Aku tidak akan membiarkan, Saudara tiri dan Ibu tiri menginjak-injak harga diriku.
Ikuti kisah Intan, yang berjuang agar harga dirinya tidak injak-injak oleh ibu tirinya dan kakak tirinya. Tidak sampai situ saja, ikuti kisah perjuangan Intan untuk bisa berdiri di kaki nya sendiri hingga dirinya sukses.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pchela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20
“Kasih saja mas!! Toh juga sama-sama kamar kan! Aku khawatir kalau anakku tidur di sini ketiban plafon lagi dia!” Sela Maya, dia juga ingin anaknya pindah kamar.
Intan geram dengan mereka berdua. “Kenapa harus kamar ku? Kan bisa Mila tidur dengan tante dulu malam ini, besok kalau sudah di benerin Mila tidur lagi di kamar ini! Lagian! Kita sudah diberikan masing-masing kamar! Kenapa malah kamu meminta kamar ku lagi! Tidak! aku tidak mau!!” Tolak keras Intan.
“Mas!! Lihat! Sombong sekali anak kamu itu! Asal tau saja kamu Intan! Mila akan tetap tidur di kamar mu malam ini! Dan kamu tidur di sofa depan! Saya tidak perduli kamu mau setuju atau tidak! Mila akan tetap tidur di kamar itu malam ini juga.” Ucap Maya yang tidak mau kalah. Intan menyempalkn tangannya sorot matanya menusuk tajam ke arah ibu tirinya itu.
“Udah-udah!! Kalian jangan pada bertengkar! Kalau gitu maunya Mila! Ya silakan, sampai besok tukang selesai membetulkannya. Kalian berdua akan tidur sekamar malam ini, biar adil!” Herman berusaha menengahi pertengkaran tengah malam itu.
“Nggak!!”
“Tidakk!!”
Ucap Mila dan Intan serempak, mereka tidak ingin tidur bersama. Mimpi buruk bagi Intan untuk tidur dengan nenek lampir seperti Mila. Mending dia tidur di sofa kalau seperti itu.
“Pah Intan nggak mau pa!! Intan tidak mau pindah kamar maupun berbagi kamar dengan dia!!” ucap Intan sambil tangannya menunjuk lurus ke wajah Mila. Maya mengempaskan tangan Intan yang tengah menunjuk lurus ke wajah anaknya itu.
“Cih!! Kau pikir kamu siapa anak miskin! Kamu tidak pantas menunjuk wajah anak saya dengan tangan miskin mu itu! Udah! Pergi sana tidur di sofa depan biar mila bisa tidur malam ini.” Ucap Maya sembari mendorong tubuh Intan.
Mila mengekor ibunya yang tengah berjalan menuju kamarnya Intan. Intan tidak bisa melawan lagi. Dia merasa sial kerena telah keluar kamar dan mengambilkan nenek lampir itu kontak obat.
“Pah!! Kenapa malah aku yang tidur di sofa?” Kesal Intan pada ayahnya. Dia juga kesal karena Herman tidak membelanya sama sekali padahal Intan adalah putri kandungnya sendiri.
“Kamu tiduri di sini saja! Plafon rumahnya kayaknya sudah aman. Jadi kamu bisa tidur disini malam ini. Besok papa bantu kamu angkat barang biar di pindahkan ke sini.” Kata Herman.
“Pah!! Kalau papa seperti ini! Aku lebih baik untuk nyari kontarakan untuk diriku sendiri!! Daripada aku tinggal seperti babu di rumah aku sendiri!” Intan mengapus jejak air matanya yang tiba-tiba luruh di pipinya.
“Jangan Intan! Kamu itu anak kandung papa! Kalau kamu pergi, papa dengan siapa disini? Rumah ini juga sudah di warisan ke kamu intan! Kakek telah mewariskan rumah ini atas nama kamu bukan nama papa! Jadi rumah ini milik kamu intan.” Tutur Herman.
Saat lusa kemarin Herman mendatangi pengacara kepercayaan ayahnya dulu. Sang pengacara bilang jika rumah dan semua harta warisan milik Alm. Kusumo telah jatuh ke tangan Cucu kandungnya Intan. Jadi, Herman tidak mendapatkan sepeserpun harta warisan dari Ayahnya.
Herman belum memberitahukan hal ini kepada Maya juga Mila. Karena dia takut Maya akan melakukan hal yang di luar batas karena bukan Herman yang jadi pewarisnya melainkan Intan. namun usia Intan belum cukup untuk mengklaim semua warisan itu. Dia harus menunggu satu tahun lagi saat dirinya berusia tujuh belas tahun.
“Jika memang itu di berikan untuk ku! Intan ingin menjaga semua warisan kakek! Intan akan datang ke rumah ini saat Intan sudah berhak mewarisi semu a peninggalan kakek. Tapi sebelum itu, Intan tetap akan memutuskan untuk ngontrak saja! Intan tidak kuat kalau harus tinggal disini dengan mereka berdua.” Ucap Intan, kekeh dengan pilihan untuk pergi dari rumah.
Bukanya Intan tidak sayang dengan rumah ini, atau inggin melanggar amanah untuk tetap tinggal di rumah ini. Tapi Intan juga perduli dengan mental dan masa depannya, jika terus-terusan dia tinggal di tempat ini mentalnya akan tergerus dan dia tidak akan bisa mempunyai masa depan yang cerah.
Dengan bekal kemandiriannya, Intan bertekad untuk hidup mandiri. Herman masih tidak setuju jika Intan akan pergi, dia takut anaknya sendirian di luar sana tapi dia juga tahu kalau dirinya tidak bisa membela anaknya di rumah.
“Kalau kamu pergi papa dengan siapa nak? Kamu tidak bisa hidup sendiri di luar sana! Lalu bagimana dengan bayar kontrakan kamu? Papa tidak bisa bantu!” Kata Herman.
“Pah! Papa tenang saja ya. Insyaallah, Intan bisa hidup mandiri pa. Intan ada sedikit uang juga. Kalau papa lapar tidak di kasih makan sama mereka, papa bisa datang ke kontrakan Intan nanti. Mulai besok Intan akan cari kontrakan.” Ucap Intan pada Herman. Intan tidak mengatakan soal uang yang diberikan oleh ibunya itu, karena Intan takut bila Maya mendengar dan dia menagih uang dari mamanya.
Intan menatap ke arah kamar nya saat dirinya sudah tidur di atas sofa. “Syukurlah di kamarku tidak ada barang berharga selain makanan dan alat-alat mandi yang dibelikan oleh tante Santi. Aku sudah bisa pastikan jika besok barang-barang itu bakalan ludes di ambil mereka.” Guman intan dalam hatinya.