NovelToon NovelToon
I Love U! Suami Dadakan

I Love U! Suami Dadakan

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Hamil di luar nikah / Pernikahan Kilat / Teen School/College / Tamat
Popularitas:944k
Nilai: 4.9
Nama Author: unchihah sanskeh

Aku yang terjebak hubungan terlarang di luar nikah dan di tipu kekasihku yang membawaku kabur dari rumah ke kota, Tiba-tiba di lamar dan di nikahi oleh seorang Polisi yang terpaut 9 tahun lebih tua dariku. Polisi yang membantuku pulang ke rumah dan berdamai kembali dengan ayah.

Menjalani Pernikahan kilat dengan seorang pria asing yang sama sekali belum ku kenal sebelumnya, demi menebus dosa pada ayah yang sudah ku buat sedemikian hina.

"Kenapa kakak mau menikahi dan bertanggung jawab untuk seseorang yang tidak kamu kenal dengan baik?" ~ Karunia

"Karena aku tahu rasanya tidak punya orang tua." ~Anta Reza

meski begitu dia bukan sosok yang sempurna, dia memiliki kelemahan permanen yang membuatku akhirnya paham bahwa tidak ada seorang pria mau menikahi wanita asing yang mengandung anak dari orang lain dengan sukarela, sebagaimana pemikiran orang lain pada umumnya. hingga akhirnya aku mengetahui, bahwa ia memiliki alasan lain yang lebih masuk akal, selain dari yang telah dia ucapkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon unchihah sanskeh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 33 - Doa Istri Pajangan

Sore yang cerah, di pematang senja yang indah, bulan muncul lebih awal Tepat ketika langit jingga begitu merona, menemaniku sendirian di dapur, sedangkan Kak Anta masih berada di jauh sana, bekerja. Kami memang masih sering bersitegang, meski kejadian itu terjadi hampir satu minggu yang lalu.

Aku bangkit dari kursi dapur, setelah ku dengar suara ketukan dari pintu depan rumah.

"Oh, Kania... maaf." Ucap Mbak Isma dengan raut muka terkejut, sesaat setelah aku membuka pintu.

Meski sempat hening beberapa saat, sudut-sudut bibir Mbak Isma melekuk ke atas. "Mas Reza, ada?" tanyanya sementara kepala dan matanya menerawang jauh ke dalam rumah memasuki sorot bayang mantan kekasihnya yang sudah tinggal satu atap denganku.

Aku tersenyum. "Ada perlu apa cari Kak Anta, Mbak?"

"Akhir-akhir ini aku agak kesulitan menghubungi Mas Reza, tadi juga dia tidak menjawab panggilan telepon ku. Aku agak khawatir... "

Oalah dasar sialan! awal senja yang buruk di hari libur.

B0doh!

Apa urusanmu khawatir pada Kak Anta, wahai Mbak Isma?; akhir-akhir ini aku agak kesulitan menghubungi Mas Reza, aku agak khawatir.

khawatir Ndhasmu!

Aku mengamatinya sangat lama dengan sorot muram. "Kak Anta masih di kantor, Mbak. Memangnya ada urusan apa? Kalau mau nanti ku sampaikan padanya setelah pulang."

"Aku cuma mau antar bubur kacang hijau untuk kalian, tadi buat banyak di rumah. Cocok juga untuk kamu, Kania. Dimakan ya?!" Dengan senyum sumringah, Mbak Isma mengulurkan bungkusan yang ada di tangannya.

Aku mengangguk, mengangguk untuk menjaga gengsi seraya mengambil bungkusan kacang hijau dari tangannya.

"Terus aku mau minta tolong kamu, sampaikan sama Mas Reza nanti malam bisa antar aku dan abah ke rumah sakit buat jenguk emak?"

Seberapa parah luka hati yang ku derita ini? apakah masih belum cukup untukmu Mbak Isma? bahkan di depanku, istrinya sendiri. Kamu terang-terangan berani meminta padaku. Apakah bagimu aku ini hanyalah istri pajangan bagi mantan kekasihmu?

