankan rumahtangga
perjuangkan nasib sendiri, sedikit egois boleh ya erina
buat erina hamil ya kak dan arga bucin
lanjut kak/Coffee//Rose//Drool/