Aisy anak perempuan yang lahir dari keluarga yang sederhana,anak dari seorang buruh pabrik yaitu pak Didi,saat ini ia duduk di bangku SMA yang beberapa bulan lagi akan lulus.
Beberapa bulan kemudian tiba saatnya pengumumann kelulusan dan Alhamdulillah Aisy dinyatakan 'lulus'. Keinginannya untuk kuliah dibidang keperawatan dikabulkan oleh Ayahnya.
Beberapa Tahun kuliah sekarang terwujud pula Cita-citanya Aisy menjadi seorang perawat terwujud, beberapa Tahun setelahnya Aisy menikah, Awal pernikahan berjalan mulus dan penuh kebahagiaan, tapi kehidupan pernikahan selanjutnya pernikahan Aisy banyak konflik bahkan diambang perceraian.
Mampukah Aisy mempertahankan pernikahan?
Apakah Aisy rela dimadu?
Simak Kisah Aisy dalam kehidupan pernikahannya ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menemui Titik Terang
Wahid bersama dengan Torik menuju kerumah Pak Suyitno yang berada di Daerah timur, mereka pergi berdua menggunakan sebuah mobil perjalanan diperkirakan memakan waktu "4" jam, Pak Didi mewanti-wanti agar tidak terbawa emosi saat sudah ketemu, Ia berpesan bahwa nanti agar dirembug secara baik-baik. Setelah "4" jam perjalanan mereka tiba disebuah Desa yang dimaksud.
"Nah..sudah sampai di Desa yang tertera di alamat yang Kamu berikan, coba tanya sama Ibu penjual gorengan itu buat memastikan, sekalian Kita Istirahat dulu." Ucap Wahid.
"He'e, benar kok Hid ini Desanya turun bareng aja Kita, mobil nya dikunci." Ucap Torik sambil melihat secarik kertas.
"Yaudah ayuk, Blugh..glek." Ajak Wahid sambil menutup pintu mobil dan berjalan mendekat.
"Permisi Bu.. apa benar Ini Desa Kemangi??'' Tanya Torik sopan.
"Benar Mas..mau cari siapa ya?" Tanya Ibu Siti penjual gorengan.
"Mau cari Pak Suyitno buk, seorang pemborong." Torik memberitahu.
"Oh...Pak Suyitno itu to...rumahnya masih agak jauh Mas, masih lurus kesana dan nanti perempatan belok kekiri lurus lagi pertigaan belok kekanan rumah tingkat cet warna abu." Bu Siti menjelaskan sambil menunjuk.
"Huft...mumet Aku Buk, digambar saja gimana?" Usul Wahid.
"Oia..sebentar tak ambil kertas sama pulpen, seperti ini ya buk kira-kira." Ucap Torik sambil menggambar denah.
"Betul Mas..mau menjenguk ya? Sepertinya kalian ini dari Kota?" Bu Siti Kepo.
"Gorengan nya deh Buk sama kopi nya dua." Sela Wahid.
"Memangnya sakit ya Buk Pak Suyitno nya?" Torik penasaran berbicara sambil mengunyah gorengan.
"Ini kopinya Mas, denger-denger habis kerampokan saat Pak Suyitno pulang kemari, Ibu dengar dari tetangganya saat beli gorengan disini, pas dirumah sakit Istri mudanya sempat bertengkar sama istri tuanya, Mas-mas ini kalau nggak njenguk lalu ada perlu apa ya kalau boleh tahu?" Bu Siti mengorek informasi untuk bahan gibah nya.
"Kangen saja Bu..sama cemas karena telepon nya tidak aktif, biasanya kan suka ngopi bareng." Dusta Torik.
"Yasudah buk ini uangnya Kami permisi dulu ya, terimakasih infonya." Wahid memberikan uang sambil berjalan menjauh.
"Nggak di Desa nggak diKota semua sama ya Hid? Tukang gibah, hahahaha..." Torik merasa heran berkata saat mereka sudah didalam mobil melanjutkan perjalanannya.
"Dimana-mana sama Rik begitulah Manusia, eh..tunggu kerampokan?! Apa mungkin karena itu nggak dibayar ya??." Tebak Wahid.
"Bisa jadi Hid..untuk kebenaranya ya dirumah Dia nanti, ingat kata Mertuamu ya.. jangan libatkan emosi." Torik mengingatkan.
"Iya, insyaallah..
