WORST PRINCE

Phineas menegang, pedangnya masih terhunus, namun kini diliputi oleh keraguan.

"Shadow Sovereign?" bisik Phineas, seolah mencoba mengingat-ingat sesuatu.

Namun, sebelum dia bisa bertindak, Lucas sudah bergerak.

Dalam sekejap mata, dia berada di hadapan Phineas, kecepatannya hampir tidak terlihat.

Lucas mengayunkan tangan kanannya, mengirimkan pukulan telak ke arah Phineas.

Phineas mencoba menangkis, namun kekuatan di balik serangan itu terlalu besar.

Dia terlempar ke belakang, menabrak dinding dengan keras.

"Phineas," suara Lucas terdengar lebih dingin, "Kau harus mati disini."

Phineas bangkit perlahan dari reruntuhan, wajahnya mengeras saat ia menyadari siapa yang dihadapinya.

"Noir.... Shadow Sovereign..." bisik Phineas lagi, kali ini dengan lebih yakin.

Lucas berdiri tenang, setiap gerakannya menunjukkan kekuasaan mutlak atas kegelapan di sekitarnya.

Mata di balik topeng hitamnya bersinar dengan dingin, penuh kebencian yang terpendam.

"Kau harus mati di sini," ulang Lucas, suaranya terdengar bagaikan hukuman yang tak terelakkan.

Phineas berteriak, mengumpulkan seluruh kekuatannya.

Dia melancarkan serangan kilat dengan pedangnya, mencoba membalas pukulan Lucas.

"Mati kau..!!!" Teriak Phineas dengan sekuat tenaga.

Namun, bayangan di sekitarnya mulai bergerak, membentuk tirai pelindung yang tak tertembus.

Lucas melangkah maju, setiap langkahnya diiringi oleh bayangan yang semakin pekat.

Dengan satu gerakan tangan, dia memanggil kekuatan Shadow Sovereign yang mencekam, menutupi ruangan dengan kegelapan absolut.

Phineas terjebak, pandangannya kabur oleh bayangan yang bergerak cepat.

Dia merasakan dingin menjalar dari kegelapan yang melingkupinya, membuat setiap gerakannya terasa lamban dan berat.

Lucas menyerang lagi, kali ini dengan serangan telak yang membuat tubuh Phineas terhuyung ke belakang.

"Kau tak punya kesempatan," kata Lucas, suaranya terdengar seperti bisikan dari kegelapan itu sendiri.

Dengan sisa tenaganya, Phineas mencoba bangkit, namun Lucas sudah mendekat.

Tangannya yang diliputi oleh bayangan mencengkeram leher Phineas, mengangkatnya dari tanah.

"Ini adalah akhir bagimu," ujar Lucas dengan nada yang menakutkan.

Dalam sekejap, bayangan di sekitar Lucas berubah menjadi duri-duri tajam yang menusuk tubuh Phineas dari segala arah.

"ARGGHHHKKK..!!!!" Teriakan Phineas menggema di ruangan itu, sebelum akhirnya terhenti dengan napas terakhirnya.

Tubuhnya jatuh lemas, darah mengalir dari luka-luka yang ditimbulkan oleh bayangan tersebut.

Lucas mengambil buku Meister Beaumont Swordmanship di jubah Phineas, lalu membiarkan tubuh tak bernyawa Phineas jatuh ke tanah.

Lucas menatapnya dengan dingin, tanpa emosi.

"Salah satu penyebab kekalahan manusia," gumam Lucas "Phineas.."

Lucas berjalan mendekati Fairris, yang terbaring lemah di lantai, terluka parah tetapi masih hidup.

Lucas mengulurkan tangannya, bayangan yang menyelimutinya menghilang perlahan.

"Hei, ayo pergi dari sini," ucap Lucas.

Fairris menerima uluran tangan Lucas, berdiri dengan susah payah.

Fairris menatap Lucas dengan kekaguman. "Terima kasih, Tuan Noir... atau harus kukatakan, Shadow Sovereign?"

Lucas tersenyum tipis di balik topengnya. "Panggil aku Noir."

Fairris mengangguk, rasa kagumnya pada Lucas—atau Noir—semakin bertambah.

Mereka berdua bergerak meninggalkan ruangan yang kini dipenuhi dengan sisa-sisa pertarungan dan tubuh Phineas yang tak bernyawa.

Aroma darah masih terasa di udara, bau busuk mayat monster pun ikut terasa.

Saat mereka keluar dari ruangan bawah tanah yang gelap, mereka disambut oleh angin malam yang dingin.

Bulan di langit bersinar terang, memandikan hutan Menzran dengan cahaya keperakan.

Fairris merasa sedikit lega meskipun tubuhnya masih terasa sakit.

Lucas mengulurkan tangannya, memberikan buku Meister Beaumont Swordmanship kepada Fairris.

"Ambil ini." Kata Lucas sambil menatap luka-luka Fairris.

Fairris memandang buku itu dengan mata lebar. "Kenapa kau memberikannya padaku?" tanyanya, suaranya bergetar antara keheranan dan rasa syukur.

Lucas menatapnya dengan serius. "Kau lebih berhak memilikinya." Jawab Lucas. "Lagipula, ini adalah buku ciptaan leluhurmu."

Fairris mengangguk, menerima buku itu dengan kedua tangan. "Terima kasih, Tuan Noir."

Lucas tersenyum tipis di balik topengnya, lalu mengalihkan pandangannya ke arah hutan yang gelap.

"Aku akan pergi sekarang." Ucap Lucas, bersiap untuk pergi.

Fairris mengangguk, kemudian tubuh Lucas menyatu dengan kegelapan dan menghilang begitu saja.

"Noir.." Gumam Fairris kagum. "Siapa dia sebenarnya...??"