"Aku khawatir Kak Anta patroli malam Mbak." Kataku berbohong.

"Begitu, ya? hmm... padahal minggu kemarin dia janji pada emak selalu sempatkan waktu untuk menjenguknya."

"Ya, Mbak." jawabku singkat.

"Kalau begitu begini saja Kania, katakan dengan Mas Reza kepastiannya kabari aku lewat telepon, dia bisa atau tidak."

"Mbak tidak bisa nyetir memangnya?" pancing ku dengan nada lembut, menyadari bahwa emosi ku saat ini nyaris meledak.

Tatapan kami bertemu, mata Mbak Isma yang menyiratkan kecanggungan sama saat membayangkan kemungkinan dari maksud ucapanku.

"Bagaimana ya?! Bisa. Cuma kan Mas Reza mau jenguk ibunya juga. Ku pikir sekalian saja." Ucap Mbak isma, "Eh, maksudku bukan ibu dalam artian lain. Aduh aku jadi canggung begini."

Ucapannya yang menyertakan soal ibu dan keluarga, Ibunya adalah ibu Kak Anta juga dan keluarganya adalah keluarga Kak Anta, membuat nadiku berdenyut semakin cepat.

"Aku mengerti Mbak. Kalian sudah Kenal dan tinggal di lingkungan yang sama sejak kecil. Wajar kalau Kak Anta anggap orang tua Mbak Isma adalah orang tuanya juga."

"Syukurlah. Kania, aku harap kita bisa menjadi keluarga juga. Mas Reza itu sudah seperti sahabat dan Kakak. Saat kami berpisah, aku mulai memahami, mungkin aku kehilangan sosok kekasih, tapi aku harap aku tidak kehilangan sosok kakak dan sahabatku."

"Kamu tidak cemburu, kan? kamu harus percaya dengan Mas Reza, lagi pula dia bukan orang yang suka bagi-bagi hati. Ku beritahu ya, kalau dia sudah mengatakan cinta, dia tidak mungkin membagi hati. Lagi pula Mas Reza pasti sering kan mengatakan kalau dia cinta padamu?"

Dia bertanya apakah aku cemburu? dia bertanya seberapa sering Kak Anta mengatakan bahwa dia mencintaiku, jawabnya adalah iya dan tidak. Iya, aku cemburu. Tidak, satu kali pun tidak pernah ku dengar dia menyebutkan cinta. Bahkan sampai satu bulan pernikahan ini, dia belum pernah menyentuh ku, menjadikan aku istrinya secara sempurna, jangan kan berhubungan, tidur di sebelahku pun dia masih enggan.

Lantas dengan semua kenyataan itu, apakah aku masih pantas untuk cemburu? dengan semua realitas itu, sudah wajar bila aku khawatir dan tidak percaya pada Kak Anta, jika kalian kembali dekat dan selalu bertemu dalam waktu yang intens. Sebab, pada kenyataannya aku hanya memiliki raga Kak Anta, soal hati? aku tidak tahu...

"Kamu jangan berpikir macam-macam ya? di atas segalanya, Aku sudah mengikhlaskan Mas Reza bahagia denganmu, dan aku percaya kamu adalah pelabuhan terakhir petualangan cintanya. Karena itu aku mencoba untuk lebih terbuka dan menerima kenyataan. Karena itu, jangan khawatir tentangku dan Mas Reza, ya?"

"Bagaimana urusan keluarga Mbak Isma? sudah selesai atau masih mencari titik terang?"

Aku menjawab sekadar untuk mengalihkan perhatian, sekalian untuk mencari kepastian.

"Berat sebenarnya, rumah kami terpaksa dijual, Kania dan uangnya akan dibagi rata dengan Mang Haris, Mas Reza yang bantu tawarkan ke orang-orang. Kalau sudah laku dan emak sudah sehat, kami bakal pindah ke kampung."

"Pindah?"