"10" menit kemudian mereka sampai di alamat yang dimaksud, Istri tua Pak Suyitno yang membukakan pintu Ia menyambut ramah, mereka juga bertamu dengan sopan menyampaikan maksud kedatangannya untuk bertemu Pak Suyitno dan tidak melibatkan emosi. Tak berapa lama kemudian Pak Suyitno menemui Torik dan Wahid, Ia duduk dikursi roda dan didorong oleh istri mudanya mendekat. Keadaanya sangat memprihatinkan karena Pak Suyitno tidak bisa berjalan dan tubuhnya penuh dengan luka yang hampir mengering, tubuh yang tinggi besar serta gembul itu terlihat lemas dikursinya namun masih terlihat tampan.
"Maaf kan Saya Pak Wahid bukan maksud Saya untuk menipu Bapak, namun Saya kemalangan saat perjalanan pulang kerumah Istri tua saya. Saya dirampok uang ces yang sudah Saya tarik diambil semua berikut handphone saya, saat Saya mempertahankan tas berisi uang Saya dihajar dan dibanting sama preman tersebut Saya kalah jumlah mereka ber empat Saya sendirian, Saya sempat tak sadarkan diri Pak Wahid." Pak Suyitno menjelaskan dengan nada rendah karena menahan sakit luka ditubuhnya yang mulai mengering.
"Kan Saya sudah bilang to Mas... nggak usah pulang dulu, Kamu ngeyel sih dibilangin? Mana Aku jatahnya lebih sedikit dari Dia." Istri muda sewot dan menunjuk Istri tua.
"Eh! Cewek ganjen, Mas Suyitno semenjak menikah sama Kamu Dia jarang pulang ya? Ini Anak nya empat semua butuh biaya dan lagian masa mertuanya meninggal nggak pulang dimana hati nuranimu? Setiap hari kelon sama kamu saja Aku juga nggak marah looh!" Istri tua menyahut dan marah berkata dengan nada yang tinggi.
Wahid dan Torik yang melihat mereka bertengkar hanya geleng-geleng kepalanya sudah nggak ada emosi sedikitpun saat mereka melihat situasi dirumah Pak Suyitno.
"Udah to....malu sama tamu, kalian ini bertengkar terus." Ucap Pak Suyitno dengan nada rendah.
"Habisnya madumu ini nek bicara sok klewat, wong ya nek ada apa-apa Aku juga yang nombokin kok, memangnya Dia!? Bisanya cuma ngangkang, wis Bejo tak terima baik-baik bukannya merendah malah sok monopoli inginnya menang sendiri!" Geram Istri tuanya Suyitno sambil nunjuk.
"Huh.." Istri muda menghentakkan kakinya dan masuk kekamar.
"Buuukk...Sudaah..malu buukk.'' Suyitno berkata dengan lirih.
"Maaf ya..malah jadi melihat hal semacam ini, Pak Wahid..Saya berjanji akan melunasi sisa pembayarannya tapi kalau saat ini Saya belum bisa kondisi Saya belum bisa untuk bekerja dan juga tanggungan para kuli Saya yang dikota juga semua belum Saya bayar, Saya sudah suruh orang untuk memberi tahu semuanya dan membayar upah mereka kemarin Istri Saya sudah menjual semua perhiasannya untuk membayar para kuli, tapi buat diberikan kepada Pak Wahid sudah tidak ada sisanya, rencananya mau jual ladang Saya dulu Pak." Ucap Pak Suyitno dengan terisak mengingat kemalangannya.
"Tapi Saya minta Bapak untuk membuat surat pernyataan diatas materai ya?? Saya juga harus menenangkan para Istri Saya, karena kedepannya semua biaya akan menggunakan uang mereka hasil dari loundry, tabungan Saya sudah habis Pak buat bayar ke Pabrik, Ini saja buat penyediaan barang ditoko yang kurang Adik Saya ikut nombok i." Tegas Wahid.
"Iya Pak Wahid Saya mengerti, sekali lagi maafkan Saya ya?" Suyitno meminta maaf dengan tulus.
"Iya Pak itu pasti Kami maafkan." Ucap Wahid.
"Diminum tehnya dan dimakan camilannya Monggo seadanya." Suruh Istri Tua.
Setelah Surat penyataan ditandatangani dan diselingi ngobrol Wahid dan Torik berpamitan pulang, mereka sudah merasa lega karena Pak Suyitno bukan bermaksud menipu namun sedang tertimpa musibah.
Melalui perjalanan yang panjang selama "4" jam dan kemudian malam harinya Wahid dan Torik sampai dirumah. Dan langsung menceritakan semuanya kepada Istri-istrinya dan Pak Didi juga Adiknya Wahid yang masih dirumahnya Wahid, mereka semuanya lega dan merasa kasihan juga kepada Pak Suyitno.
Aisy dan Sari kedepannya akan semakin lebih berhati-hati mengatur keuangan dikeluarga mereka.