Moza merasakan hari pertama magang seperti sebuah bencana karena harus berurusan dengan atasannya. Tugas yang dia terima terkadang tidak masuk akal dan logika membuatnya emosi jiwa. Sadewa, produser Go TV. Dikenal sebagai playboy karena pesonanya membuat banyak wanita berada di sekitar hidupnya.
===
“Jangan suka mengumpat di belakangku, mana tahu besok malah jatuh cinta.” Sadewa Putra Yasa.
=====
Kelanjutan dari Bosku Duda Arogan dan Bosku Perawan Tua.
Follow IG : dtyas-dtyas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33 ~ Pelangkah ....
“Dewa, kamu serius orangtua Moza sudah setuju?” tanya Ajeng.
“Serius, Mom. Aku nggak kalah sat set dari Daddy ‘kan?”
Gentala berdecak mendengar kesombongan putranya dan bisa dipastikan menurun dari dirinya, bukan dari sang istri.
“Aku hampir putus asa karena Moza bilang tunggu usia dia dua puluh lima, keburu aku tua dong. Lagian kami saling cinta, untuk apa juga tunggu nanti. Toh Moza sudah dewasa dan sudah bisa diajak enak-enak dan bikin anak.”
“Astaga Dewaaa!”
Gentala hanya bisa geleng kepala mendengar penuturan putranya dan jeritan Ajeng. Kalau untuk sifat yang satu ini tentu saja menurun dari Ajeng.
“Yang jelas Om Arya sudah menyampaikan kalau Moza setuju, aku tidak akan tunggu lama-lama. Jadi Daddy dan Mommy atur waktu melamar Moza untuk aku. Jangan sampai ditikung pria lain.”
“Tunggu dulu, kamu yakin dengan Moza? Bukannya kalian belum lama kenal?” cecar Ajeng, karena khawatir dengan pernikahan yang akhirnya kandas.
Apalagi antara Dewa dan Moza terpaut usia agak jauh. Sebagai wanita yang melahirkan Dewa, tentu saja dia tidak ingin melihat putra kesayangannya harus terpuruk karena ada masalah dengan pernikahannya nanti.
“Aduh Mommy, kemarin-kemarin selalu desak aku untuk cepat kawin ….”
“Nikah,” sela Ajeng.
“Iya nikah dan kawin. Sekarang udah jelas ada perempuannya, malah ditanya yakin apa nggak. Zaman sekarang nggak penting kenal lama atau sebentar, yang nikah udah lama aja bisa bubar. Lagian Mommy nggak ngaca, memang dulu kalian menikah karena jatuh cinta dan sudah kenal lama,” ungkap Dewa dan langsung mendapatkan pukulan di lengan dari Ajeng.
“Jangan sok tahu kamu, waktu Daddy dan Mommy menikah kamu ‘kan belum lahir.”
“Astaga, hipertensi bisa kumat menghadapi kalian berdua,” ujar Gentala.
“Kamu salahkan anakmu, mulutnya suka bener. Dari siapa pula dia tahu masalah awal kita menikah.” Ajeng mengerucutkan bibirnya.
“Jadi gimana, kapan Daddy dan Mommy harus mengunjungi keluarga Bimantara?” tanya Gentala berusaha menengahi antara Ajeng dan Dewa, jika dibiarkan mungkin perdebatan ibu dan anak itu akan berlanjut dan semakin tidak jelas.
“Aku sih maunya besok.”
“Dewa! Kamu pikir lamaran mirip buang air, sudah terasa bisa langsung otw. Ini lamaran, perlu dipersiapkan segala sesuatunya. Kita juga harus sampaikan ke keluarga besar, tidak mungkin yang datang hanya kami berdua,” tutur Ajeng panjang kali lebar dan dibalas Dewa dengan decakan.
“Ya sudah, satu minggu Mom. Cukuplah masa nggak.”
