WORST PRINCE
Kaisar Yussa Angevin, duduk termenung di tengah keheningan kamarnya yang megah di istana.
Meskipun tubuhnya telah mencapai usia yang luar biasa, 102 tahun, kekuatannya masih terasa tegap, meski dipenuhi oleh kerutan-kerutan yang menceritakan kisah panjang hidupnya.
Dengan matanya yang masih tajam, ia memandang dengan kekecewaan pada buku di tangannya, novel usang yang berjudul 'The Greatest War Against the Devil'.
Lembar-lembar halaman yang kusam dan berdebu terbuka di depannya, menyajikan cerita tentang seorang protagonis yang mengalami kegagalan.
Kaisar Angevin melirik novel yang di pegangnya, matanya di penuhi rasa tidak puas.
"Novel ini sangat buruk," gumamnya, suaranya penuh dengan kekecewaan yang dalam. "Bagaimana mungkin karya semacam ini bisa masuk ke dalam istana kekaisaran."
Dia memejamkan mata sejenak, mengingat kembali detail cerita yang telah dipaparkan dalam novel itu.
Kisah tentang peperangan besar antara iblis dan manusia, di mana protagonis, seorang pahlawan tanpa dukungan dewa, berjuang mati-matian melawan kekuatan emas yang mengancam dunia.
Setiap halaman menggambarkan penderitaan dan pengorbanan, namun pada akhirnya, kekuatan iblis terlalu besar, dan pahlawan itu pun tewas di tangan raja iblis yang datang dari Demon Realm.
Sejenak, ruangan itu terasa begitu sepi, hanya terdengar gemerisik angin yang melintas di luar jendela.
Namun, dalam keheningan itu, pikiran Kaisar Angevin merenung jauh, "Novel ini memiliki konsep dunia yang sama dengan dunia ini"
Dengan gerakan yang perlahan, Kaisar Angevin menutup buku itu dan meletakkannya dengan lembut di atas meja.
"Penggambaran dunianya sangat detail, membuatku berpikir bahwa dunia itu memang ada" gumamnya, suaranya terdengar samar dalam keheningan.
Dia mengangkat pandangannya ke langit-langit yang dihiasi dengan lukisan-lukisan indah dan menghela nafas dalam-dalam.
Dengan perlahan, Kaisar Yussa Angevin bangkit dari kursinya dan melangkah menuju jendela.
Dia melihat ke arah langit yang cerah, angin menerpa wajahnya dengan lembut.
Pintu ruangan terbuka perlahan, mengungkapkan siluet seorang maid yang memasuki kamar Kaisar dengan langkah hati-hati.
Di belakangnya, nampan perak yang dihiasi dengan indah berisi segelas teh hangat menghiasi tangannya.
Dengan sikap yang penuh penghormatan, ia menundukkan kepala dalam penghormatan dan mempersembahkan segelas teh itu kepada Kaisar yang tengah menatap keluar.
"Ini teh anda hari ini, yang mulia," ucap maid tersebut dengan suara yang lembut dan penuh penghormatan.
Kaisar Yussa Angevin mengangkat pandangannya dari langit malam, menerima segelas teh dengan tangan yang kokoh.
"Terima kasih," ucapnya dengan lembut, matanya menatap maid tersebut dengan pandangan yang serius.
Namun, sebelum maid itu sempat meninggalkan ruangan, sebuah pertanyaan tiba-tiba terlontar dari bibir Kaisar, mengguncang keheningan yang menyelimuti kamar megah itu.
"Menurutmu, jika perang besar melawan ras iblis terjadi, siapa yang akan menang?" tanyanya, suaranya penuh dengan keraguan yang dalam.
Maid itu terkejut oleh pertanyaan yang tak terduga itu, kebingungan terpancar jelas dari ekspresinya yang terpancar.
"Ras iblis? Bukankah mereka telah dimusnahkan oleh Anda?" jawabnya dengan kebingungan, matanya mencari pemahaman dari wajah Kaisar.
"Jawab saja pertanyaanku," desak Kaisar Yussa Angevin, suaranya tegas tanpa sedikit pun mengalihkan pandangannya dari wajah sang maid yang terkejut.
