Rian adalah siswa sekolah menengah atas yang terkenal dengan sebutan "Siswa Kere" karna ia memang siswa miskin no 1 di SMA nya.
Suatu hari, ia menerima Sistem yang membantu meraih puncak kesuksesan nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Quesi_Nue, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 - Liana
Motor ojek itu berhenti tepat di depan Mall Adana, salah satu pusat perbelanjaan yang cukup ramai di kota ini. Rian turun dari motor, membayar ongkos perjalanan Rp.50.000 seperti biasa ia mengeluarkan uang dari sistemnya
Ding! [Saldo Tersisa : 39.950.000]
Notifikasi Sistem berbunyi memberi tahu sisa saldo Rian.
Rian mengucapkan terima kasih kepada pengemudi sebelum motor itu kembali melaju ke jalanan.
Ia segera mengambil ponselnya dan menghubungi Pak Surya. Setelah beberapa detik, panggilannya tersambung.
"Halo, Rian? Kamu sudah sampai kah?" suara Pak Surya terdengar di ujung telepon.
"Iya, Pak. Saya udah di depan mall," jawab Rian sambil melihat sekelilingnya.
"Maaf, saya bakal sedikit telat. Kamu bisa tunggu di Cafe Awan Putih dulu? Itu ada di lantai dua, dekat eskalator di sebelah kiri."
"Oh, baik, Pak. Saya tunggu di sana," ujar Rian sebelum menutup telepon.
Tanpa membuang waktu, rian langsung masuk ke dalam mall, berjalan melewati beberapa toko dan eskalator untuk menuju lantai dua.
Sesuai petunjuk Pak Surya, tak butuh waktu lama baginya untuk menemukan Cafe Awan Putih, sebuah kafe dengan desain interior yang nyaman dan suasana yang cukup tenang.
Rian memilih meja dekat jendela, lalu duduk sambil melihat menu yang ada. Sambil menunggu Pak Surya, ia berpikir apakah ia perlu memesan sesuatu atau cukup duduk saja.
Rian memanggil pelayan dan memesan 1 iced Americano serta Croissant, roti yang terlihat paling enak di gambar menu kafe tersebut.
Setelah mencatat pesanan, pelayan pun pergi, meninggalkan Rian yang kini mengalihkan pandangannya ke sekitar kafe.
Saat itulah matanya menangkap sosok seorang wanita muda yang tampak kebingungan di dekat kasir. Ia berdiri di sana, menatap layar ponselnya dengan ekspresi gelisah. Dari gestur tubuhnya, jelas bahwa ia sedang kesulitan membayar tagihannya.
Di depannya, seorang barista menunggu dengan tenang dan sedikit bingung, tampak seperti menanti pembayaran wanita itu.
Sementara itu, makanan dan minuman yang rian pesan sudah siap di atas mejanya diantarkan oleh pelayan.
Rian mengernyitkan dahi, merasa sedikit iba. "Apa aku harus bantu?" pikirnya dalam hati. Ia tahu betapa canggungnya situasi seperti itu, terutama di tempat umum seperti ini.
Ia menimbang sejenak, lalu tanpa berpikir panjang, ia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan mendekati kasir. "Permisi, ada masalah?" tanya kepada wanita muda itu.
Wanita itu tampak semakin gelisah ketika menjawab Rian. “Eh… itu… aku kehilangan dompetku, dan sepertinya kartu milikku sedang diblokir ayahku…” katanya dengan suara pelan, jelas merasa malu dengan situasinya.
Rian bisa melihat raut wajahnya yang khawatir. Ia menoleh ke arah barista yang masih menunggu, lalu kembali melihat wanita itu.
Tanpa banyak pikir, Rian mengeluarkan ponselnya membayar dengan rekening banknya dengan scan QR tagihan wanita itu.
Ting.
Barista itu mengecek ponselnya dan ada transaksi masuk Rp.50.000
"Sudah ya" Ucap Rian
Barista itu mengangguk.
“Kalau cuma ini, aku bayarin aja, gak masalah kok.” Ucap Rian berpindah arah menatap wanita yang di bantunya dengan wajah tulus.
Mata wanita itu membesar. “Hah? Enggak, enggak! Aku gak bisa nerima begitu aja.” Ia buru-buru menggeleng, tapi jelas ragu harus bagaimana.
Rian hanya tersenyum santai. “Santai aja. Ini cuma makanan dan minuman, gak bakal bikin aku bangkrut,” candanya sambil menutup aplikasi pembayaran. “Kalo kamu ga enakan, anggep aja jasa temenin aku ngobrol aja", Ucap Rian.