“Hei, jangan macam-macam sama Moza sebelum halal,” cetus Ajeng.
***
“Mau sarapan dulu nggak?” tanya Dewa sambil mengemudi.
Sejak Moza menyetujui permintaannya untuk serius ke jenjang pernikahan, pria itu rajin menjemput dan mengantar pulang. Kecuali ada kesibukan dan pertemuan di luar kantor, maka Moza akan pulang dan berangkat dengan supirnya.
“Aku sudah sarapan. Bukannya Pak Dewa dari rumah, masa nggak disiapkan sarapan.”
“Bukan tidak disiapkan, aku ingin sarapan yang lain,” sahut Dewa menggerakan mobilnya berbelok memasuki kawasan Go Tv.
“Mau sarapan apa?”
“Kamu,” jawab Dewa tanpa beban.
“Besok-besok nggak usah jemput aku, bisa-bisa keluar dari mobil aku nggak utuh lagi.”
Dewa tergelak lalu mengusap kepala Moza dan berhenti tepat di depan lobby. Keduanya keluar bersamaan, kabar kedekatan Moza dengan Dewa sudah bukan rahasia lagi. Kunci mobil Dewa serahkan pada petugas untuk diparkir ditempat seharusnya.
“Minggu depan, orang tuaku datang melamar kamu,” ungkap Dewa. “Sekalian membicarakan kapan kita ijab sah lalu bisa mendessah,” bisik pria itu membuat Moza mempercepat langkahnya. Makin lama Dewa memang meresahkan.
“Moy, makan siang di ruanganku ya,” bisik Dewa saat melewati Moza dan berjalan mendahului.
Sedangkan di sudut berbeda, ada sepasang mata yang memperhatikan interaksi pasangan itu. Siapa lagi kalau bukan Mahalina. Kedatangannya ke Go TV menyelesaikan urusan kontraknya yang sudah berakhir.
“Apa sih hebatnya perempuan itu?” gumam Mahalina. “Lihat aja nanti, gue nggak akan diam. Karir gue hancur, jadi dia juga harus … hancur.”
“Mahalina, buruan. Gue masih ada kegiatan, bukan kayak lo yang pengangguran,” sentak manager Mahalina.
Di tempat berbeda, Dewa dan Fabian akan mengikuti rapat manajemen. Keduanya menuju ruang rapat, Fabian menyempatkan membahas rencana Dewa yang sudah heboh di antara keluarganya.
“Wa, kamu mau melamar Moza?”
“Hm. Minggu depan.”
“Hebat juga bisa kamu taklukan Arya Bimantara,” ujar Fabian lalu menepuk bahu keponakannya.
“Dewa Putra Yasa gitu loh,” jawab Dewa jumawa. “Yang ini spesial Om, udah kayak martabak nggak pake telur. Makanya aku pepet terus, siap-siap kasih kado untuk kita ya. Beberapa persen saham atau villa di Bogor juga nggak masalah. Ikhlas aja saya mah.”
“Bisa diatur, tinggal bilang ke Daddy kamu. Aku dengar Moza punya kakak?”
“Iya, ada dua. Laki-laki semua.”
Fabian terkekeh. “Kalau begitu kamu harus berjuang dulu dong, semoga saja mereka tidak minta pelangkah yang aneh-aneh.”
“Hah, maksudnya gimana? Pelangkah apaan Om?”
\=\=\=\=\=\=
Yg belum baca kisah orangtua Dewa, mampir ya "BOSKU DUDA AROAN"
Orangtua Moza "BOSKU PERAWAN TUA"
Yg udah baca keduanya, love u sakebon 🥰🥰🥰🥰
dibikin ketawa trssss sama author
karya2nya bagus2, keren banget dan selalu terhibur, semoga kakak Author selalu sehat, selalu semangat dan selalu sukses dalam berkarya 🙏❤️💪💪💪, ditunggu karya nya yang baru kakak 🙏🙏😊