Saat Mbak Isma berkata seperti itu, aku dapat mengatakan bahwa aku akan gila jika itu menjadi nyata. Dalam hati, ada rasa senang yang membuat dadaku sedikit lebih luas. Segera ku rapalkan doa dalam hati; Semoga rumahnya segera laku, dan Ibu Mbak Isma lekas sehat.

Malaikat pun bingung, doanya baik tapi niatnya jelek ...

"Ya, tidak ada pilihan lain. Emak dan Abah mau menghabiskan masa tua di kampung."

"Aku bantu do'akan yang terbaik ya Mbak."

Kata-kata itu terdengar seakan benar-benar keluar dari hatiku. Tetapi, Hanya senja, Malaikat dan Tuhan sajalah yang tahu, doa terbaik macam apa yang ku maksud.

"Terima kasih. Baiklah, kalau begitu aku pulang ya! jangan lupa makan buburnya, biar anakmu juga sehat, aku yakin kamu bakal ketagihan."

"Terima kasih Mbak Isma, hati-hati."

Begitu Mbak Isma pulang, aku masuk lagi ke dalam segera menuju dapur kembali.

Ku letakkan bungkusannya di atas meja makan, setelah ku pindahkan dalam wadah beling agak besar. Aku menatap bubur itu sambil menggumam, mengingat-ingat setiap guratan dan sudut wajah lembut Mbak Isma, begitu manis dan selembut bubur kacang hijau yang dia berikan. Sayang, kita telah tertawan dalam belenggu hati yang rumit. Tidak peduli seberapa besar Kamu akan berlapang dada, aku tetap saja merasa cemas dan was-was. Kebaikan macam apa pun lewat begitu saja dalam bayangan kita.

"Bubur?"

Sebuah suara membisik tiba-tiba masuk di telingaku, Laksana suara gaib yang tak ku sadari pemiliknya siapa dan ada di mana. Rupanya dia ada di sampingku, tepat di sebelah kiriku.

"Kamu buat bubur kacang hijau?" timpalnya sambil mengerutkan dahi.

"Datang dari mana?" Kataku.

"Dari depan," jawabnya dengan mimik muka heran.

"Sejak kapan di sampingku?"

"Tadi," Katanya, "Kamu melamun lagi, sampai kehadiran ku saja tidak kamu sadari. Sedang memikirkan apa? kamu belum jawab pertanyaan ku." dia mengejekku.

"Bukan aku, mantan kakak yang berikan tadi." ujarku seraya memutar badan, beralih ke meja masak untuk mengambil makan malam yang sudah ku masak tadi.

"Kania... " Ucap kak Anta dengan nada yang pelan dan panjang.

"Mbak Isma juga titip pesan, tolong antarkan dia dan ayahnya ke rumah sakit nanti malam. Pergilah! kakak jangan sia-sia kan kesempatan untuk menghabiskan waktu dengan Mantan terindah. Sebentar lagi Mbak Isma kan mau pindah."

"Kania... " Sambutnya lembut sambil memelukku.

Kami saling berpandangan, menduga-duga adakah yang berubah pada diri kami masing-masing.

"Sudah, ya. Aku sudah menuruti keinginan kamu untuk tidak terlalu dekat lagi dengan Isma. Isma itu bagiku sekarang tidak lebih dari sahabat dan saudara, hanya itu. Tidak ada yang namanya mantan terindah, atau apa pun." Kata Kak Anta lembut.

"Tidak terlalu dekat lagi dengan Mbak Isma di depan ku, tapi kalau di belakang lain lagi, sampai bantu jual rumah."

Ku singkirkan tangan Kak Anta yang memegang kedua sisi bahuku. Aku bergegas kembali ke meja masak untuk mengambil lagi makanan yang lainnya. Dari belakang Kak Anta mengikuti langkahku.

"Bantu jual rumah kan bukan berarti aku bertemu terus dengan Isma, aku bantu sebar dan tawarkan saja dengan orang lain."

"Sama saja."

Kami bicara sambil berjalan, dari meja dapur ke meja makan, dari meja makan ke meja dapur. Aku menjadi datar, sejak keluarga kami terbagi, untuk keluarga mantan kekasihnya. Meskipun rasa sakit terus menggerogoti hatiku, namun karena terbiasa, aku pun mampu bersikap lebih tenang dan dingin.

