MENIKAHI PERAWAN TUA (IBU ANGKAT ANAKKU)
Sejak usianya 23 tahun Adira memutuskan mengadopsi seorang bayi yang dibuang di daerah tempat tinggalnya.
Keputusan yang tak mudah tetap Adira lakukan karena merasa senasib dengan sang bayi, dua hari setelah bayi itu ditemukan orang tua Adira meninggal karena kecelakaan tragis.
Sama-sama hidup seorang diri Adira membawa pergi bayi tersebut untuk memulai hidup baru, membesarkan bayi itu seperti anaknya sendiri.
Hingga tujuh tahun kemudian ayah dari bayi yang telah ia besarkan tersebut datang dan berniat membawa sang anak pulang.
Sanggupkah Adira berpisah dengan putra angkatnya?
Instagraam: @iraurah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iraurah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 33
Adira tak tau harus menjawab apa, ia pun memilih untuk diam tanpa mengeluarkan suara, tatapannya yang sayu tetapi tangannya masih mendekap Elvis dengan erat.
"Jangan takut, kami tidak seperti Eza. Kami pastikan Eza tidak akan menyuruhmu pergi ketika menemani Elvis" ucap Tari seakan paham dengan kekhawatiran Adira, mungkin sikap Eza membuat wanita dihadapannya ini berprasangka sama terhadap Tari maupun Arian.
"T-terima kasih, Nyonya....." Lirih Adira, meski Tari berkata demikian hatinya masih belum bisa dikatakan tenang, bisa saja Eza mengancamnya ketika tidak ada siapapun yang melihat.
Tapi saat ini Adira sama sekali tidak melihat sosok lelaki tersebut, kemana kiranya dia berada? Bukankah seharusnya Eza menemani Elvis disini? Bola mata Adira pun berputar ke segala arah mencoba mencari batang hidung pria yang sudah memintanya datang ke Jakarta.
"Ada apa Adira? Kamu butuh sesuatu?" Tanya Tari melihat Adira yang celingak-celinguk seperti sedang mencari sesuatu.
"T-tidak Nyonya" sangkalnya.
Namun melihat raut kewaspadaan Adira, membuat Tari berpikir yang sama.
"Eza tidak ada disini, dia sedang pulang ke rumah untuk membawa pakaian. Sebentar lagi dia pasti akan kembali" jelas wanita yang masih cantik di usia senjanya.
Adira jadi gelagapan ketika Tari bisa menebak isi pikirannya, namun mau menyangkal pun Adira ragu karena memang benar itu yang tengah ia lakukan.
"B-baiklah...." Cicit Adira.
"Mama dengan siapa kesini? Apa diantar Oma Arumi?" Seru Elvis bersuara, ia penasaran karena dari kemarin tak ada info mengenai kedatangan ibunya ini ke Jakarta, kehadiran Adira berhasil menjadi kejutan bagi Elvis.
"Tidak sayang, mama dijemput oleh orang-orang itu" tunjuk Adira pada orang-orang berbaju hitam yang berada di luar.
"Mereka seram, Ma! Apa mereka orang jahat?" Elvis dengan polosnya.
"Tidak, sayang. Mereka orang suruhan papah kamu yang menjemput mama Adira kemari" sanggah Tari menjelaskan, tak mau Elvis salah paham, anak itu pasti mengkhawatirkan Adira.
"Iya El, mereka tidak jahat kok" ucap Adira membenarkan.
"Berarti mama akan disini terus sama El, kan? Om Eza kan yang menyuruh mama kesini"
Mendengar pertanyaan putranya, Adira sontak menatap ke arah Tari, Adira takut salah menjawab dan terkesan sok tau. Ia juga belum bisa berjanji akan menemani Elvis terus ataukah hanya dalam waktu tertentu.
"Tentu, El. Mama Adira akan menemani El terus, makanya El harus cepat sembuh. Harus nurut apa yang dibilang dokter tadi" pada ujungnya Tari yang kembali menyahut.
Adira ikut mengangguk, "Benar, El harus sembuh dulu. Memangnya El gak nurut apa kata dokter?" Tanya Adira mengalihkan topik pembicaraan.
Dan justru membuat Elvis kikuk dan menyembunyikan wajahnya, ia tidak mau membuat ibunya kecewa jika mengetahui dirinya kini sering membantah.
Melihat Elvis yang menunduk sontak Adira mengangkat dagu anak itu agar menatapnya.
"Kenapa? El kan anak penurut... Ada yang El sembunyikan?" Tanya Adira dengan lembut tanpa mau menakuti anaknya sendiri.
Ragu-ragu untuk menjawab, tetapi Elvis tak mau ibunya semakin kecewa. Ia pun lantas menjawab.
"E-el.... B-belum minum obat" cicitnya hampir tak terdengar.