"Tentu saja, ras manusia akan menang sepenuhnya karena memiliki Anda, yang mulia," kata maid itu dengan penuh keyakinan.
"Begitulah seharusnya," ucap Kaisar Yussa Angevin dengan sedikit mendesah, matanya menatap buku novel yang berada di meja dekat kasurnya.
"Bagaimana mungkin seorang iblis bisa menguasai dunia manusia seperti yang digambarkan dalam novel itu?" tambahnya, suaranya dipenuhi dengan keheranan.
Setelah menyeruput teh dengan elegan, Kaisar Yussa Angevin berjalan dan duduk di atas kasurnya yang megah.
"Terima kasih untuk tehnya, kau boleh pergi sekarang," ucapnya dengan suara yang lembut namun tegas kepada maid yang masih berdiri di sana.
Maid itu menundukkan kepala dalam tanda hormat dan segera meninggalkan kamar Kaisar.
Yussa Angevin berbaring di atas kasurnya yang nyaman. Suara suara dari masa lalu terdengar di telinganya.
"Bersorak untuk Kekaisaran Angevin!"
"Bersorak untuk Kaisar!"
"Bersorak untuk kaisar!"
"Akhirnya seluruh wilayah di dunia telah bersatu!!!"
"Bersorak untuk kaisar!"
"Kaisar adalah seorang penguasa dunia sebenarnya!!"
"Bersorak untuk kaisar!"
"Bersorak untuk penaklukan kita!!"
"Bersorak untuk kaisar!!"
Mata Yussa Angevin bersinar terang. "..." dia terdiam sejenak.
"Jadi inilah akhirnya." batin Yussa Angevin. "Tidak ada lagi yang tersisa ataupun tempat untuk di naiki"
Kaisar Yussa Angevin menunjukkan ekspresi muka yang terlihat lemah.
"Rasanya hampa"
...****************...
Malam telah menyelimuti kastil megah dengan kegelapan yang menakutkan.
Langit diliputi oleh awan gelap yang menutupi cahaya bulan, meninggalkan koridor-koridor kastil dalam bayang-bayang yang menyeramkan.
"Hah... Hah..." suara hembusan napas terengah-engah memenuhi udara saat seorang pria berumur 40-an melintasi koridor dengan tergesa-gesa.
Dalam gendongannya, seorang remaja berambut kuning tampak kehilangan kesadaran.
"Kenapa..." batin pria itu, keringat mengalir deras di wajahnya. "Kenapa aku tidak melihat siapapun?!" tambahnya dengan nada kebingungan dan kepanikan yang jelas terpancar dari ekspresinya.
"Dapatkah aku percaya dengan sistem keamanan di kastil ini?" Pikirnya dengan kesal, "Kenapa tidak ada yang melindungi Pangeran Lucas?!" teriaknya, suaranya penuh dengan ketidakpercayaan.
Mereka berdua dikejar-kejar oleh sekelompok assassin yang muncul secara tiba-tiba dari kegelapan koridor.
Pria berumur 40-an itu berusaha menjaga langkahnya, sementara tetap memikul tanggung jawab untuk melindungi pangeran yang sedang tak sadarkan diri itu.
"Tidak mungkin," gumamnya di antara hembusan napas terengah-engah. "Walaupun dia lemah dan rapuh, dia tetaplah pangeran Kekaisaran Valorian,"
Tiga assassin mampu mengejar dan langsung menyerang pria tersebut, namun dengan refleks yang cepat, ia berhasil menepis serangan mereka.
Pria itu terdorong mundur beberapa langkah sambil terus mempertahankan beban yang ia pikul.
Pria itu dengan sigap menarik pedangnya dari sarungnya. "Bahkan jika tubuhku hancur, aku, Arthur, akan melindunginya, apapun yang terjadi!"
Tiga assassin itu langsung menyerang Arthur, tapi dengan cepat, ia mampu menahan dan menyerang balik dengan kekuatan penuh.
Namun, beberapa assassin lainnya muncul dari bayangan, menyerang Arthur dari belakang dengan kecepatan yang tak masuk akal.