"Hm, baiklah" Wanita itu mengangguk dan Rian berjalan pelan menuju kursi dekat jendela itu di depannya minuman 1 iced americano dan 1 Croissant, ia menawarkan croissant itu tapi ia menolak karena ia sudah kenyang.
Wanita itu merasa sedikit canggung dengan keadaan mereka berdua dan ia membuka pembicaraan “Terima kasih, ya… umm, siapa namamu?” tanyanya.
"Namaku Rian,” jawabnya santai. “Kalo Kamu namanya siapa?”
Wanita itu tersenyum kecil dan menjawab. “Namaku Liana.”
Disela-sela mengobrol terdengar suara familiar dan muncul panel di depannya.
Ding! [Misi Rahasia Terselesaikan]
Ding! [Hadiah diterima]
[1. Uang Rp.10.000.000]
[2. Kartu Peningkatan ketertarikan usaha selama 3 hari]
[3. Diskon 20% seluruh barang Toko Sistem]
Rian terkejut karena membantu hal sekecil itu di beri hadiah oleh sistem.
Rian rasanya ingin berteriak karena senang mendapatkan hadiah dari sistem apalagi hadiah no 2 dan no 3 cocok banget buat membangun toko pakaian dengan lebih cepat dan murah modalnya.
Tapi, ia segera mengendalikan perasaannya saat ini karena tengah mengobrol dengan Liana dan melanjutkannya.
Rian mengangguk dan bertanya “Eh, Liana kenapa ayahmu memblokir kartumu?” tanyanya penasaran.
Liana menundukkan kepala, mengepal tangannya di bawah meja dam terlihat ekspresi berubah menjadi kesal dan amarah. "Eh, itu... aku kabur dari rumah," katanya pelan.
Rian menaikkan alis, tidak menyangka. "Kabur dari rumah?"
Liana mengangguk. "Ayahku nyuruh aku cari pacar, tapi aku belum ada sampai sekarang. Terus, tiba-tiba dia malah manggil anak temennya buat dikenalin ke aku."
Rian hampir tertawa di hatinya, tapi ia menahan diri ketika melihat betapa seriusnya ekspresi Liana. "Terus kamu gak suka sama dia?" tanya Rian.
"Jelas gaklah!" Liana refleks berbicara cukup keras setelah itu ia menghela napas panjang, menyandarkan punggungnya ke kursi. "Aku gak suka dipaksa. Lagian, aku bahkan gak kenal baik sama cowok itu. Mana dia sok akrab banget lagi."
Rian mengangguk paham. "Jadi kamu kabur karena gak mau dijodohin?" Tanya Rian
Liana kembali menghela napas panjang.
"Iya. Aku pikir, kalau aku keluar rumah sebentar, ayah bakal tenang dan berhenti memaksa. Tapi malah sebaliknya. Dia sepertinya kesal pake banget, terus langsung blokir kartu aksesku. Kartu debit, kartu kredit, semuanya."
Rian mengusap dagunya, berpikir. "Terus sekarang kamu mau gimana? Gak mungkin kabur terus tanpa uang, kan?" Tanya Rian lagi.
Liana menggigit bibirnya, lalu menatap keluar jendela.
"Aku belum tahu… mungkin numpang di rumah temen dulu? Atau cari kerja sementara? Tapi aku gak pernah kerja sebelumnya, jadi agak bingung juga, apalagi aku baru masuk kuliah masa' langsung keluar."
Rian tahu tidak semua orang bisa di paksa apalagi berurusan dengan asmara, meninggalkan liana disini tanpa solusi sepertinya tidak baik karena gadis muda tanpa tujuan akan mendatangkan para laki - laki nakal yang bakal berbuat 'jahat'.
Rian telah memutuskan dalam hatinya ia akan membantu sebisanya jika dirinya diperlukan.
"Kalau kamu gak keberatan, kamu bisa berbagai denganku mikirin solusinya, aku hanya bisa bantu sebisaku." kata Rian dengan tersenyum.
Liana menatap Rian, sedikit terkejut, lalu tersenyum tipis. "Serius? Kamu bahkan baru kenal aku."
Rian tertawa kecil. "Ya, tapi kita udah makan di meja yang sama, jadi anggap aja kita temen sekarang."
Saat suasana sunyi dan hanyalah terdengar suara kunyahan dari mulut rian memakan roti
Liana terpikir sesuatu dan berkata "Rian, bagaimana kamu jadi pacarku saja.
"HAH?"