Adira mengangkat kedua alisnya ke atas, "kenapa begitu?"
"Emm..... E-el...."
"El tadi gak mau makan" jawabnya pasrah, lebih baik ia jujur dari pada ibunya mendengar dari orang lain.
"Nah sekarang kan sudah ada mama Adira, El mau kan makan sekarang?" Tawar Tari membujuk cucunya lagi.
Dengan cepat Elvis mengangguk mengiyakan, Tari yang melihat itu pun tersenyum senang, ternyata Adira merupakan senjata besar bagi Elvis, bocah itu sangat menurut dengan Adira, bahkan tanpa harus dibujuk terlebih dahulu.
"Mau, tapi El pingin mama yang suapi" pintanya.
"Tentu, sayang! Biar mama suapi ya, El duduk dulu yang benar" sambil membantu Elvis duduk Adira lalu mengambil mangkuk yang berisikan bubur utuh di atas nakas.
"Buka mulutnya sayang...."
Dengan penuh ketelatenan Adira menyuapi Elvis sedikit demi sedikit, anak itu pun melahapnya tanpa mengeluh meski rasanya terasa hambar di lidah Elvis.
"Anak pintar....."
"Udah, ma. El kenyang"
Adira pun tidak memaksa lagi meski bubur tersebut belum sepenuhnya habis.
"Sekarang El minum obat ya" Tari mengambilkan obat pemberian dokter kemudian memberikannya pada Adira.
Ketika obat itu masuk ke dalam mulutnya Elvis seketika menjulurkan lidah.
"Obatnya pahit!"
"Nanti pahitnya akan hilang sendiri, sekarang El tiduran lagi ya. Jangan banyak bergerak, El masih lemas" Adira pun mengubah kembali posisi Elvis.
"Mama gak akan pergi, kan?"
Adira menampakkan senyum lembut, ia juga membelai rambut hitam Elvis hingga menciptakan kenyamanan disana.
"Tidak sayang, El jangan takut lagi ya...."
***
Kini Elvis pun kembali terlelap, nampak jauh lebih nyenyak dari sebelumnya. Mungkin karena hatinya merasa tenang karena kehadiran Adira disisinya.
Kini ketiga orang dewasa yang masih terjaga itu duduk di sofa sambil berbincang sesuatu yang mesti dibicarakan.
Adira nampak tegang, seakan dirinya akan diinterogasi karena telah melakukan kejahatan.
"Kami sangat bersyukur karena Elvis telah bertemu orang sebaik kamu. Kami tidak bisa membalas semua kebaikan kamu terhadap cucu kami...." Tangis Tari pecah tak terbendung, ia terlalu sedih jika harus menyangkut tentang Elvis.
"Karena kamu, kami masih bisa melihat cucu kami yang telah lama hilang. D-dan.... Dan kami bisa keluar dari mimpi buruk yang selalu menghantui kami semua" sambungnya masih terisak.
Meski kini bermunculan tanda tanya, tetapi Adira enggan untuk terlalu penasaran, semua kata-kata yang keluar dari mulut mereka seakan mengandung banyak arti.
"Saya juga bersyukur karena telah bertemu dengan Elvis...." Lirih Adira mulai mengingat pertemuannya dengan sang anak angkat.
"Ketika dia berumur satu bulan, Elvis sudah menjadi bagian terpenting di hidup saya. Bahkan bisa dibilang jauh lebih penting daripada diri saya sendiri" lanjut Adira menerawang ke masa-masa dulu.
Tari dan Arian dibuat terharu mendengar pernyataan tulus itu, mengenal sosok wanita yang paling disayangi oleh orang yang mereka sayangi.
Wajar saja Elvis tak ingin berpisah dengan ibu angkatnya, bagaimana mau berpisah jika orangnya saja mempunyai hati sebaik malaikat.
"Tetapi mungkin rasa kasih sayang saya terhadap Elvis mulai menimbulkan keegoisan...."
"Dimana hati saya tidak rela memulangkan Elvis ke tempat seharusnya...."
"Saya...... Saya mungkin terlalu egois karena ingin tetap Elvis berada di sisi saya seumur hidup"
"Membuat kami.... Pada akhirnya harus berpisah"
Tari menggeleng tak setuju, sebagai seorang ibu ia paham yang dirasakan oleh Adira. Itu bukanlah sebuah keegoisan, melainkan rasa cinta yang teramat dalam sampai takut kehilangan.
"Jangan bicara seperti itu, nak! Kamu tidak salah sama sekali, kasih sayang yang kamu berikan pada Elvis sangatlah berharga. Kami pun bisa melihat dari sikap Elvis yang selalu meminta pulang pada mu"
"Tolong tetaplah menyayangi Elvis, dia membutuhkanmu Adira......"