"Ark!" jerit Arthur, merasakan nyeri menusuk tajam saat kakinya hampir terpotong.
"Dasar pengecut!" serunya sambil meraih pangeran Lucas yang hampir tergelincir dari gendongannya.
"Kau beruntung karena aku salah tebas tadi, dasar tua bangka!" cela salah satu assassin dengan nada mengejek, senjatanya mengancam Arthur dan pangeran Lucas.
Lima assassin lainnya bergabung, bergerak maju bersamaan menuju Arthur, menyusun strategi untuk membunuh pangeran Lucas tanpa ampun.
Arthur meletakkan pangeran Lucas dengan lembut di lantai, sambil berusaha menahan rasa sakit yang menyiksa tubuhnya.
"Tunggu, tunggulah sebentar, yang mulia!" ucapnya dengan napas yang terengah-engah.
"Tidak peduli berapapun orang yang mengejar anda," ujar Arthur dengan suara yang terengah-engah namun penuh dengan keberanian.
"Aku akan melindungi anda sebisa mungkin!" tambahnya dengan penuh keyakinan, meskipun tangan dan kakinya terluka parah.
Namun, serangan tak kenal lelah dari kelima assassin itu terus menggempur Arthur, mencoba untuk menembus pertahanannya dan menyerang pangeran yang berada di belakangnya.
"Siapa kalian?!" tanya Arthur dengan suara yang gemetar, manahan rasa sakit yang menyiksa tubuhnya.
"Kalian tidak akan berhasil!" desaknya, sambil terus berusaha bertahan dari serangan mematikan yang datang dari segala arah.
"Kau tidak perlu tahu, tua bangka!" jawab salah satu assassin dengan nada sinis. "Lagipula, kalian berdua akan mati di sini juga..." tambahnya.
Salah satu assassin akhirnya berhasil melewati Arthur dan dengan gerakan yang cepat, ia meluncur menuju Pangeran Lucas.
"Aku akan berbelas kasih dengan membunuhmu dengan satu serangan," ujarnya dengan suara yang dingin. "Matilah...!! Lucas De Valorian..!!" teriaknya, senjatanya bersiap untuk menembus dada sang pangeran.
"YANG MULIA...!!!" Teriak Arthur dengan kekhawatiran yang tak terbendung.
Ketika pedang assassin itu hampir mengenai jantungnya, Pangeran Lucas membuka matanya dengan perlahan.
Seolah-olah waktu melambat, Pangeran Lucas menepis pedang itu dan membelokkan arahnya.
Pangeran Lucas berdiri dan memegang pedang assasin di depannya, energi berwarna emas yang indah berputar di sekitarnya.
"To-Tolong..!! Tubuhku tak bisa bergerak..?!!" teriak assassin itu dengan kepanikan yang jelas terpancar dari suaranya.
Pangeran Lucas menatap orang di depannya dengan tajam, sementara keempat assassin lainnya bergerak mendekat, bersiap untuk menyerang dengan penuh niat membunuh.
"Matilah, Pangeran Lucas..!!" Keempat assassin itu bersiap menebas Pangeran Lucas dengan kejam, mengabaikan segala bentuk belas kasihan.
"Golden Annihilation," gumam Pangeran Lucas dengan suara yang hampir tak terdengar.
Tubuh assassin yang menyerang Lucas terpelintir dan tersayat oleh sesuatu yang tak terlihat, sementara energi berwarna emas melingkari tubuh sang pangeran dengan indahnya.
Dalam sekejap, tubuh mereka semua hancur dan darah bercucuran di lantai, sementara sinar terang yang sangat indah menyelimuti ruangan yang mencekam.
"Pangeran Lucas..??" panggil Arthur kebingungan.
Arthur terpukau dengan apa yang barusan terjadi, dia melihat pangeran Lucas yang sedang menatap lengannya dengan seksama.
"ini menyenangkan sekali..." gumam pangeran Lucas, senyuman tipis terlihat di wajahnya yang di lumuri darah para assasin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Xmolt
kek pernah baca manhwa yg serupa
2024-07-29
0
piyo lika pelicia
sepuh 😌
2024-05-30
1
Razali Azli
wow
2024-05-23
2