Hingga aku mendapati, tubuhku sudah berada dalam rengkuhan Kak Anta. Dia memeluk tubuhku dari belakang.

"Ya sudah, maafkan aku, ya." Katanya berbisik.

Aku berbalik badan dan menatapnya, meski tidak sedingin sebelumnya, "Pergilah, Mbak Isma dan ayahnya menunggu kamu jemput."

"Kamu mau ikut?" Katanya, "Aku akan pergi menemui mereka, kalau kamu mau temani aku. Aku tidak akan pergi ke sana kalau tanpa kamu."

"Jawabanku sudah jelas!"

"Aku mengerti." Ucapnya, dia kembali memelukku, hangat dan lembut. Aroma wangi parfumnya tak hilang meski telah dipakai seharian. Lekuk tubuhnya yang perkasa menjadi bantalan empuk karena keringat menyatukan kaus dan dadanya begitu rekat.

Detak jantung seorang pria yang berdetak masuk ke telingaku, membuatku teringat akan adanya perbedaan mendasar diantara kami.

Bagaikan gelombang tsunami meluncur melintasi samudra, menyapu bersih jejak aliran ombak, gairah merambat di sekujur tubuhku dan menghapus semua batasan yang ada dengan kekuatannya sendiri.

"Sudah, ya. Jangan marah-marah terus." Katanya berbisik.

Meskipun aku begitu menginginkan Momen ini berlangsung selamanya, Aku khawatir Kak Anta menjadikan pelukan dan kata-kata lembut sebagai solusi untuknya tak memperdulikan keinginan dan rasa sakit ku. Dengan perlahan aku melepaskan diri dari pelukan Kak Anta.

"Aku hanya melakukan apa yang ada dalam pikiranku sekarang."

...****************...

HALO BESSTTT.... 🙋

Author izin malam ini memperkenalkan karya teman penulis kita. Karya ini sedang ikut event bad boy. Yuk! beri dukungan kalian. Semoga kita bisa sama-sama mengantarkan suatu karya menuju puncaknya.

Sukses dan sehat selalu sayangku... author cinta kalian semua 😙❤

MAMPIR!!!! GA MAMPIR AUTHOR KISS ⛏️💣

1
Siti Aisyah
Kecewa
Siti Aisyah
Buruk
Juna Dong
luar biasa
Yatie Amoya
kok sedih yak
yuning
sempat merinding ketika kata sah terucap
yuning
Petra pasti adiknya pak pol
yuning
nyesek
yuning
pedih 😭
yuning
Kania pinter,tak mungkin seseorang meninggalkan kekasihnya tanpa alasan
Fitri 2708
kania nya aja emng hadehhh 😌😏😒
Wasilah Ismail
kalau secara dunia nyta dri pertama aku baca di sini Anta yg salah,tpi balik lgi ini dunia fiksi tp aku suka
hbsya
gathellll
Endah Setyati
Menerka nerka ,,dr ucapan anta yg berkata bergantung hidup dr orang lain dan berhutang Budi seumur hidup,,,apa mungkin anta berhutang Budi dengan keluarga Petra?? dan di suruh menikahi Kania untuk balas Budi keluarganya,,?? 🤔🤔🤔
Endah Setyati
Apa anta ada hubungan keluarga sama Petra ??
Khodijah Ijah
Kecewa
Khodijah Ijah
Buruk
Dee
Luar biasa
Dee
Di kasih hati minta jantung. Cocok untuk penggambaran sosok Isma ini 😏
Jumi Eko
bagus
Phiby Ortiz
sorry,tapi ini ga adil buat isma,isma ga salah apa2,tapi diputusin gtu aja,kalau jdi isma mana ada yg ga sakit hati
Wasilah Ismail: sabar ini hanya fiksi,aku pun sakit hati tp ya mau gmna lgi autor nya yg nulis cerita nya mau bagai mna lagi
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!